Home / Urban / DIALAH SANG DEWA PERANG / BAB 4. Pemakaman Daniella Lawrence

Share

BAB 4. Pemakaman Daniella Lawrence

Author: Seruling Emas
last update Last Updated: 2023-03-20 19:05:35

“Bagaimana hasil pemeriksaannya?” tanya Jack tak sabar.

Billy menyerahkan copy pemeriksaan pada Jack. “Satu lembar untukmu, satu untukku, satu untuk polisi,” katanya tanpa menjawab langsung pertanyaan itu.

Jack membaca dengan cepat apa yang tertulis. Penyebab kematian: Racun Tetrodotoxin! Jack terkejut. “Racun jenis apa ini?” tanyanya.

“Itu racun yang secara alami ada di alam. Tepatnya bisa ditemukan pada ikan buntal, katak, salamander, ataupun gurita cincin biru!” jelas Billy.

Mata Jack makin membesar. “Mommy alergi makanan laut! Tak mungkin dia akan memakan jenis makanan ini!” bantah Jack serius.

Billy menggeleng. “Memang tak ada sisa makanan itu di lambungnya. Racun itu bermula dari suntikan di pundak yang kau lihat kemarin malam!”

Suara Jack tercekat. “Seseorang meracuni mommy ….”

“Polisi harus menelusuri kasus pembunuhan ini dengan benar. Mommy juga kehilangan uang dalam jumlah besar di perjalanan ini. Dia dirampok!” desis Jack marah.

“Siapa yang kejam membunuh mommy, Tom? Dia selalu baik dan ramah pada semua orang!”

Tom merangkul pundak Jack. Dia melihat setetes air jatuh dari mata pria itu. Ketegaran Jack runtuh, menghadapi kenyataan pahit kepergian ibunya. Billy memberi kesempatan Jack untuk mengurai semua kesedihan dan kemarahannya. Bahkan ketika Wyatt datang untuk mengambil hasil pemeriksaan, polisi itu juga tak mengganggu Jack dan Tom.

“Kami akan membawa nyonya ke gereja, jika urusan di sini sudah selesai,” Tom mengambil alih urusan di sana. Jack butuh waktu untuk berduka cita dan bersama dengan ibunya sedikit lebih lama. Tom dengan pengertian yang dalam, memberinya waktu dan mengurus beberapa hal tanpa diminta.

“Sudah saatnya berangkat, Jack,” ujar Tom.

Jack mengangguk, mengikuti langkah Tom. “Kau Bersama dengan Wyatt saja. Aku akan mengiringi dengan motor di belakang.” Tom memutuskan. Jack mengangguk dan masuk ke mobil polisi. Bersama dengan Wyatt, pergi mengantar jasad mommy ke gereja untuk disemayamkan.

“Kalian bisa kembali kemari siang nanti. Kau akan melihat ibumu yang cantik terakhir kali, sebelum disemayamkan,” kata pendeta penuh pengertian.

Meskipun berat hati, Jack harus memberi waktu pada pihak gereja untuk mendandani ibunya sebelum dimakamkan. Memang tak ada yang bisa dilakukannya di sana saat ini. Jadi dia setuju dengan Tom untuk pulang dan kembali untuk berdoa siang nanti.

“Officer!” Jack menahan langkah Wyatt yang juga hendak pergi. Polisi itu berbalik dan menunggu Jack mendekat.

“Sekarang, kecurigaanku terbukti. Tolong selidiki kasus pembunuhan dan perampokan ini dengan benar!” tegas Jack.

“Perampokan apa? Ini kasus pembunuhan, Jack!” bantah Wyatt.

“Apa kau lupa yang dikatakan Tuan Fred bahwa mommy pulang dari perjalanan bisnis dengan membawa sejumlah besar uang? Sekarang uang itu menghilang. Bukti apa lagi yang kau mau?” desak Jack tak sabar.

“Tak ada bukti bahwa ibumu benar membawa uang dalam jumlah besar, Jack. Tanpa bukti itu, maka aku hanya akan mengejar ekorku sendiri!” bantah Wyatt.

“Jika kalian punya bukti kuitansi atau apapun tentang uang itu, segera laporkan padaku. Tanpa itu, maka ini hanyalah kasus pembunuhan!” Wyat membanting pintu mobilnya dan pergi.

