Share

Bab 6. Negosiasi Bank

“Oh, dia Tuan Colt Junior. Pemilik perkebunan anggur di desa sebelah. Dia kandidat pertama yang mendaftarkan diri dalam list lelang perkebunan kita, jika disita oleh bank!” Tuan Fred tak menyembuntikan wajah tak senangnya.

“Mereka seperti burung bangkai yang mengelilingi pertanian dan berharap kita segera jatuh!”

Tom juga mulai berani menyuarakan ketidak sukaannya. Biasanya dia hanya mengamati saja setia orang yang dengan sombong datang dan dengan sombong menilai perkebunana mereka. Seperti ingin mengatakan bahwa mereka punya uang untuk membeli apapun yang mereka mau!

“Jack Hamilton!” panggil petugas bank. Ketiganya langsung menoleh, kemudian mengikuti langkah wanita itu ke ruangan dalam.

Dua jam berikutnya, Jack, Tuan Fred dan Tom keluar ruangan dengan wajah cerah. Mereka melangkah lebar. Tom bahkan sengaja mengangkat dagunya lebih tinggi untuk menunjukkan kebanggaannya.

Para burung bangkai yang sudah mengincar tanah perkebunan itu, menatap mereka dengan tampang lesu. Harapan untuk segera mendapatkan tanah itu dengan harga murah, ternyata harus kembali kandas.

“Siapa pria yang bersama Tuan Fred? Sepertinya bawahan Daniella sangat menghormatinya,” tanya seseorang.

“Aku dengar kabar angin kalau putra haram Daniella sudah kembali dari medan perang,” bisik yang lain.

Mereka melihat ke jendela. Pria muda asing itu naik motor bersama Tom, sementara Tuan Fred mengambil jalan lain.

“Kalau kulihat, dia bukanlah tentara yang hebat dan kaya. Lihat saja apa yang dikendarainya. Motor tua milik kakeknya dulu juga!” yang lain menimpali.

“Hahaha … dan mereka sudah begitu sombong di depan kita!”

“Biarkan dan kita lihat saja. Mau berapa lama mereka menegosiasi ulang pinjaman bank? Jika cicilan berikutnya tidak dapat dibayar, apa menurutmu bank akan memberi toleransi lagi?” seseorang menyeringai lebar dan culas.

“Kau sangat cerdas!” puji yang lain. Mereka sudah punya gambaran rencana di kepala masing-masing.

“Bagaimana keadaan granny?” tanya Jack saat mereka melangkah keluar bank.

“Nyonya sudah sadar,” sahut Tuan Fred.

“Bagus sekali. Nanti aku akan ke sana. Sebelumnya, coba tanyakan pada dokter, apakah granny sudah bisa dibawa pulang,” ujar Jack.

“Akan kutanyakan. Sekarang kalian mau ke mana?” tanya Tuan Fred.

“Aku mau ke kantor polisi dan menanyakan perkembangan kasus mommy,” sahut Jack.

“Baiklah. Sampai jumpa, Jack!” Tuan Fred melanjutkan langkahnya menuju halte bis. Dia harus kembali ke rumah sakit.

Jack dan Tom meluncur ke kantor polisi. “Tom, apakah yang terjadi di kota ini, sekarang?” tanya Jack. Dia melihat sekumpulan pria bergerombol dan Jack bisa lihat sesuatu di punggul salah seorang.

“Kota ini sudah dimasuki oleh semacam mafia. Apakah kau bertemu dengan salah satu kelompok tadi malam?” tanya Tom.

“Ya! Dia bilang namanya Eddy. Dia menyukai motor ini dan ingin membelinya,” sahut Jack

“Berhati-hatilah, Jack. Polisi tampaknya tak bisa berbuat apa-apa dan membiarkan saja mereka makin berkembang di sini.” Tom terdengar kecewa.

Jack hanya mendengarkan. DIa pribadi juga tak mau berurusan dengan para geng itu. Selama dirinya tidak diusik, maka Jack juga tak akan peduli.

Sampai di kantor polisi, seorang petugas menahan Jack yang ingin masuk ke ruangan. “Ingin bertemu siapa?” tanyanya.

“Detektif Wyatt,” jawab Jack.

“Urusan?” tanya polisi itu sambil menulis di buku pengunjung.

“Pembunuhan Daniella Lawrence!” Jack mulai tak sabar.

“Baik, kau bisa masuk ke---”

“Aku tahu. Aku sudah ke sini kemarin!” Jack langsung melangkah masuk diiringi Tom yang menahan senyum.

:Oh, Jack! Kebetulan sekali. Aku baru saja mendapatkan informasi kasus ibumu.” Wyatt berjalan mendekat dengan selembar kertas di tangan.

