Share

BAB 5. Rencana Baru

    

“Apakah mereka sering datang mengganggu?” tanya Jack.

“Yah, mereka adalah tukang tagih yang dipekerjakan bank. Mereka melakukan intimidasi, penghinaan dan lainnya, hanya agar mendapatkan uang tagihan!” jawab Tom. Jack mengangguk.

“Aku tidak melihat teman-teman mommy di pemakaman. Apakah tidak ada yang tahu peristiwa yang menimpanya?” tanya Jack mengalihkan pembahasan.

Tom menggeleng. “Itu juga salah satu hasil yang dicapai oleh para penagih,” jawab Tom. Dia mengikuti Jack masuk rumah.

“Apa maksudmu dengan hasil dari para penagih?” Jack tidak mengerti.

“Mereka menyebarkan berita miring dan fitnah tentang Nyonya muda, sehingga makin lama, temannya makin sedikit. Mereka menjauh agar tidak ikut tercemar,” jawab Tom serius.

Jack menggertakkan giginya geram. “Mereka sungguh tak tahu siapa yang sudah mereka usik!” ujarnya dingin.

Tom mengikuti Jack masuk rumah. Dia yakin bahwa keadaan akan lebih baik setelah Jack di rumah.

“Aku akan siapkan makan malam,” kata Tom sembari menuju dapur.

Jack pergi ke ruang kerja. Kenangan masa kecilnya muncul. Dia sering berlarian di seluruh rumah ataupun mengganggu kakek dan ibunya yang sedang bekerja. DIsentuhnya kursi tua yang masih dipertahankan ibunya. Ada fotonya dengan pakaian tentara di meja itu.

“Apa kau selalu merindukanmu, Mom?” Dengan hati hancur Jack duduk di kursi. Dia tak melakukan apapun selain memperhatikan setiap detail yang sangat dikenalnya. Jam meja tua yang masih berdetik tepat waktu peninggalan kakek, juga ada di sana.

Diraihnya jam penuh kenangan yang melestarikan kenangan manis masa kecilnya. Penyok akibat dulu dia menjatuhkannya, menjadi jejak nyata. Air matanya menetes tak terasa.

“Apakah aku mengecewakanmu, Grandpa?” Jack terpaku. Ingat bagaimana dulu kakeknya bersikeras agar dia ikut membantu ibunya mengelola perkebunan. “Perkebunan ini kubangun untuk menjamin hidupmu, Jack. Kau harus ikut serta mengelolanya!” bujuk kakeknya berulang kali.

“Aku akan membangun kembali perkebunan ini. Aku janji!” tekadnya. Jack tak dapat membiarkan warisan kakek hancur di tangannya, karena sekarang dialah satu-satunya pewaris.

“Jack, makan malam sudah siap!” suara Tom memanggil dari luar.

“Aku segera ke sana!” jawab Jack.

Malam ini roti kembali disajikan Tom. Mereka makan dalam hening hingga selesai makan. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing.

“Tom, apa idemu untuk mengelola kebun itu, agar kita bisa mendapatkan pemasukan?” tanya Jack. Dia memang buta tentang urusan perkebunan anggur.

“Aku tidak tahu, Jack. Seumur hidupku hanya bekerja mengurus tanaman anggur dan membuat wine saja.” Tom menggeleng.

“Aku pernah mendengar tentang agrowisata. Apakah menurutmu hal itu bisa kita lakukan?” tanya Jack.

“Entahlah. Sebagian besar perkebunan ini tidak cukup bagus untuk dipamerkan, Jack.” Tom menjawab lugas.

“Bagian mana yang masih bisa kita pertahankan?” tanya Jack. Dia masih antusias bisa mendapat pemasukan, sementara menunggu masa panen tanaman yang tersisa.

“Yang di atas bukit masih bagus,” jawab Tom.

“Mari kita lihat ke sana besok pagi. Bukankah pemandangan dari atas bukit ke arah lembah sangat bagus?”

Tom mengangguk. “Oke.”

***

            “Menakjubkan!” Jack merasa puas dengan pemandangan yang dilihatnya dari atas bukit itu. Sambil membuat sketsa di kertas yang dibawanya, Jack terus saja bergumam. “Kita buat tempat istirahat di sini. Pengunjung bisa mendapatkan spot foto natural yang sangat bagus dari sudut mana pun mereka berdiri.

            Tom mengikuti setiap langkah Jack dan membuat tanda di tempat-tempat yang diinginkan pria itu. Kemudian mereka beristirahat. Jack memperhatikan bunga-bunga anggur yang bergerombol. Dia sangat berharap semua itu bisa memberi hasil yang memuaskan.

            “Terima kasih sudah terus merawat tanaman ini, Tom,” kata Jack tulus.

            “Yang kuketahui hanya menjadi petani anggur, Jack!” Tom terkekeh geli. Rasanya dia sudah sangat lama tidak tertawa, sejak maslah tak henti mendera kediaman mereka.