“Sialan!” Jack menendang jalanan dengan marah. “Apa susahnya mempunyai praduga dulu? Dari situ baru cari bukti-bukti.” Jack menggeleng tak mengerti cara kerja kepolisian.

“Tenangkan dirimu. Mari kita pulang dan memikirkannya. Jika memang polisi butuh bukti, maka ayo kita coba cari!” bujuk Tom.

“Kau benar. Tampaknya memang lebih baik kita cari sendiri!” ketus Jack.

***

Sore hari hujan gerimis membasahi kota kecil itu. Tak ada seorang pun teman ibunya yang dulu dengan muka manis datang ke kediaman mereka untuk mendapatkan cipratan rejeki, yang menampakkan batang hidung. Hanya Jack, Tom, dan pihak gereja yang mendampingi sembari membacakan doa untuk mengantarkan Daniella Lawrence ke peristirahatan terkahirnya. Tak ketinggalan juga polisi yang mengawasi dari kejauhan.

Jack menyimpan kepahitan dan kebencian di hatinya pada semua orang yang tidak menghormati ibunya. Dia merekam mereka semua dalam hatinya. Orang-orang yang bermuka manis, seperti semut merubung gula, saat perkebunan mereka jaya.

Meadow Creek menggigil merasakan dendam kesumat yang tertanam dalam hati seorang pemuda yang selama ini percaya bahwa dunianya jauh lebih baik dari pada medan perang.

Jack meletakkan bunga lily putih kesukaan ibunya ke peti mati. Peti itu siap untuk diturunkan sekarang.

“Mommy, aku akan mencari siapapun yang membunuhmu. Aku akan memburu mereka seperti anjing dan membalasnya puluhan kali lipat!” sumpahnya di depan peti mati.

Di kejauhan, satu sosok misterius berdiri mengamati. Dia tidak merasa terganggu sama sekali pada hujan yang terus membasahi mantel panjangnya. Sebelum semua orang bubar, sosok itu sudah menghilang lebih dulu.

“Tom, coba kau bersihkan kamar granny. Aku akan membawanya pulang jika dokter sudah mengijinkan,” kata Jack setelah dia selesai menunggui makam mommy ditutup dengan rapi.

“Baik.”

Keduanya pulang ke kediaman naik motor. Di rumah, sudah menunggu empat pria bertubuh kekar yang datang menagih hutang bank. Sikap mereka yang kasar, membuat darah Tom mendidih.

“Hai Tom. Sebaiknya kau segera mencari induk semang baru. Karena kediaman ini akan segera disita dan berganti pemilik!” ujar orang itu congkak.

“Tidak! Pemilik perkebunan ini sudah datang. Kalian tidak akan bisa menguasai perkebunan ini” balas Tom puas. Dengan adanya Jack di sana, dia merasa berani membalas kata-kata kasar mereka.

“Hahaha … pemiliknya sudah mati. Apa kau kira nenek tua dan pikun itu bisa mengurusi perkebunan yang rumit dan banyak masalah ini?” ejeknya.

Tom menggeleng dan menyeringai. Lalu dia menoleh pada Jack. “Ini pemiliknya!” ujar Tom bangga.

Para penagih itu baru menyadari ada orang lain datang bersama Tom. Pria yang terlalu diam dan tidak mencolok, sehingga tidak menarik perhatian siapapun.

Sebuah tawa keras terdengar membahana. Orang-orang itu tertawa terpingkal-pingkal. “Kau mau membanggakan dirinya? Siapa dia? Apa dia anak haram Daniella?”  Ledakan tawa kembali terdengar.

Wajah Jack memerah mendengar penghinaan itu. Dia tidak pernah masalah diejek sebagai anak haram ibunya. Dia sudah mendapat penghinaan itu sedari kecil, karena ayahnya tak pernah menampakkan diri. Namun, Jack tidak akan mengampuni siapa pun yang menghina ibunya.

Jack melesat cepat dan melancarkan pukulan keras pada orang-orang bayaran yang ditugaskan pihak bank. Mereka semua terpental dan berdebum di tanah kotor. Rintihan disertaisumpah serapah terdengar. Jack masih terus menendang mereka dengan sepatu bootnya yang tebal. Suara tulang berderak terdengar beberapa kali.

