Home / Thriller / DIA ATAU DIA / Bab 7: langkah berbahaya

Share

Bab 7: langkah berbahaya

Author: itzjane
last update Last Updated: 2025-02-03 10:37:12

Rin tidak pernah membayangkan bahwa hidupnya bisa berubah begitu drastis dalam waktu yang begitu singkat. Setelah pertemuan dengan Luca, seluruh dunia yang ia kenal terasa semakin jauh dan tidak pasti. Apa yang dimaksud Luca dengan "keluarga yang lebih besar"? Mengapa ia begitu yakin bahwa Rin memiliki peran dalam dunia yang tidak pernah ia ketahui? Semua pertanyaan itu terus menghantui pikirannya, tetapi tidak ada satu orang pun yang bisa memberikan jawabannya.

Hari-hari berikutnya berjalan lambat dan penuh dengan ketidakpastian. Aidan kembali menghilang setelah berbicara dengan Luca, dan Rin merasa semakin kesepian di tempat yang terasa seperti penjara itu. Setiap kali ia mencoba untuk mencari cara keluar, langkahnya selalu terhalang oleh pengawasan ketat dari para pengawal yang dikerahkan oleh Luca.

Namun, di balik rasa cemas dan kebingungannya, Rin merasa ada sebuah dorongan untuk mencari jawaban. Jika apa yang Luca katakan itu benar, jika ia benar-benar terlibat dalam sesuatu yang lebih besar, maka ia tidak bisa terus bersembunyi. Rin harus menemukan kebenaran, tidak peduli apa risikonya. Semua yang ia tahu saat ini adalah bahwa ia tidak bisa mempercayai siapapun sepenuhnya, bahkan dirinya sendiri.

Hari itu, Rin memutuskan untuk mengambil langkah berani. Setelah berhari-hari merasa terperangkap, ia merasa sudah waktunya untuk menyelidiki lebih lanjut tentang siapa yang benar-benar mengendalikan kehidupannya. Jika Luca benar tentang segala sesuatu yang ia katakan, maka ada orang lain yang lebih berkuasa yang perlu ia hadapi.

Rin tahu bahwa mencari informasi di tempat ini bukanlah hal yang mudah. Setiap langkahnya selalu diawasi, dan para pengawal yang bekerja untuk Luca selalu siap menghadapi segala kemungkinan. Namun, Rin juga tahu bahwa ia tidak akan bisa keluar dari permainan ini tanpa mengetahui lebih banyak tentang siapa yang berada di belakang semua ini.

Pagi itu, Rin memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar area tempat ia berada, berpura-pura tidak peduli dengan keadaan sekitarnya. Langkah kakinya ringan, tetapi hati dan pikirannya penuh dengan kecemasan. Ia tahu bahwa ini adalah langkah berbahaya, tetapi ia tidak bisa berhenti sekarang. Ia harus tahu lebih banyak.

Di ujung koridor, Rin melihat seorang pengawal yang tampaknya sedang tidak terlalu waspada. Tanpa berpikir panjang, ia melangkah mendekat dengan langkah cepat. Ketika pengawal itu melihatnya, Rin tersenyum ramah, mencoba menyembunyikan kegelisahan di wajahnya.

"Selamat pagi," kata Rin dengan suara ceria, berusaha untuk tidak menunjukkan bahwa ia sedang berusaha mencari informasi.

Pengawal itu mengangguk, tidak terlalu curiga dengan Rin. "Selamat pagi, Nona Rin. Ada yang bisa saya bantu?"

Rin berpura-pura berpikir sejenak, lalu menjawab, "Saya hanya ingin tahu lebih banyak tentang tempat ini. Kadang-kadang saya merasa terisolasi, dan saya rasa berjalan-jalan bisa sedikit menghibur saya."

Pengawal itu tersenyum tipis, tampaknya tidak merasa ada yang aneh. "Tentu, Nona Rin. Jika ada yang Anda butuhkan, jangan ragu untuk memberi tahu kami."

