Share

Diusir Dari Rumah

Alisha berteriak seraya mencoba untuk mengambil ponsel dari ayahnya. Namun, Anjas segera menangkap tubuhnya sehingga ia tidak dapat mencegah kemarahan ayahnya. "Ayah, ini tidak seperti yang kau---" Plak! Penjelasan gadis ini terhenti mana kala ayahnya menampar keras wajah kirinya. Gadis ini merasakan sakit dan tiba-tiba merasakan pusing. 

"Dasar anak durhaka! Inikah balasanku selama ini?" Indra membentak sambil memperlihatkan rekaman video Alisha sedang tidur bersama tiga orang lelaki di kamar hotel. 

Alisha terkejut karena ia mengenali bahwa kamar itu adalah kamar yang semalam ditempatinya. "Nggak, itu bukan aku, Pak!" 

"Ini jelas-jelas kamu.'' Nadya mengambil alih ponsel Anjas dari tangan suaminya lalu memaksa Alisha untuk memperhatikan video itu.

"Anjas, bela aku!" desak Alisha. 

"Aku awalnya nggak nyangka, tapi itulah kenyataannya,'' jawab Anjas dengan wajah lesu dan kecewa.

Alisha tidak menyangka bahwa ibunya dan Anjas akan merencanakan neraka untuknya. Gadis ini menangis histeris sambil melepaskan diri dari Anjas yang masih memeganginya. "Kalian jahat! Aku difitnah, tapi nggak seorang pun mau membelaku, termasuk kamu, Pak." Plak! Alisha kembali mendapatkan tamparan. Gadis ini mengusap pipinya yang kini mulai meninggalkan bekas biru. 

"Pergi kamu dari rumahku dan jangan harap dapat kembali ke rumah ini!" Indra mengusir Alisha.

Alisha terkejut, sontak ia melihat ayahnya untuk memastikan bahwa ia tidak salah mendengar. "Papa?"

"Pergi!" teriak Indra sambil mendorong Alisha.

Alisha melihat ibu tirinya dan juga Anjas. Mereka yang telah membuatnya menderita. "Papa, mereka berdua yang bersalah, tapi aku anak kandungmu malah menjadi korban."

"Diam!" bentak Indra.

"Papa!" Alisha balas berteriak.

"Jangan berteriak padaku seolah kamu yang benar. Sekarang pergi dari sini sebelum orang di sekitar kita mengetahui keburukanmu!"

Alisha terpaksa pergi tanpa membawa apa pun. Ia diusir tanpa diberikan uang. Gadis ini menangis sambil melihat rumahnya. Kenangan manis telah dilewati ketika masih bersama mendiang ibunya, tapi penderitaan dimulai sejak ayahnya menikahi perempuan ular itu. Gadis ini perlahan berjalan sambil menyentuh perutnya. Ia tak tahu harus pergi ke manalagi dengan membawa beban kehidupan di dalam perutnya. Gadis malang ini menyesal tidak mendengarkan Dani.

***

Pada jam 18:40, adzan Magrib terdengar. Alisha melihat ke arah kiri, di sanalah Masjid. Gadis ini merasa lapar, ia melihat beberapa orang sedang berjalan menuju Masjid. Terbesit keinginan untuk meminta bantuan salah seorang dari mereka, tetapi ia malu untuk mengatakannya. Akhirnya gadis ini hanya mampu terdiam sambil berdoa semoga Tuhan memberikan bantuan untuknya.

"Dek, kenapa duduk di sini?" Seorang wanita bertanya, ia mengenakan mukena bagian atas sedangkan bagian bawah ia pegangi. 

Alisha mendongak melihat perempuan berumur 35 tahun itu. "Aku sedang menunggu teman, Tante."

"Temanmu dari tadi ke mana? Aku melihatmu sudah duduk di sini dari siang tadi. Aku melihatmu dari tokoku di seberang sana," katanya sambil menunjuk toko material di seberang mereka. 

"Dia berhalangan, tapi nanti juga datang, kok."

"Hem, iya, deh. Tante tinggal dulu, ya, mau salat dulu. Apa kamu mau ikut salat?" 

Gadis ini melirik ke arah Masjid, lalu menggeleng. "Nggak."

"Tante ke sana, ya?"

"Iya, Tante." 

Luna kembali terdiam saat perempuan itu meninggalkannya. Ia tidak tahu harus memikirkan cara untuk mendapatkan tempat tinggal. 

Beberapa jam berlalu. Perut gadis ini telah berbunyi, tapi ia menahannya sambil menangis. Sesekali ia menekan perutnya, tak peduli di dalam dirinya berada bayi yang seharusnya dijaga baik-baik olehnya. 

"Mau ikut, Om, nggak?" 

Alisha terkejut mendengar suara seorang lelaki. Ia mendongak melihat lelaki berumur 40 tahun. Gadis ini mengusap air matanya. "Ke mana, Om?"

"Makan dulu di warung, yuk!"

Gadis ini terdiam sesaat. Ia memertimbangkan tawaran dari lelaki itu. 

"Aku lihat kamu sudah duduk di sini sejak siang tadi. Ini sudah jam 12, loh, tapi kamu masih duduk di sini sambil meremas perut kamu."

Gadis ini tak dapat lagi menahan kesedihannya. Ia mengangguk. "Terima kasih, Om."

"Ayo, ikut, Om." 

Luna terpaksa menerima tawaran dari lelaki itu. Ia berharap dirinya tidak mendapatkan kemalangan lagi. Lelaki itu mengajaknya ke warung makan milik Ibu Ibar. Kebetulan warung makan terbesar di situ adalah milik Ibu Ibar. 

"Duduk dan pesan makanan!"

Alisha duduk, ia melihat menu yang terpampang di dinding. Gadis ini mulai membaca menu. 

"Makanan apa yang mau kamu makan?" tanya lelaki berpakaian merah ini.

Gadis ini terkejut. "Air putih dan nasi campur saja."

"Siapa ini Tua Madin?" tanya pemilik warung. Tua adalah panggilan orang yang lebih 'tua' artinya paman bagi suku Kutai Kalimantan Timur.

"Dia duduk di pinggir jalan. Katanya nungguin teman, tapi sudah malam gini juga belum datang," jawab Madin. 

"Kasihannya," desis Ibu Ibar. "Hendak ke mana kita?" Kita artinya kamu dalam bahasa Kutai.

"Diajakin teman kerja," jawab Alisha berdusta. 

"Dari mana grang kita berdiam?" Grang artinya 'kah'.

"Palikpapan," jawab Luna pelan.

Ibu Ibar telah menyajikan makanan untuk Luna. Ia kembali melayani pelanggan lain.

Alisha makan dengan lahap. Hampir saja ia muntah karena terlalu terburu-buru. Beruntung Madin segera memberinya segelas air putih. "Terima kasih, Om."

"Om, punya pekerjaan untukmu kalau kamu mau, sih."

Alisha menatap paman itu dengan mata yang berbinar. "Apa itu, Om?"

"Makan aja dulu, nanti om ajak kamu ke tempat om." Lelaki ini mengeluarkan sebatang rokok lalu merokok dengan santainya.

Luna terdiam karena memikirkan pekerjaan yang akan diberikan oleh lelaki di sampingnya itu. "Aku takut, tapi kalau berdiam di sini aku juga nggak punya tempat tinggal."

AINAYOUNG

Diusir setelah difitnah. Apa rasanya jika kamu jadi dia?

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status