“Ini panggilan telepon ibumu seminggu terakhir. Aku sudah membuat copy untukmu. Apa kau tau nomor-nomor ini?” tanya Wyatt.

Jack menggeleng. Dia hanya menunjuk satu nomor yang dikenalnya. “Ini nomorku. Aku melakukan panggilan terakhir minggu lalu.”

“Baik. Akan kucoret nomor ini dari daftar tersangka.” Wyatt langsung mencoret nomor itu dan menerakan mana Jack di situ.

“Karena menurut Tuan Fred dan Tom mommy melakukan perjalanan bisnis terakhir kali, aku yakin dia melakukan banyak panggilan telepon bisnis. Jadi, akan kutanyakan pada Tuan Fred, tentang nomor-nomor ini.” Jack mengambil copy lembaran miliknya.

“Mari kita bekerjasama membongkar kasus ini, Jack. Kita tentu tak mau ada kasus pembunuhan dengan racun lagi di masa depan,” Wyatt menawarkan kerja sama.

Jack mengangguk dan mengulurkan tangannya pada polisis itu. “Terima kasih officer. Aku akan menagbari Anda nama-nama yang kudapat di sini.”

Jack dan Tom keluar. “Aku harus ke rumah sakit, Tom.”

“Aku akan langsung pulang saja,” jawab Tom mengerti.

“Kau bawa saja motor pulang.” Jack menyerahkan kunci motor pada Tom.

“Kau bagaimana?” tanya pria iyu.

“Aku masih tahu bis yang mengarah ke sana, Tom. Aku besar dan sekolah di kota ini juga. Jangan khawatirkan.” Jack melangkah pergi menuju halte bis yang tak jauh dari kantor polisi.

***

“Apa anda mengenal nomor-nomor yang ada dalam daftar ini, Tuan Fred?” tanya Tom.

“Biar kuperiksa sebentar.” Tuan Fred mengambil kertas yang diberikan Jack dan duduk di luar kamar. Dibiarkannya Jack bersama dengan Nyonya Mathilda, neneknya.

“Granny, aku Jack. Aku sudah pulang. Cepatlah sembuh,” ujar Jack lembut.

Wanita tua yang rambutnya sudha hampir kelabu seluruhnya itu, mengangkat tangan dengan gemetar. Jack mendekatkan wajahnya ke tangan granny. Dibiarkannya neneknya mengusap-usap wajah serta kepalanya. Air mata keduanya menetes tanpa terasa.

“J-jack!” kata itu akhirnya keluar juga setelah dia berusaha keras untuk bisa mengatakannya.

Jack mengangkat kepala dan memeluk neneknya haru. Itu perkembangan bagus. Sekarang nenek sudah mengenalinya. “Ini aku, Granny.”

“Jika dokter sudah mengijinkan, Granny akan kubawa pulang,” lanjut Jack dengan senyum menenangkan.

Tangan neneknya masih terangkat dengan gemetar. Jack segera menggenggamnya. “Aku sudah kembali. Jangan khawatirkan apapun lagi,” katanya lembut.

Nenek masih ingin mengucapkan sesuatu, tapi sepertinya sangat sulit. Jack berusaha membantu. “Granny ingin minum?” wanita tua itu menggeleng. Setelah beberapa tebakan salah, Jack akhirnya menyebut kata mommy. Neneknya mengangguk dengan mata berkaca-kaca dan wajah sedih yang tak dapat dilupakan Jack.

“Aku akan mencari siapa pun juga yang terlibat dalam pembunuhan mommy. Akan kubalas hingga mereka tidak bisa memilih antara mati atau hidup dalam neraka!” janji Jack.

Wajah granny sangat sedih. Air matanya menetes perlahan. “Jangan sedih Granny. Kami sudah memakamkan mommy dengan layak, di sebelah makam granpa. Dia sangat cantik di waktu kepergiannya,” hibur Jack.

Seorang perawat masuk ruangan. “Anda siapa?” tanyanya pada Jack.

“Saya Jack, cucu Granny,” jawab Jack.

Perawat itu mengangguk. “Tadi Tuan Fred meminta pemindahan pasien Nyonya Mathilda. Dokter sudah memberikan ijin. Anda bisa melunasi biaya rumah sakit agar ijinnya keluar. Jack mengangguk dan menerima berkas yang disodorkan.

Perawat itu berkata ragu, “Nyonya Mathilda akan butuh perawat profesional untuk merawatnya di rumah, karena dia belum mampu mlakukan aktifitasnya sendiri. Tentu Anda sangat bisa melakuannya jika punya cukup waktu.”

“Aku akan menyewa perawat saja. Apakah Anda punya referensi perawat yang bagus?” tanya Jack.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Papa_Yor
semoga cepat sembuh nyonya~
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status