"Anggaplah aku gila karena saat itu memberimu kesempatan untuk menjamah tubuhku, namun kali ini... tidak, tidak lagi. Kejadian itu tak mungkin ku ulang lagi," Jawab Jia dengan gelengan kepala pelan, menjawab perkataan Vier yang keterlaluan.Apa Vier pikir jika dirinya semurah itu sampai harus rela di sentuh kembali oleh Pria itu?"Aku tidak peduli, aku ingin menyentuhmu seperti saat itu. Kali ingin biarkan aku melakukannya dengan benar,"Dada Jia sontak naik-turun mendengar penuturan Pria di depannya, napasnya memburu dengan mata tajam yang menyorot pada Vier. Tangannya bahkan mengepal erat, tidak peduli dengan luka yang baru saja ia terima. Sedangkan Vier? Pria itu bingung, entah mengapa ia tidak suka dengan reaksi Jia yang terlihat penuh amarah di depannya. Mengenyahkan pemikirannya, Vier kembali berucap. "Ayalah Jia sayang, kau menginginkan sentuhanku bukan? Itulah sebabnya waktu itu kau memberiku kesempatan, Kau mendambakan tubuh ini bukan? Kau juga-"Bukk!Melayangkan satu boge
Selesai mengatakannya, Vier mengambil setangkai bunga mawar putih pada salah satu vas bunga yang tak jauh darinya.Memusatkan pandangannya pada Jia, "justru sebaliknya, kau akan terbakar dengan cintaku Jia sayang..."Tangai mawah putih itu ia gigit, Jia yang melihatnya mendadak merasakan perasaan asing yang sama seperti di saat Vier menyentuhnya waktu itu. Pria itu menaiki ranjang kembali, masih dengan tatapan sama.Jia sebisa mungkin menahan air matanya agar tidak keluar, entahlah. Ia tidak paham mengapa dirinya bereaksi berlebihan seperti ini, ia tidak ingin menjadi lemah dihadapan Vier."Jia-""Tidak Vier, itu bukanlah cinta. Sedikitpun tidak, itu adalah obsesi. Obsesimu karena melihatku yang berbeda dari orang lain dalam menanggapimu,"Vier memekan pelan bahunya agar terbaring, naik keatasnya. Memandangnya dalam, "Jia, sadarlah. Aku mencintaimu,""Tidak, kau tidak mencitaiku Vier. Harus berapa kali kukatakan padamu!" Tekannya dengan suara pelan. "Kau hanya mencitai dirimu sendiri,
'SIAL! SIAL! SIAL!!'Entah sudah berapa kali Jia mengumpat dalam hati.Ia mengumpati Pria sialan di depannya, yang asik menciptakan huruf demi huruf pada lengannya. Yah tak lupa juga mengumpati dirinya sendiri karena tidak bisa melawan, dan malah bersikap patuh seperti ini. Ia yakin, di hadapan Vier ia tak ada bedanya dengan seekor kelinci yang tak berdaya di hadapan singa. Merindingnya belum juga hilang, matanya memejam erat. Ingin menangis rasanya, tapi sekuat tenaga ia menahannya. Karena jujur saja ia tidak ingin Pria atasnya ini merasa menang, juga sebagai pertahanan satu-satunya agar tidak dianggap lemah dan berakir tewas di tangan Vier.Ketika duri menggores kulitnya, rasanya sangat sakit bahkan lebih sakit daripada tertusuk jarum. Tapi ketahuilah, rasa sakit itu bahkan bukan apa-apa jika berniat menghancurkan pertahanannya. Ia harus menahannya, sedikit lagi. Sebentar lagi, Vier akan menyelesaikan kegiatan tidak warasnya.Dan benar saja..."Selesai," ucap Vier setelah menyelesa
"Melihat apa?" Tanya Vier yang menoleh mengikuti arah pandang Jia. "Oh itu, hanya beberapa dokumentasi dari karya-karya yang berhasil aku ciptakan. Akan kuberi salah satunya jika kau menyukainya,"Jia menatap ngeri Vier, apa pikirnya dengan pandangan yang terarah pada foto itu membuat Vier berpikir jika ia tertarik pada foto itu? Oh Tuhan, siapa juga yang menginginkan foto dengan gambar yang mengerikan.Mayat dengan beberapa luka ukiran hasil tangan Vier, nampak sangat menjijikan dan membuat mual jika bukan karena Jia sudah terbiasa dengan hal mengerikan yang sang ayah lakukan. Mungkin saat ini ia sudah pingsan, tidak! Mungkin ia sudah mati, saking terkejutnya."Tidak!" Tolak Jia tegas setelah beberapa saat terdiam, "aku masih waras,""Tapi percayalah, semua wanita yang ada pada foto itu tidak pernah datang ke tempat ini sebelumnya. Maksudnya, aku tidak pernah melakukan pembunuhan dan penyisaan di ruangan ini. Khusus untukmu, ruangan ini hanya khusus digunakan untuk Perempuan istimewa