“Pergi!” usir Jack dingin.

Empat orang itu lari terbirit-birit menuju mobil mereka yang diparkir dekat jalan masuk. Tagihan belum dapat, tidak masalah. Yang penting, menyelamatkan nyawa lebih dulu. Jack dan Tom mengawasi keempatnyaa pergi.

“Tunggu saja. Tidak ampun untukmu. Kau akan mendapatkan balasan karena sudah menyinggung kami!” teriak orang-orang itu dari dalam mobil, sebelum melajukannya dengan cepat.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rayhan Rawidh
debt collector di mana-mana sama aja.
goodnovel comment avatar
Papa_Yor
kok ngancem itu orang????
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • DIALAH SANG DEWA PERANG   Bab 148. Cinta Akan Menemukan Jalannya Sendiri

    Jack tidak mengerti sama sekali tentang urusan medis ini. Dia berpikir dan membuat dugaan-dugaan denagn beragam kemungkinan yang mungkin terjadi di lapangan, tanpa butuh banyak teori rumit. “Bagaimana jika kakek ternyata dihipnotis oleh orang lain agar melupakan semua hal yang dialaminya selama ini?” Jack terkejut sendiri denagn praduganya itu. Dengan cepat jarinya mengetik pesan pada Hudson untuk menyampaikan dugaannya pada dokter. Jack ingin dokter mencari ahli hipnoterapi untuk memeriksa kakeknya besok pagi! “Yah ... kita memang harus terbuka dengan segala kemungkinan!” gumamnya sendiri. Sebuah helikopter sudah menjemputnya di halaman rumah. Lion,Falcon, dan Ned, pergi menemani Jack ke pertemuan para pimpinan militer negara. Nyonya Smith juga turut serta dalam helikopter. Sebuah tas kerja yang menggelembung berada di pangguannya. Begitu Jack masuk dan duduk dengn baik, dia sudah menyerahkan tablet untuk dibaca sang jenderal muda. Granny dan Valerie menatap helikopter tentara it

  • DIALAH SANG DEWA PERANG   Bab 147. Keterlibatan Alessandro Garcia

    Pria bertopeng itu tak peduli. Dia terus berjalan menuju pintu keluar. “Itu kalau kau bisa bertahan hidup di penjara dan tidak dijatuhi hukuman mati!” balasnya sinis.Keesokan pagi, kepolisian Philadelphia gempar karena Calvin Fisher ditemukan tergeletak tak berdaya di pinggir jalan depan kantor polisi. Pria itu langsung dilarikan ke rumah sakit dengan kawalan polisi dari kedua kota untuk menyelamatkan nyawanya.Di Meadow Creek, Jack sarapan dengan puas. Six telah melaporkan hal itu padanya sebelum subuh. Hatinya menjadi tenang dan seringan kapas. “Kau harus sembuh, Brianna,” bisiknya dalam hati.Iring-iringan mobil Jack menembus jalanan y ang ditutupi salju tipis. Kecepatan mereka tidak melebihi batas yang diperbolehkan, karena jalanan licin dan berbahaya. Tiba-tiba muncul seseorang yang tubuhnya penuh salju dan pucat, berdiri merenangkan tangan menghadang laju mobil.Para pengawal Jack segera waspada dan mengacungkan pistol lewat jendela pada orang itu sambil menurunkan kecepatan.“

  • DIALAH SANG DEWA PERANG   Bab 146. Pilihan yang Tak Bisa Ditolak

    Hudson menggeleng tak berdaya. “Itu nomor private. Tak ada jejak panggilan di ponsel.”Jack diam dan memperhatikan kakeknya. “Aku terlalu letih dengan banyaknya rahasia masa lalumu. Aku tidak akan mempedulikannya lagi. Jika kau ingin aku mencari orang itu, maka sadarlah dan ceritakan masalahnya padaku. Jika tidak, aku tak ingin menggalinya. Biarkan dia muncul sediri jika berani!”Dokter tidak mengatakan ada yang buruk dengan kondisinya, selain pingsan yang diperkirakan karena kejutan kecil. Namun, tidak sampai membuat Edward Hamilton mengalami serangan jantung. Mereka sudah melakukan tes dan tidak melihat ada yang salah di jantungnya.“Aku akan istirahat di sini, malam ini. Kau bisa pulang dan istirahat di rumah. Hanya saja, besok pagi aku harus kembali bekerja.” Jack menjelaskan posisinya yang sulit.“Saya mengerti.” Hudson mengangguk.Malam itu Jack menghubungi Brodie Baker untuk datang dan membawakan laporan perusahaan yang membutuhkan persetujuannya ke rumah sakit. Dia mungkin aka