Jack merangkul pundak Tom. “Kita akan membangunnya lagi. Aku janji, Tom!”

“Membangun lagi itu, akan butuh dana tak sedikit, Jack. Apa kau punya tabungan? Sebentar lagi pihak bank pasti akan kembali. Dan setelah apa yang dialami para penagihnya, mereka pasti tidak akan bersikap lunak lagi,” kata Tom.

“Untung kau mengingatkanku. Ayo antar aku ke bank untuk bicara dengan direkturnya!” ajak Jack.

Keduanya bergegas menuruni bukit, kembali ke kediaman. Sebuah panggilan masuk ke ponsel Jack. “Aku angkat telepon dulu.” Jack membiarkan Tom kembali lebih dulu ke rumah.

“Ya, Chief!” sahutnya.

“Aku sudah mengetahui tentang kasus racun tetrodotoxin yang menimpa ibumu. Apa kau butuh bantuan?”

Jack diam menimbang-nimbang. Dia tahu bahwa dengan menerima kebaikan atasannya, maka dia akan berhutang budi. Akan tetapi, kasus ibunya harus jelas dan terang. Dan Jack tahu, dia tak bisa hanya mengandalkan penelusuran polisi saja.

“Please. Aku memang ingin kasus ini jelas dan jernih. Aku ingin tahu siapa saja yang terlibat menghancurkan keluarga, pertanian dan membunuh ibuku. Akan tetapi, biarkan aku membereskan sisanya dengan tanganku sendiri!” kata Jack.

“Sesuai permintaanmu, Jack. Namun, kau juga jangan lupa tentang tugas yang harus kau emban!” Chief mengingatkan.

“Aku tahu. Waktuku masih empat hari. Apakah Lion, Tiger, Wolf, Falcon dan Hunter sudah kembali?” Jack mengingatkan persyaratannya.

“Mereka akan tiba di sana besok dan mempersiapkan segala sesuatunya!”

“Terima kasih, Chief!” Panggilan itu terputus.

“Jack!” Tom berteriak memanggil sambil melambaikan tangannya. Dia sudah siap dengan motor antik Jack. Pria itu lari menuruni kaki bukit. Tak lama keduanya meluncur pergi ke kota.

Tuan Fred sudah menunggu di depan kantor bank. Wajahnya cerah saat melihat Jack dan Tom sampai. “Aku meminta Tuan Fred datang, karena urusan bank dia lebih mengerti,” kata Tom.

“Terima kasih, Tom.”

“Apakah berkas-berkas pinjaman itu ada bersamamu, Tuan Fred?”

“Ya. Aku membawanya di sini!” Pria itu menunjukkan tas laptopnya.

“Kalau begitu, jangan ditunda lagi!” Jack berjalan lebih dulu. Tom dan Tuan Fred mengikuti di belakang.

Begitu mereka masuk ke bank, beberapa pasang mata mengamati. Namun, Jack tak peduli. Dia mengikuti arahan Tuan Fred untuk membuat janji dengan menejer peminjaman.

“Apakah kau mau membayar hutang, Fred?” seseorang berkata sinis.

“Dari mana mereka punya uang sejumlah itu. Mungkin mereka akan dengan rela hati melepaskan perkebunan itu setelah menyadari peringatan dari kematian Daniella!” timpal yang lain.

“Apa menurutmu dia mati karena itu?” pria pertama menambahi.

“Aku lebih curiga jika dia mati karena telah membuat cemburu wanita yang tak bisa diganggu!” Suara lain menimpali.

Ledakan tawa terdengar sebentar, lalu hilang setelah security mengingatkan mereka untuk tidak bersuara terlalu keras dan mengganggu orang lain.

            Jack berhenti melangkah dan membalikkan badan. Dia mengamati mereka semua dan menyimpannya dalam memory. “Siapa mereka?” tanya Jack pada Tuan Fred.

“Yang pendek berkulit pucat itu, Tuan Scott. Dia pemilik Meadow Bar,” jawab Tuan Fred.

“Dia menyukai nyonya muda dan pernah datang melamar, tapi ditolak.” Tom menambahkan informasi.

“Yang bertubuh tambun itu Tuan Reyes. Aku tidak tahu jelas pekerjaannya apa. Dia selalu berpenamilan perlente dan berada dalam lingkaran kekuasaan tinggi kota ini.” Tuan Fred mengangkat bahu.

“Kau ketinggalan informasi, Tuan Fred. Dia seorang broker saham. Seperti itulah yang pernah kudengar!” Tom menjelaskan.

“Dia lebih terlihat seperti seorang penjilat, ketimbang broker yang sukses!” ketus Jack.

“Pfftt!” Tom menahan tawanya dan menutup mulut dengan tangan.

“Yang seorang lagi itu, siapa?” tanya Jack masih penasaran pada pria ketiga. Pria yang bicara paling kasar dan berani menantang matanya.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
CitraAurora
semangat Update kak
goodnovel comment avatar
Papa_Yor
makin banyak tokoh baruu..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status