"Arthur De Angelo!"Telinga sang bocah langsung tegak seperti kelinci yang mendengar ancaman dari musuh. Tapi ini bukan musuh, ini alarm tanda bahaya dari sang kakek.Dari tempatnya mancing koi, dia bisa melihat Edgar yang sudah dua hari tidak pulang. Urusan bisnis katanya, berdiri di ambang pintu sambil berkacak pinggang."Ishh, Kakek bikin koi aku kabur." Alih-alih takut, Arthur justru menggerutu."Anaknya Al bener-bener gak ada lawan. Kenapa kamu retas kartunya kakek gak bilang-bilang." Marah Edgar tanpa basa basi."Kalau bilang namanya minta. Bukan retas. Jumlahnya enggak banyak, Kek. Cuma dua juta."Iya, cuma dua juta. Jumlah segitu memang "cuma" bagi Edgar. "Bukan masalah dua jutanya. Etikamu mana. Kakek gak marah kamu mau minta semiliarpun, tapi ngomong. Gak retas kartu Kakek. Kakek kan mikirnya jadi aneh-aneh. Tolong, Kakek masih pengen gelut sama kamu sampai kamu punya bayi, jangan dibikin kena serangan jantung sekarang."Menangis Edgar di depan Arthur. Sekali lagi bukan mas
Di ujung telepon, Yue terpaku. Kakaknya menyuruh dia tinggal sementara di rumah temannya, yang artinya di rumah kakek Arthur. Yang benar saja.Tidak! Tidak mungkin, Yue harus kembali ke asrama, tinggalkan tempat ini. Tapi ...."Bagaimana jika orang itu kembali untuk menculikmu?"Ucapan Sergie terngiang di telinga Yue. Bagaimana ini? Dia sendiri sudah melihat rekaman kamera pengawas yang ada di bandul kalungnya.Mereka sangat seram. Saat Yue pingsan seseorang menghubungi para preman itu. Orang tersebut bilang kalau mereka bisa berbuat sesuka hati pada Yue.Merinding Yue waktu mendengarkan. Kalau begini caranya dia jadi takut kembali ke asrama. Takut mereka sungguh mendatanginya lagi."Tapi tujuan mereka apa? Aku tidak merasa punya musuh. Kakak juga kerja di laboratorium. Jarang berhubungan dengan orang luar."Yue bingung sendiri. Lebih bingung lagi, bagaimana dia sekarang. Apa yang akan dia lakukan. Selain itu, kenapa kakaknya minta dirinya tinggal di luar. Apa kakaknya tahu kalau dia
"Dan kamu setuju? Lalu jika Arthur bertanya itu kecebong keluarnya dari mana, aku harus jawab apa?"Lah masih ribut urusan kecebong dan adik bayi. Pasangan Inzaghi terlibat diskusi bisik-bisik, pasalnya Arthur tidak mau tidur di kamarnya sendiri. Jadilah bocah itu meringkuk di kasur besar orang tuanya."Jangan keras-keras, nanti dia bangun. Apa salahnya memberi pendidikan seks untuknya," balas Al tak kalah lirih."Dia masih enam tahun, Al. Apa yang bisa dilakukan anak umur segitu?" Serena mulai emosi."Heh, kamu tidak lihat berita terbaru. Ada anak-anak yang pegang punya temannya gegara nonton video di hape.""Arthur gak pernah nonton video begituan," sergah Serena."Kamu mana tahu. Anakmu itu cerdas di atas rata-rata. Penting buat kita untuk memberitahunya, sampai di mana batasannya. Aku tidak peduli anak lain, tapi anak-anakku beda. Apalagi Arthur."Al memegang dua bahu istrinya. Coba meyakinkan Serena kalau yang dilakukan Beita tidak salah. "Selama dia paham dengan apa yang kita j
Terpaksalah Sergie menggendong Yue ke kamar tamu. Di depannya ada Arthur yang terus mengoceh soal Yue yang juga suka drone.Keduanya tidak tahu kalau jantung Sergie jedag jedug di dalam sana. Apalagi ketika kepala Yue menelusup tepat di lehernya. Rasanya bernapas saja jadi susah.Perjalanan menuju kamar tamu yang biasanya hanya lima menit, kini serasa seabad tidak sampai-sampai. Hingga akhirnya "derita" Sergie berakhir ketika Yue ia baringkan di ranjang. Dengan Niel sigap memeriksa.Niel, pria sebaya Edgar yang jadi pengganti Rud. Sama-sama sudah ingin pensiun dari dunia masing-masing, keduanya yang memang sahabat sejak muda lagi, setuju untuk tinggal bersama Edgar.Berdua sering kali menghabiskan waktu dengan menjaga Arthur sepulang sekolah."Dia hanya dibius kan? Tidak ada yang bahaya dengan itu, tinggal tunggu dia bangun saja.""Dia tidak diapa-apain kan?" Serena bertanya, mengingat cerita Arthur kalau Yue diculik."Aku jagain dia waktu Om Sergie berantem. Tenang saja, dia tidak di
"Kita perlu bantuan.""Gak usah. Nungguin anak buah Om Felix datang, keburu bablas mereka. Sudah deh, Om pasti bisa ngalahin mereka."Aku? Sergie menunjuk wajahnya sendiri."Mereka kan gak banyak Om. Lagian badannya Om lebih gede ini, masak kalah sama mereka."Ini bukan soal size, tapi perkara skill. Badan lawan mereka memang tidak besar, tapi bagaimana jika kemampuan mereka di atas rata-rata. Bisa jadi pasien Max lagi dia."Itu Om. Itu mobil mereka. Pepet terus."Lah kan betapa cerewetnya Arthur. Dia sangat antusias melihat mobil yang digunakan untuk membawa Yue.Tanpa diperintah, Sergie juga bakal lakukan itu. Dia pangkas jarak kendaraan keduanya. Kaca mobil yang gelap membuat Sergie tidak bisa memantau keadaan di dalam.Yang ada di benak Sergi adalah bagaimana jika orang-orang itu melakukan hal buruk pada Yue. Gadis itu tampak muda juga baik. Tidak rela rasanya jika Yue harus jadi korban kejahatan sejumlah orang yang tidak bertanggungjawab.Memikirkan hal itu, Sergie langsung memo
Glen menggenggam erat ponselnya. Dia sudah mempertimbangkan masak-masak, juga mengambil langkah pencegahan saat dia memutuskan.Dia hanya punya seorang adik, dan identitasnya tidak pernah terungkap ke publik. Dia yakin, adiknya aman. Urusan balas budi dia akan membayarnya dengan cara lain.Tapi mengkhianati Max dan yang lainnya, Glen tidak akan melakukannya."Kamu sedang apa?"Pertanyaan itu membuat Glen menoleh. Di mendapati sang nyonya tengah memperhatikannya. Serena sendiri cukup heran melihat Glen berdiri di area terlarang. Ini cukup mencurigakan. Meski punya wewenang, Glen tampak aneh waktu memandang Rever di dalam kotak penyimpanannya. "Sedang mengecek mereka."Mereka tentu saja mengacu pada Rever dan Vrai. Serena mengangguk paham, walau tetap memendam heran. Ekspresi Glen tampak natural tapi Serena bisa menangkap sisi rumit dalam tatapan Glen pada Rever."Ada yang bisa saya bantu, Nyonya?"Pertanyaan Glen membuat Serena teringat tujuannya ke sini. "Minta obat, Al mendadak be