Rin mengangguk dan melanjutkan langkahnya, berusaha tidak terburu-buru. Sementara itu, pikirannya bekerja cepat. Bagaimana ia bisa mendapatkan informasi tanpa menarik perhatian? Setiap gerakan harus terhitung. Rin tahu bahwa jika ia terlalu terang-terangan, ia bisa menimbulkan kecurigaan yang berbahaya.

Langkah Rin membawanya ke sebuah ruang bawah tanah yang tampaknya tidak banyak diketahui orang. Di sana, ia menemukan beberapa ruangan yang tampak tidak terpakai, yang tertutup rapat dan terkunci dengan kunci yang cukup besar. Rin merasa ada sesuatu yang aneh di tempat ini, sesuatu yang lebih dari sekadar tempat penyimpanan biasa. Mengapa tempat ini tidak ada yang menjaganya dengan ketat?

Rin mencoba memeriksa beberapa pintu, namun semuanya terkunci rapat. Hatinya mulai berdegup kencang, tetapi ia berusaha untuk tetap tenang. Ia harus menemukan cara untuk membuka pintu-pintu itu. Apa yang tersembunyi di baliknya? Ada rasa penasaran yang sangat besar di dalam dirinya, dan Rin tahu bahwa jika ia tidak segera menemukan jawaban, ia akan terus terperangkap dalam kebingungannya.

Sementara itu, di luar ruangan, suara langkah kaki mendekat. Rin cepat-cepat menyembunyikan diri di balik sebuah rak penyimpanan, menahan napas agar tidak terdengar. Suara langkah itu semakin mendekat, dan Rin merasa tubuhnya tegang. Jika seseorang melihatnya, ia bisa dalam masalah besar.

Untungnya, suara langkah itu akhirnya pergi. Rin menghela napas panjang, tetapi ia tahu ia harus segera bertindak. Ia melirik sekelilingnya dan melihat sebuah kunci yang tergeletak di atas meja kecil. Dengan hati-hati, Rin mengambil kunci tersebut dan berusaha membuka salah satu pintu yang terkunci.

Kunci itu pas, dan pintu terbuka dengan suara berderak pelan. Rin masuk dengan hati-hati, dan matanya mulai menyesuaikan diri dengan kegelapan ruangan tersebut. Di dalamnya, ada beberapa kotak besar yang tampaknya berisi dokumen-dokumen penting. Rin merasa bahwa ia telah menemukan sesuatu yang bernilai.

Ia mulai membuka satu per satu kotak tersebut, mencoba membaca setiap dokumen yang ada di dalamnya. Banyak di antaranya tampaknya berkaitan dengan operasi-operasi rahasia yang dilakukan oleh organisasi yang mengendalikan kehidupannya. Ada banyak nama yang tidak ia kenal, tetapi satu nama yang sering muncul adalah "Dante". Nama ini tampaknya memiliki hubungan yang sangat penting dengan seluruh jaringan ini.

Sebelum Rin bisa menyelidiki lebih jauh, suara langkah kaki kembali terdengar, kali ini lebih cepat dan lebih banyak. Rin panik dan dengan cepat menutup kembali kotak-kotak itu, mencoba mengembalikan semuanya ke tempat semula. Namun, langkah kaki itu semakin dekat, dan Rin tahu ia harus segera keluar dari tempat ini.