  • DIALAH SANG DEWA PERANG   Bab 145. Pemakaman Vladimir Deska

    Jack tercengang mendengar pengakuan Six. Dia menggeleng gusar. “Kau sangat tahu. Dengan posisiku di ketentaraan, aku tidak akan membiarkan tindakan main hakim sendiri seperti ini!” dengusnya kasar. “Jangan khawatir, jika terjadi sesuatu, akulah yang akan bertanggung jawab. Kami sangat tahu bahwa kau telah membahayakan karier militermu dengan mengambil alih kepemimpinan kelompok dalam masa krisis ini. Kami sangat berterima kasih untuk itu.” Six mengangkat tubuhnya yang semula membungkuk jadi duduk tegak dan menoleh pada Jack di samping. “Kami semua sudah menyepakati bahwa kami tidak akan pernah menyebutmu sebagai pimpinan jika terjadi hal yang mungkin akan menyeret kita semua ke ranah hukum!” Jack tak menyangka akan mendengar hal seperti itu. Kalian ....” Six mengangguk. “Kau jangan merasa terbebani dengan Kelompok Bawah Tanah. Sedikit hal yang kusesali tentang keinginan Deska yang menjodohkanmu dengan Brianna, meskipun dia mengetahui pekerjaanmu.” Six berdiri dan menghampiri lagi

  • DIALAH SANG DEWA PERANG   Bab 144. Rencana Pembalasan Six

    Para pelayan di kediaman Deska langsung menyiapkan pemakaman untuk keesokan hari setelah mendapatkan informasi resmi tentang meninggalnya tuan mereka. Sementara itu, Jack dan pelayan pribadi Vladimir Deska tetap menunggu hingga semua prosedur selesai. Mereka membawa pulang peti jenazah Deska beberapa jam kemudian saat malam sudah turun.Jack mengabarkan pada Tuan Fredd bahwa dia tak bisa pulang, karena ayah mertuanya meninggal hari itu. Dia akan tinggal hingga pemakaman selesai dilakukan.Wajah seisi rumah itu diliputi kesedihan mendalam. Apapun pekerjaan Vladimir Deska di luar, dia tetaplah majikan yang baik pada para pekerjanya di rumah itu. Hingga tengah malam, makin banyak tamu dan perwakilan perusahaan yang datang ke kediaman dan melihat Vladimir Deska untuk terakhir kali.“Kami tidak melihat Brianna sejak tadi. DI mana kah dia?” tanya salah seorang tamu pada pelayan rumah.“Nona juga sedang sakit saat ini. Itu sebabnya tidak bisa hadir di sini,” jawab salah seorang pelayan.“Sa

  • DIALAH SANG DEWA PERANG   Bab 143. Akhir Vladimir Deska

    Jack melangkah cepat mengikuti pelayan pribadi Vladimir Deska yang menunggunya di helipad.“Bagaimana keadaannya sejauh ini?” tanya Jack.“Tak ada kemajuan, Tuan Muda,” jawab pria itu lesu.Jack melirik pria di sampingnya. Pelayan itu tampak sangat letih, tapi tetap berusaha sigap melayani tuannya.“Kau bisa istirahat sebentar setelah ini. Biar aku yang menjaga Tuan Deska!” kata Jack.“Saya tahu Anda murah hati, Tuan Muda. Namun, saya juga tahu bahwa Anda pun memiliki banyak hal untuk diurus. Saya tidak akan membebani Anda lebih jauh,” tolaknya dengan penuh pengertian.Jack memaksa jika memang pria itu merasa masih sanggup melakukan tugasnya. Mereka memasuki lift menuju lantai perawatan Vladimir Deska.Jack menatap nanar mertuanya terbaring dengan begitu banyak alat bantu di tubuhnya. Pria yang pernah sangat berkuasa di Kelompok Bawah Tanah itu, kini terbaring tak berdaya. Bahkan untuk menarik napas saja sudah tak mampu.“Tuan Muda, Dokter ingin bertemu dengan Anda.” Pelayan pribadi i

