'SIAL! SIAL! SIAL!!'Entah sudah berapa kali Jia mengumpat dalam hati.Ia mengumpati Pria sialan di depannya, yang asik menciptakan huruf demi huruf pada lengannya. Yah tak lupa juga mengumpati dirinya sendiri karena tidak bisa melawan, dan malah bersikap patuh seperti ini. Ia yakin, di hadapan Vier ia tak ada bedanya dengan seekor kelinci yang tak berdaya di hadapan singa. Merindingnya belum juga hilang, matanya memejam erat. Ingin menangis rasanya, tapi sekuat tenaga ia menahannya. Karena jujur saja ia tidak ingin Pria atasnya ini merasa menang, juga sebagai pertahanan satu-satunya agar tidak dianggap lemah dan berakir tewas di tangan Vier.Ketika duri menggores kulitnya, rasanya sangat sakit bahkan lebih sakit daripada tertusuk jarum. Tapi ketahuilah, rasa sakit itu bahkan bukan apa-apa jika berniat menghancurkan pertahanannya. Ia harus menahannya, sedikit lagi. Sebentar lagi, Vier akan menyelesaikan kegiatan tidak warasnya.Dan benar saja..."Selesai," ucap Vier setelah menyelesa
"Melihat apa?" Tanya Vier yang menoleh mengikuti arah pandang Jia. "Oh itu, hanya beberapa dokumentasi dari karya-karya yang berhasil aku ciptakan. Akan kuberi salah satunya jika kau menyukainya,"Jia menatap ngeri Vier, apa pikirnya dengan pandangan yang terarah pada foto itu membuat Vier berpikir jika ia tertarik pada foto itu? Oh Tuhan, siapa juga yang menginginkan foto dengan gambar yang mengerikan.Mayat dengan beberapa luka ukiran hasil tangan Vier, nampak sangat menjijikan dan membuat mual jika bukan karena Jia sudah terbiasa dengan hal mengerikan yang sang ayah lakukan. Mungkin saat ini ia sudah pingsan, tidak! Mungkin ia sudah mati, saking terkejutnya."Tidak!" Tolak Jia tegas setelah beberapa saat terdiam, "aku masih waras,""Tapi percayalah, semua wanita yang ada pada foto itu tidak pernah datang ke tempat ini sebelumnya. Maksudnya, aku tidak pernah melakukan pembunuhan dan penyisaan di ruangan ini. Khusus untukmu, ruangan ini hanya khusus digunakan untuk Perempuan istimewa
DOR!Suara tembakan menggema pada salah satu mansion mewah di kota, Dia. Jia dengan mata terbelalak menatap sang Ayah yang baru saja melepaskan tembakan bebas tepat di samping telinganya, membuat luka kecil terlihat karenanya."Apa kamu tahu apa yang kamu rencanakan Jia?" Tanya sang Ayah dengan nada tenang namun dengan mata yang menyorot tajam, tak suka dengan apa yang baru saja ia dengar dari salah satu informannya.Jia membalas tatapan sang Ayah yang seperti akan memakannya hidup-hidup, sebelum akhirnya membalas. "Oh, Daddy sudah tahu? Baguslah kalau-"DOR!"Jaga bahasamu Jia, lihat dengan siapa kau tengah berbicara saat ini. Aku ini orang tuamu!"Tersenyum remeh, "Memang, tapi sayangnya orangtua tidak sepertimu. Mereka tidak mengurung dan mengekang anaknya seperti yang Daddy lakukan padaku! Aku muak!"Ayah Jia menatap Putri sulung di depannya, Putrinya yang ia jaga mati-matian selama ini.Jia menggeleng pelan saat menyadari arti tatapan dalam Ayahnya, ia peka dan sadar jika Ayahnya
Setelah beberapa saat menunggu, sebuah pesan balasan masuk di ponselnya.Yah, sudah ia duga. Pelariannya membuat sang Ayah dengan bebas mengutak-atik kamarnya, ia pikir kini Ayahnya tahu jika Putri pembangkangnya tidaklah selemah yang ia kira saat ini.Setelah beberapa saat menunggu, sebuah pesan balasan masuk di ponselnya.Rahasianya telah terungkap, ia tahu mulai hari ini tidak akan mudah. Daddynya pasti cepat atau lambat akan menyewa profesional untuk mencarinya dan itu tidak boleh terjadi. Dengan memandang langit pada langit malam ia berucap, "maaf Dad, tapi aku ingin bebas."'Maaf menghianati kepercayaanmu Dad.' Batin Jia sebelum melangkah menuju hotel kecil yang sudah ia pesan sebelumnya. Berdiam diri pada hotel kecil tidaklah mudah, apalagi menunggu makanan yang belum juga tiba.Memutuskan untuk mengecek secara langsung, Jia keluar dari kamarnya. Deg! "Apa yang terjadi–""Tolong." Ucap pelan seorang Pria yang berdiri tepat di depan kamarnya, tapi bukan itu masalahnya. Tubuh
