Share

CHAPTER 61. SEMBUH LEWAT LUKA

Penulis: Selena Vyera
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-15 19:30:47

Saat Ini—Ruang pemulihan Blackstone.

Hening. Hanya detak mesin medis, seperti waktu yang enggan bergerak.

Kevin Xavier duduk bersandar di ranjang logam itu.

Baju medis terbuka di dada, perban melingkari tulang rusuknya.

Beberapa bekas sayatan sudah mulai mengering, tapi sorot matanya... masih menyala. Bukan karena pulih—tapi karena belum selesai.

Helena duduk di tepi ranjang, memegangi lengan Kevin—seolah jika dilepas, dunia akan runtuh.

“Jantungmu masih berdetak cepat,” bisik Helena.

“Kau mimpi buruk?”

Kevin menoleh pelan.

Wajahnya tak selembut biasanya. Tapi begitu menatap mata Helena... napasnya turun satu tingkat.

“Bukan mimpi. Cuma ulang tayang. Ledakan. Pelabuhan. Wajahmu… saat aku pikir aku kehilanganmu.”

Helena menggeleng cepat, wajahnya sedikit memucat.

Tangannya naik menyentuh wajah Kevin perlahan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • DI ANTARA DUA MAFIA : DALAM PELUKAN MUSUH   CHAPTER 84. SUARA YANG TIDAK DIMATIKAN

    Langkah David Morgan bergema di lorong utama Velmora Timur.Suara sepatunya tak nyaring, tapi cukup untuk membuat dua pengawal Emily Davies saling menoleh diam-diam.Markas itu tampak lebih bersih dari biasanya. Terlalu bersih.Dan David tahu: tempat yang terlalu bersih... biasanya menyembunyikan sesuatu yang belum dikubur.David melirik kamera pengawas yang menempel di sudut langit-langit.Lampu indikatornya mati. Tapi David tahu—dalam dunia bawah tanah, kamera yang mati bukan berarti tidak merekam.Itu hanya berarti: seseorang ingin kau berpikir kau tidak sedang diawasi.Tangannya menyusup ke dalam mantel gelap, menyentuh pelan bekas luka di pinggang kiri—luka dari Montavaro dua tahun lalu.Luka yang terjadi tak lama setelah Emily menghilang... tanpa penjelasan.Emily berdiri di ujung ruangan, menghadap jendela kaca besar.Rambut hitamnya teri

  • DI ANTARA DUA MAFIA : DALAM PELUKAN MUSUH   CHAPTER 83. SEBELUM TOMBOL DITEKAN

    Lorong ke ruang senjata Blackstone masih lengang.Lampu temaram memantulkan siluet tiga pria berbeda luka, berbeda diam, tapi sama-sama membawa beban yang belum selesai.David melangkah duluan. Walau masih ada perban di perutnya, jas gelapnya tetap rapi.Dendy menyusul tenang, satu tangan menyentuh sisi dada kanannya—seperti mengingat sisa tembakan malam itu.Kevin datang paling akhir. Punggungnya masih diperban ketat. Langkahnya pelan, tapi tidak ragu.Pintu otomatis terbuka.Dan di dalam sana, Helena sudah berdiri.Tegak di depan meja senjata, rambut terikat asal, dan matanya fokus menata amunisi seperti sedang menyusun strategi perang di pikirannya sendiri.Ia menoleh saat mendengar langkah kakaknya.Sorotnya langsung melunak.“Perutmu masih nyeri?” tanyanya pelan, tapi tulus.David tersenyum tipis. “Sedikit. Tapi bukan nyeri yang bisa menghentikan Morgan.”

  • DI ANTARA DUA MAFIA : DALAM PELUKAN MUSUH   CHAPTER 82. DINGIN SEBELUM API

    Sudah beberapa hari sejak malam berdarah di Velvenne.Luka-luka mereka belum sepenuhnya sembuh, tapi waktu di Blackstone tak pernah memberi ruang untuk pemulihan total.Dunia bawah tanah terus bergerak—dan mereka harus tetap berada di dalam pusaran itu.Kevin Xavier duduk bersandar di sisi barat ruang taktis. Bahunya masih dibalut. Luka dari eksekutor Tristan sudah mulai menutup, tapi nyerinya menetap seperti dendam.David Morgan berdiri di depan layar digital besar. Jasnya hitam pekat, membungkus perban yang menutupi luka dalam di perutnya. Wajahnya masih pucat. Tapi sorot matanya tetap setajam bayangan yang tak mau menghilang.Dendy Alexander masuk paling akhir. Jaket panjangnya bersih, tapi sisi kanan dada masih menunjukkan sedikit kekakuan—sisa dari luka malam itu.Tak satu pun dari mereka membahas darah yang belum kering sempurna. Tapi atmosfer ruangan cukup tebal untuk membuat siapa pun sulit b