  • DIALAH SANG DEWA PERANG   Bab 142. Orang Tak Dikenal

    Tuan Fredd menatap Jack khawatir. “Jangan gegabah, Jack. Itu hanya akan merugikan dirimu sendiri!”“Kita lihat saja nanti!”Jack mendengus kasar. Masih dengan perasaan jengkel dia menyusul Granny keluar dari ruang sidang. Mereka masih harus menunggu satu jam lagi sebelum para juri selesai mengambil keputusan.Ganny terlihat murung di kursi rodanya. Jack datang mendekat. “Ganny ingin minuman?” tawarnya.Tak jauh dari mereka berdiri, ada vending machine tempat menjual minuman. Jack mengeluakan uang agar semua orang bisa membeli minuman jika haus.Tak lama Valeri kembali dan menyodorkan sebotol air mineral serta roti lapis yang dikemas dengan sangat rapi. Granny menerimanya dan segera menikmati makanan kecil itu.“Jangan khawatirkan apa pun, Nyonya. Juri pasti bisa melihat bahwa pria itu memang pembunuhnya. Apa yang telah dilakukannya tidak akan diabaikan begitu saja hanya kanya karena pengakuan dia dibayar mahal,” kata Tuan Fredd.“Benar. Bukankah denagn pernyataan seperti itu dia justr

  • DIALAH SANG DEWA PERANG   Bab 141. Kejutan dari Leland

    Jack melaporkan apa yang terjadi di Pensylvania pada Six. Dia ingin kelompok itu tenang karena semua sudah menjadi lebih terang dan jelas. Teman-teman mereka telah dievakuasi dari orang-orang yang datang menyerang. Sekarang tinggal menunggu hasil penyelidikan polisi pada kasus yang ada di sana.Jack hanya berharap tak ada hal uang akan membahayakan karirnya dari tempat itu. Dia hanya ingin semua masalahnya segera selesai dan bisa melepaskan diri dari pernikahan dengan Brianna secepatnya.“Apa kau sudah siap untuk ke pengadilan?” tanya Granny dari depan pintu kamarnya.Valerie terlihat lebih segar pagi itu, dengan gaun simpel berwarna biru langit berpadu putih. Menyadari Jack mengamatinya, wanita muda itu menunduk, lalu berbalik ke kamar Granny.“Tas Anda tertinggal di kamar,” bisiknya halus pada nenek Jack.“Oh, tolong ambilkan,” kata Granny cepat. Saat itu Valerie sudah masuk ke dalam kamar.eJack melangkah ke dekat neneknya. “Nenek cantik sekali pagi ini,” pujiya sambil tersenyum se

  • DIALAH SANG DEWA PERANG   Bab 140. Penangkapan Damon dan Penggrebekan

    Di tengah kota pada dini hari itu, sebuah mobil yang sedang ngebut di jalan raya, terpantau oleh pengawas lalu lintas. Sebuah mobil polisi langsung mengejar untuk menghentikannya. Suara sirinenya meraung di kota yang masih tertidur lelap.Mata Falcon terbuka lebar dan dia segera bangkit dari tempat tidur, mengintip dari jendela untuk mengawasi keadaan di luar. Diperkirakannya suara sirine itu kemungkin berada satu atau dua blok dari tempatnya berada.Menyadari sura tersebut justru makin mendekat, Falcon muai menaruh perhatian yang lebih besar. Dia keluar ke balkon kamar dan memperhatikan dengan seksama di mana posisi kendaraan polisi tersebut.“Mereka menuju ke sini!” Falcon masuk lagi ke kamar karena sepertinya mobil polisi itu tertahan cukup jauh di persimpangan. Dia keluar lagi dengan membawa teropong kecil untuk mengamati.Tak lama terdengar suara tembakan yang nyaring meningkahi suara sirine yang masih terus menyala. Disambut oleh balasan tembakan lainnya. Hal itu berhasil meng

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status