"Akht! Kepalaku." Jia terbangun dari pingsannya, terbangun di kamar yang bukan miliknya tidak membuat ia panik sedikitpun. Karena ia yakin, jika keberadaannya di tempat ini adalah ulah Revandro Maxio.Dan benar saja, "Sudah sadar rupanya." Ucap Revandro dengan setelan jasnya, memasuki ruangan. "Apa yang kau rasakan?"Meski enggan, tapi Jia tetap menjawab. "Pusing."Revandro menganggukan kepalanya, ia kemudian memberikan segelas air putih yang ia tumpah saat memulai pembicaraan beberapa saat yang lalu.Jia menerima air tersebut dan meminumnya hingga tandas, setelahnya Jia menatap Revandro dengan tatapan meminta penjelasan."Entahlah, tapi kurasa kau cocok menjadi istriku." Jawab Revandro, yang membuat Jia tersedak ludahnya sendiri.Istri? Oh ayolah jangan bercanda, seorang Mafia sekelas Revandro ingin dirinya menjadi istrinya? Ia rasa Pria itu sedang bercanda saat ini-"Aku tidak bercanda, jadilah istriku. Maka akan kuberikan apapun yang kumiliki padamu, aku akan berusaha untuk memenuh
Deg!Jia terpaku di tempatnya saat peluru melesat dari pistolnya, menembus bahu Pria di depannya. Revandro tertembak, darah mengucur keluar tapi Revandro tidak berekspresi apapun."BASTARD SIALAN, APA KAU SUDAH GILA?!" Maki Jia yang mendekati Revandro, mengecek kedalaman luka tembak di bahu Pria itu.Melupakan niat awalanya, Jia bangkit turun dari kasur dan mengambil kotak putih di samping pintu masuk. Yang ia yakini jika itu adalah kotak P3K, kemudian mengobati Revandro yang telah duduk di ujung kasur.Sepanjang Jia mengobati Revandro, ia menyadari tatapan Revandro padanya. Rasa tidak nyaman memang di rasakannya, tapi ia memilih untuk fokus pada kegiatannya. Bahkan membiarkan Pria itu mengelus kepalanya, entahlah. Ia tidak mengerti mengapa dirinya masih bisa berbaik hati mengobati luka Revandro lagi, padahal bukan kesalahannya jika Pria yang berstatus sebagai penculiknya ini terluka."Kau pandai mengobati." Ucap Revandro pada akhirnya membuka suara."Memang, dan itulah yang kubenci."
Dada Jia berdebar saat ini, ia hampir saja mengeluarkan kemampuan bertarungnya jika bukan karena seseorang tiba-tiba masuk."Maaf Tuan Maxio, tapi pihak dari Australia sedang menunggu Anda." Ucap seorang Pria paruh baya, dengan menunduk hormat.Mendengar itu, Revandro sontak melepaskan cekalan tangannya dari rambut Jia dan pergi dari tempat itu tanpa sepatah katapun.Sedangkan Jia? Ia tiba-tiba terduduk di kasur ketika rasa nyeri di kepalanya, ia pikir itu karena benturan beberapa saat yang lalu."Anda tidak apa-apa Nyonya?" Tanya Pria paruh baya tersebut, mendekati Jia. "Nyonya?""Aku bukan Nyonyamu!" Desis Jia tajam, tak suka jika dirinya di panggil dengan panggilan Nyonya. Rasanya ia sudah sangat tua, lagipula ia tidak sudi jika harus di sebut demikian hanya karena orang-orang menganggap dirinya sebagai calon Istri Revandro.Pria paruh baya itu sedikit tersentak, untuk beberapa saat ia diam mengamati calon Nyonya,nya itu. Kalau di pikir-pikir, Wanita di depannya merupakan satu-satu
"Oh, dulu aku pernah membaca sebuah surat kabar. Dimana orang di surat kabar itu mirip dengan Anda, Anda tahu? Orang itu adalah seorang PEMBUNUH! Dia juga sadis, sayang dia belum di tangkap sampai saat ini." Jelas Jia dengn menekankan kata 'pembunuh' pada kalimatnya.Hal itu tentu saja membuat Frans curiga pada wanita di depannya, tapi ekpresi Jia membuat ia mau tidak mau harus percaya jika Wanita di depannya memang tidak tahu siapa dirinya."Ya, sepertinya orang-orang juga menyebut saya mirip dengan seseorang. Mungkin orang yang Anda bilanglah mirip dengan saya," Balas Frans berusaha santai."Oh ya? Hmm bisa kupahami, tapi Gilbert. Eh, apa tidak masalah kupanggil nama saja? Anda, kan. Lebih tua dari saya?""Tidak masalah,""Emm, Aku tahu ini tidak sopan. Tapi ada apa dengan bekas luka di wajah Anda?" Tanya Jia yang sudah pasti berusaha mempermainkan Frans, ia ingin tahu seberapa hebat Pria di depannya mengarang cerita.Frans terkejut untuk beberapa saat, meski rada keterkejutan itu t