Share

Bab 2. PERGI KE SEBUAH KERAMAIAN

Alice terus memberanikan diri untuk mengintip keluar, ia penasaran dengan suara itu.

Namun akhirnya ia bisa bernapas lega, saat ia tahu yang ada di balik dinding rumah kayunya itu, hanyalah seekor burung hantu yang sangat besar.

***

Tujuh belas tahun kemudian ...

"Hiiiiyaaaa ... pintar kamu, Jessy! Ayo coba kejar aku!” Sepasang kaki indah terlihat berlarian di atas hamparan rumput hijau tanpa alas kaki. Sedang seekor kuda berwarna putih terus mengejarnya.

“Kita istirahat dulu, Jessy. Aku lelah ...” Gadis bermata coklat yang mengenakan gaun vintage berwarna putih itu kemudian terlihat merebahkan tubuhnya di atas hamparan rumput hijau.

Jessy dengan setia ikut-ikutan menjatuhkan diri di dekatnya.

“Ayolah, Jessy, sekarang kamu bisa makan sepuasnya! Dan sekarang tinggalkan aku! Aku ingin tidur sebentar.” Jessy menatap tuannya, lalu bangkit dan mulai melahap rumput hijau yang ada di dekatnya. Musim semi yang baru tiba, membuat rumput-rumput di sepanjang hutan menjadi hijau kembali. Jessy semakin rakus mengunyah rumput-rumput tersebut.

Dari balik semak, seekor kelinci terlihat melompat-melompat mendekat pada tubuh Putri Kimberley. Kedua telinganya yang panjang ikut-ikutan bergerak saat ia melompat.

“Jangan ganggu aku, Jessy nakal!” Tangannya menepis saat Rury, si kelinci gendut naik ke atas punggungnya.

“Heeeiii?!” Sepasang mata indah itu terbelalak saat ia tahu yang menyentuh punggungnya tadi ternyata bukanlah Jessy, melainkan Rury yang melompat-lompat di atas punggungnya.

“Kamu ya, Rury?! Dasar kelinci gendut yang nakal!” Putri Kimberley langsung meraih tubuh Rury dan menciumnya.

Tiba-tiba terdengar suara teriakan yang memanggil nama ketiganya, "Kim, Jessy, Rury, kembalilah! Hari mulai gelap!”

“Kalian dengar suara itu? Ayo bersiaplah kita pulang!” Gadis itu berdiri dan bergegas meninggalkan tempat itu. Dari belakang, Jessy dan Rury berlari mengejarnya.

Sampai di sebuah pohon yang sangat besar, langkahnya terhenti dan menoleh ke belakang.

“Kalian di sini dulu, aku mau naik.” Putri Kimberley dengan lincahnya menaiki anak tangga menuju ke rumah pohonnya.

Selanjutnya, gadis itu menghabiskan malam panjangnya hanya berdua saja dengan sang ibu, Permaisuri Alice.

“Kim, apakah kau ingin bertemu dengan orang-orang?” Alice tampak sedang menyisir rambut pirang panjang milik putrinya itu.

“Orang-orang?” Gadis itu menatap heran ke arah ibunya.

“Ya, besok kita akan ke pasar!” Alice menganggukkan kepalanya.

“Apa itu tidak berbahaya, Bu?” Mata indahnya membesar dan terus menatap wajah ibunya.

“Dulu, ya! Tapi sekarang, tidak!” Tangan Alice terus menyisir rambut putrinya.

“Lalu?”

“Besok, pagi-pagi kita ke sana!” 

“Benarkah, Bu?”  

“Ya!” Alice tersenyum, saat dilihatnya putrinya itu terlihat sangat bahagia.

“Besok boleh aku membawa sahabatku, Jessy dan Rury?” Mata itu terlihat penuh harap. 

Alice tertawa mendengar pertanyaan putrinya itu.

“Kau jangan bodoh, Kim! Tempat mereka itu di hutan, bukan di pasar.”

Putri Kimberley kemudian ikut-ikutan tertawa.

“Besok, jangan lupa kenakan gaun tercantik yang pernah aku berikan waktu itu!” Alice menyentuh wajah putih milik Putri Kimberley dengan lembut.

“Marun! Gaun itu cantik sekali di kulitmu yang putih bersinar seperti mutiara.”

“Baik, Bu!” Wajah cantiknya tampak semakin berseri-seri. Karena besok adalah hari pertamanya berkunjung ke pasar.

“Katakan, kau adalah Wilona bukan Kimberley!” Alice memandang penuh arti pada wajah putrinya.

“Kenapa, Bu?” Putri Kimberley kembali menatap heran pada ibunya.

"Karena belum saatnya orang-orang tahu kalau kau adalah Putri Kimberley , Putri Raja Rehard penguasa di negeri ini.” Alice menatap tajam pada Putri Kimberley.

Gadis itu hanya mengangguk patuh.

“Tapi, Bu ...” 

***

“Kim, jangan berlari!” 

“Biarkan aku berlari, Bu, karena aku bahagia sekali hari ini! Aku membayangkan sebentar lagi bisa bertemu dengan banyak orang, aku bisa menyapa dan aku bisa bernyanyi-nyanyi dengan mereka!”

“Ingat di sana namamu Wilona, mengerti?”

Putri Kimberley hanya mengangguk dan menghentikan larinya, menunggu sang ibu.

Alice terlihat membawa sebuah kantung kecil yang terbuat dari kain berwarna merah, yang isinya adalah beberapa logam koin emas. Alice berniat akan membelikan sebuah gaun baru dan sepasang sepatu untuk putri cantiknya itu. Selama ini putrinya tak pernah mengenakan alas kaki saat bermain di dalam hutan. Jose selalu lupa saat Alice memintanya untuk membawakan sepatu untuk Putri Kimberley.

Sepanjang perjalanan keduanya selalu bergandengan tangan. Beberapa orang yang mereka jumpai ada yang menatap heran pada mereka. Sesekali Alice mengingatkan pada putrinya itu untuk tidak bersikap bodoh.

“Ibu, lihat banyak orang-orang di sana!” Tangannya menunjuk ke kerumunan orang.

“Itu pasar, Kim! Kita sudah sampai pasar.” Alice menarik tangan Putri Kimberley mengajaknya menuju kesebuah lapak yang terlihat memajang gaun-gaun indah.

“Hai Nyonya, apa yang kau cari?”

“Gaun untuk Wilona, Putriku!” Alice menjawab dingin pertanyaan seorang lelaki yang mengenakan topi bundar berwarna abu-abu.

“Coba kau pilih saja! Putrimu sangat cantik, jadi aku yakin saat ia mengenakan gaun apa saja pasti pantas di tubuhnya.

“Terima kasih!” jawab Alice sambil memilih gaun-gaun yang tergantung di lapak itu.

“Halo, Wilona! Bantu ibumu mencari gaun untukmu!”

“A-a-aku Kim ...” Alice langsung menutup mulut Putri Kimberley, sambil berbisik pada putrinya itu untuk mengingatkan bahwa namanya adalah Wilona.

Semua mata menatap pada keduanya, mereka seperti berusaha mengenali mereka.

"Kau …?!" Seseorang datang menghampiri Alice dan Kimberley.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status