  • DI ANTARA DUA MAFIA : DALAM PELUKAN MUSUH   CHAPTER 81. JEDA DI ANTARA DUA PELURU

    Pintu ruang pemulihan itu tidak terbuka lebar. Tapi cukup untuk mengubah suhu udara di dalam. Kevin Xavier masih terbaring dan Helena Morgan memeluknya di sisi nya. Dan saat suara langkah berat mendekat, ia tidak berpaling ke arah pintu. Ia tetap menatap Helena. Seolah hanya dia yang bisa meredam napasnya yang sejak tadi tidak pernah benar-benar tenang. Dan di ambang pintu—dengan bahu lebar dan aura yang terlalu senyap untuk dianggap biasa—berdiri Dendy Alexander. Tidak bicara. Tidak tersenyum. Hanya tatapan gelap yang menyeberang ruangan, menembus batas antara waktu, luka, dan dua pria yang sama-sama tak ingin kalah. Helena menoleh perlahan. Napasnya tidak panik. Tidak juga gentar. Tapi jantungnya tahu: ruang ini tidak lagi netral. Dendy mengangguk tipis. "Aku tidak ingin mengganggu," suaranya dalam, tenang, seperti selalu.

  • DI ANTARA DUA MAFIA : DALAM PELUKAN MUSUH   CHAPTER 80. PELUKAN YANG TAK PERNAH SEMBUH

    Malam itu, Helena duduk di sisi ranjang, masih menggenggam jemari Kevin yang baru saja tadi bergerak. Kevin membuka matanya lebih lebar. Napasnya masih berat, tapi tatapannya mulai jelas. “Kau benar-benar di sini,” gumam Kevin parau, seperti mengucapkan nama Tuhan dengan rasa takut dan rindu. Helena tak menjawab. Ia hanya menunduk, lalu meletakkan dahinya di dada Kevin yang hangat. “Aku takut kau tidak akan kembali lagi,” bisik Helena. Kevin berusaha mengangkat tangannya, meski lemah, lalu menyentuh belakang kepala Helena dengan gerakan pelan. “Kalau kau tidak datang,” bisiknya, “kukira aku akan pergi... selamanya.” Helena menarik wajahnya perlahan. Mereka saling menatap. Terlalu dekat. Terlalu terbuka. “Jangan pernah ucapkan itu lagi,” suara Helena parau. “Kalau kau pergi selamanya, aku...”

  • DI ANTARA DUA MAFIA : DALAM PELUKAN MUSUH   CHAPTER 79. JEDA SEBELUM TUSUKAN

    Cahaya pagi belum benar-benar menembus jendela kaca buram ruang rawat utama Blackstone.Aroma antiseptik masih kental, menyatu dengan bau darah dan waktu yang tak bergerak.David Morgan terbaring di atas ranjang. Kedua matanya terbuka, menatap langit-langit.Nafasnya pelan, tapi stabil. Jemarinya sudah bisa mengepal, walau belum penuh tenaga.Dendy berdiri di sisi ranjang, membelakangi jendela. Diam. Tegap. Seperti bayangan yang tidak pernah meninggalkan David—bahkan saat maut nyaris mengambil alih.David mengedip sekali. Lalu memutar kepala perlahan menatap mata sahabatnya.“Sylvania, Bicara apa?”Diam mengeras sejenak.Dendy menghela napas pelan. “Sudah kutemui.”“Dia muncul sebagai ‘penyintas’ dari reruntuhan Xavier. Bawa folder penuh peta, jalur suplai dari barat laut, dan klaim pasukan cadangan yang dulu pernah kulatih.”David mengernyit. “Dia tawarkan aliansi?”“Bukan aliansi. Di

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status