DOR!Suara tembakan menggema pada salah satu mansion mewah di kota, Dia. Jia dengan mata terbelalak menatap sang Ayah yang baru saja melepaskan tembakan bebas tepat di samping telinganya, membuat luka kecil terlihat karenanya."Apa kamu tahu apa yang kamu rencanakan Jia?" Tanya sang Ayah dengan nada tenang namun dengan mata yang menyorot tajam, tak suka dengan apa yang baru saja ia dengar dari salah satu informannya.Jia membalas tatapan sang Ayah yang seperti akan memakannya hidup-hidup, sebelum akhirnya membalas. "Oh, Daddy sudah tahu? Baguslah kalau-"DOR!"Jaga bahasamu Jia, lihat dengan siapa kau tengah berbicara saat ini. Aku ini orang tuamu!"Tersenyum remeh, "Memang, tapi sayangnya orangtua tidak sepertimu. Mereka tidak mengurung dan mengekang anaknya seperti yang Daddy lakukan padaku! Aku muak!"Ayah Jia menatap Putri sulung di depannya, Putrinya yang ia jaga mati-matian selama ini.Jia menggeleng pelan saat menyadari arti tatapan dalam Ayahnya, ia peka dan sadar jika Ayahnya
Setelah beberapa saat menunggu, sebuah pesan balasan masuk di ponselnya.Yah, sudah ia duga. Pelariannya membuat sang Ayah dengan bebas mengutak-atik kamarnya, ia pikir kini Ayahnya tahu jika Putri pembangkangnya tidaklah selemah yang ia kira saat ini.Setelah beberapa saat menunggu, sebuah pesan balasan masuk di ponselnya.Rahasianya telah terungkap, ia tahu mulai hari ini tidak akan mudah. Daddynya pasti cepat atau lambat akan menyewa profesional untuk mencarinya dan itu tidak boleh terjadi. Dengan memandang langit pada langit malam ia berucap, "maaf Dad, tapi aku ingin bebas."'Maaf menghianati kepercayaanmu Dad.' Batin Jia sebelum melangkah menuju hotel kecil yang sudah ia pesan sebelumnya. Berdiam diri pada hotel kecil tidaklah mudah, apalagi menunggu makanan yang belum juga tiba.Memutuskan untuk mengecek secara langsung, Jia keluar dari kamarnya. Deg! "Apa yang terjadi–""Tolong." Ucap pelan seorang Pria yang berdiri tepat di depan kamarnya, tapi bukan itu masalahnya. Tubuh
"Akht! Kepalaku." Jia terbangun dari pingsannya, terbangun di kamar yang bukan miliknya tidak membuat ia panik sedikitpun. Karena ia yakin, jika keberadaannya di tempat ini adalah ulah Revandro Maxio.Dan benar saja, "Sudah sadar rupanya." Ucap Revandro dengan setelan jasnya, memasuki ruangan. "Apa yang kau rasakan?"Meski enggan, tapi Jia tetap menjawab. "Pusing."Revandro menganggukan kepalanya, ia kemudian memberikan segelas air putih yang ia tumpah saat memulai pembicaraan beberapa saat yang lalu.Jia menerima air tersebut dan meminumnya hingga tandas, setelahnya Jia menatap Revandro dengan tatapan meminta penjelasan."Entahlah, tapi kurasa kau cocok menjadi istriku." Jawab Revandro, yang membuat Jia tersedak ludahnya sendiri.Istri? Oh ayolah jangan bercanda, seorang Mafia sekelas Revandro ingin dirinya menjadi istrinya? Ia rasa Pria itu sedang bercanda saat ini-"Aku tidak bercanda, jadilah istriku. Maka akan kuberikan apapun yang kumiliki padamu, aku akan berusaha untuk memenuh
Deg!Jia terpaku di tempatnya saat peluru melesat dari pistolnya, menembus bahu Pria di depannya. Revandro tertembak, darah mengucur keluar tapi Revandro tidak berekspresi apapun."BASTARD SIALAN, APA KAU SUDAH GILA?!" Maki Jia yang mendekati Revandro, mengecek kedalaman luka tembak di bahu Pria itu.Melupakan niat awalanya, Jia bangkit turun dari kasur dan mengambil kotak putih di samping pintu masuk. Yang ia yakini jika itu adalah kotak P3K, kemudian mengobati Revandro yang telah duduk di ujung kasur.Sepanjang Jia mengobati Revandro, ia menyadari tatapan Revandro padanya. Rasa tidak nyaman memang di rasakannya, tapi ia memilih untuk fokus pada kegiatannya. Bahkan membiarkan Pria itu mengelus kepalanya, entahlah. Ia tidak mengerti mengapa dirinya masih bisa berbaik hati mengobati luka Revandro lagi, padahal bukan kesalahannya jika Pria yang berstatus sebagai penculiknya ini terluka."Kau pandai mengobati." Ucap Revandro pada akhirnya membuka suara."Memang, dan itulah yang kubenci."