Dengan cepat, Rin berlari keluar dari ruang bawah tanah, berharap tidak tertangkap. Jantungnya berdetak keras, tetapi ia tahu bahwa ia telah mendapatkan informasi yang sangat penting. Nama "Dante" kini menghantui pikirannya, dan Rin merasa bahwa ia semakin dekat untuk mengetahui siapa yang benar-benar berada di balik penculikan ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DIA ATAU DIA   Bab 24: Cinta yang kutemukan

    Rin berdiri di depan rumah Aidan. Tangannya gemetar, jantungnya berdegup kencang. Selama ini, dia selalu menghindari perasaannya sendiri. Tapi sekarang, dia tidak bisa lagi bersembunyi. Dia harus mengatakannya. Dia mengetuk pintu perlahan. Tidak lama kemudian, Aidan muncul di ambang pintu. Mata coklatnya yang teduh menatap Rin dengan penuh keterkejutan. "Rin?" suaranya serak, seolah tidak percaya Rin ada di sini. "Hai, Aidan..." Rin tersenyum kecil, tetapi hatinya berdebar tak karuan. Aidan terdiam sejenak sebelum akhirnya melangkah ke samping, memberi isyarat agar Rin masuk. Rin melangkah masuk ke dalam rumah yang begitu familiar. Tempat di mana dia menghabiskan begitu banyak waktu bersamanya dulu. Semua kenangan itu kembali menyeruak dalam pikirannya—tawa mereka, perbincangan panjang, perlindungan yang selalu Aidan berikan. Aidan berjalan ke dapur dan kembali dengan segelas air. "Kau kelihatan lelah," ujarnya sambil menyodorkan gelas itu. Rin mengambilnya, tetapi tidak

  • DIA ATAU DIA   Bab 23: Antara luka dan cinta

    Rin duduk termenung di tepi jendela, memandangi hujan yang turun perlahan. Di luar, jalanan basah diterangi lampu jalan yang temaram, menciptakan suasana yang sepi dan sendu—persis seperti hatinya saat ini.Pikirannya masih dipenuhi kata-kata Luca semalam. "Aku akan tetap di sini, menunggumu."Kenapa kata-kata itu begitu mengguncang perasaannya? Kenapa bayangan Aidan juga terus menghantuinya?Rin menarik napas dalam, mencoba menenangkan hatinya yang kacau. Tetapi sekeras apa pun dia mencoba, ada sesuatu yang terasa janggal. Sesuatu yang membuatnya gelisah.Tiba-tiba, pintu kamarnya diketuk. Rin tersentak dari lamunannya.“Rin, boleh aku masuk?” Suara Luca terdengar dari balik pintu.Rin menelan ludah. Setelah pernyataan cinta Luca semalam, ia merasa canggung untuk menatapnya lagi. Namun, menolak Luca juga terasa salah.“Masuklah,” jawabnya, mencoba terdengar biasa.Luca melangkah masuk dengan senyum lembut, tetapi matanya menyiratkan kekhawatiran. Dia berjalan mendekati Rin dan berdir

  • DIA ATAU DIA   Bab 22:pilihan yang membelenggu

    Malam semakin larut, dan Rin masih duduk di ayunan taman sekolah. Hembusan angin dingin menyentuh kulitnya, membuatnya sedikit menggigil, tetapi dia tetap di sana. Bukan karena dia menyukai udara malam, tetapi karena pikirannya terlalu penuh untuk membawanya kembali ke asrama.Bayangan wajah Luca dan Aidan bergantian muncul dalam benaknya. Kata-kata mereka terus terngiang-ngiang, seolah berusaha merebut ruang dalam hatinya. Rin memejamkan matanya, mencoba menenangkan diri. Namun, usaha itu sia-sia.“Apa aku terlalu egois?” gumam Rin pada dirinya sendiri.Dia merasa bersalah kepada keduanya. Luca, dengan tatapan matanya yang tulus dan senyum hangatnya, selalu ada di saat dia merasa kehilangan arah. Lelaki itu memberinya rasa aman, meski dalam kondisi yang jauh dari kata normal.Dan Aidan… sahabat kecilnya yang selalu melindunginya. Aidan tahu segalanya tentang Rin, mulai dari kebiasaannya yang aneh hingga mimpi-mimpi kecil yang pernah dia ceritakan saat mereka masih kecil.“Kenapa aku

  • DIA ATAU DIA   Bab 21:Perasaan yang tak terucap

    Rin duduk di bangku taman sekolah, menatap kosong ke arah langit senja. Cahaya oranye keemasan membias di wajahnya, namun pikirannya melayang jauh. Sejak perpisahannya dengan Aidan, hatinya terasa kosong. Dia mencoba untuk tidak memikirkannya, tapi bayangan laki-laki itu terus muncul dalam benaknya.Luca yang duduk di sampingnya menatapnya dengan tatapan serius. “Kau sudah melamun sejak tadi. Apa yang kau pikirkan?”Rin tersentak dari lamunannya dan tersenyum kecil. “Tidak ada,” jawabnya singkat.Luca menghela napas, jelas tidak percaya. “Rin, aku bukan orang yang suka mendesak. Tapi, kau tahu kan? Aku selalu ada kalau kau ingin bercerita.”Rin menatap Luca. Mata biru kehijauannya berkilat lembut dalam cahaya senja, memberi kehangatan yang aneh di hatinya. Selama ini, Luca selalu menjadi tempatnya bersandar, memberikan kenyamanan yang dia butuhkan.Namun, ada sesuatu yang berbeda.Aidan.Nama itu muncul dalam pikirannya lagi. Rin menghela napas dalam, mencoba mengabaikannya.Luca tiba

  • DIA ATAU DIA   Bab 20: Janji yang tak terucap

    Angin malam berhembus lembut, membawa aroma tanah basah setelah hujan. Rin berdiri di depan Aidan, menatap matanya dengan penuh kebimbangan. Tangannya gemetar saat dia mencoba menggenggam jemari Aidan, seolah takut jika dia melepaskan, segalanya akan hilang begitu saja."Aidan..." suara Rin lirih, hampir tenggelam dalam hembusan angin. "Aku... aku tak tahu harus bagaimana."Aidan menatapnya dengan lembut, matanya penuh ketenangan yang selama ini selalu membuat Rin merasa aman. "Jangan takut, Rin," ujarnya, suaranya hangat seperti biasanya. "Aku di sini.""Tapi... bagaimana jika kita tak bisa bertemu lagi? Bagaimana jika semuanya berubah setelah ini?" Rin menggigit bibir bawahnya, menahan gemuruh di dadanya.Aidan tersenyum kecil, meskipun ada kesedihan di matanya. "Dengar, Rin. Tidak peduli seberapa jauh kita terpisah, hatiku akan selalu bersamamu. Kau tahu itu, kan?"Rin menatapnya lekat-lekat. Dia ingin percaya, sungguh. Tapi ada sesuatu dalam hatinya yang membuatnya begitu takut. S

  • DIA ATAU DIA   Bab 19: Luka yang tak terlihat

    Mobil melaju dengan cepat di jalanan sepi, hanya ditemani cahaya bulan yang samar-samar menyinari malam. Suasana di dalam mobil terasa hening, hanya terdengar deru mesin dan napas mereka yang masih memburu setelah kejadian tadi.Aidan duduk di kursi belakang bersama Rin, sementara Luca mengemudi dengan ekspresi serius. Luka di bahu Aidan masih mengeluarkan darah, tetapi dia tetap menahan sakit tanpa mengeluh.Rin menatapnya dengan mata yang penuh kekhawatiran. Dengan tangan gemetar, dia merobek sedikit ujung bajunya dan menekan luka Aidan agar pendarahan berhenti.“Aku baik-baik saja,” kata Aidan, meskipun wajahnya pucat.“Jangan berbohong,” Rin mendesis pelan. “Aku tahu kau kesakitan.”Aidan hanya tersenyum tipis, meskipun matanya menunjukkan kelelahan yang luar biasa. “Selama kau aman, itu sudah cukup untukku.”Hati Rin terasa diremas. Lelaki ini… selalu menomorsatukan dirinya, bahkan saat nyawanya sendiri dalam bahaya.Luca melirik ke kaca spion dan mendengus. “Kalau kalian mau rom

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status