"Mati kau! Mati kau!" Ucap Serena seraya memasukkan cairan bening transparan tanpa warna ke dalam sup yang terhidang di meja makan.Gadis itu dengan cepat mengaduknya. Lantas berlari naik ke kamarnya kembali, begitu mendengar suara mobil mendekat. Beberapa orang di The Palace akan ada yang pulang untuk makan malam. Al termasuk yang paling tepat waktu saat makan malam. Sesuai harapan Serena, Al pulang. Setelah mencuci tangan dia duduk di kursinya. Menemaninya ada Beita.Al mengambil makanannya lebih dulu. Serena tampak antusias melihat Al langsung memakan supnya."Mati kau!" Gumam Serena penuh semangat. Al hanya diam sesaat, sebelum akhirnya menarik mangkok sup ke depannya. Al memakan supnya seorang diri. Sementara Beita lebih memilih steak-nya.Serena jelas melongo, kenapa Al tidak apa-apa. Padahal Serena sudah menuang seluruh isi botol ke dalam sup."Masak dia tidak mati. Padahal di sini tertulis Polonium, deathly poison," gumam Serena sambil memandangi botol racun yang tampak koso
"Dia kebal racun, gila! Ini gila!"Serena frustasi sendiri begitu tahu Al tidak mempan oleh racun apapun. Bahkan racun polonium yang boleh dibilang sama mematikannya dengan racun botulium, bisa Al atasi."Kau pikir untuk apa aku bekerja untuknya. Inilah yang kulakukan. Menjaga tubuhnya dari semua ancaman termasuk racun."Ucapan Max kembali terngiang di telinganya, membuat Serena bergidik ngeri. Dia pikir manusia kebal racun hanya ada di zaman kuno, itupun karena pengaruh sihir. Tidak tahunya di era seperti ini, teknologi juga bisa dimanfaatkan untuk membuat tubuh manusia tidak mempam oleh serangan racun.Serena masih mondar mandir di kamarnya. Sampai suara mobil membuat gadis itu berlari ke jendela. Alterio pulang. Mendadak kengerian menyergap Serena. Dia takut Al kembali menuntut balas padanya. "Bagaimana ini? Kemarin dia hampir membunuhku. Sekarang kalau dia mau balas aku lagi bagaimana?"Serena merapat ke dinding, dia takut menghadapi Al. Tapi setelah lama menunggu, dia tidak men
"Mau ke mana?" Aduh! Serena balik mundur lagi ketika Felix menarik sling bag miliknya. "Mau cari bus," balas Serena berharap Felix akan melepaskan sling bag-nya. Namun pria di depannya justru tertawa. "Kau carilah di map, mana ada bus lewat sini." Perkataan Felix membuat Serena manyun. Hal itu membuat Felix sadar. "Oh, sorry. Kau tidak punya ponsel." Menyedihkan, seumur hidup Serena belum pernah memiliki ponsel. Apalagi sejak dia masuk The Palace. Ponsel tidak punya, uang apalagi. Sebenarnya tadi Serena asal saja mengatakan ingin mencari bus, padahal uang satu senpun dia tidak punya. Dia cuma berharap bertemu keberuntungan di jalan. Ada orang baik yang mau memberinya tumpangan ke Royal Diamond. Yang penting bisa pergi dulu ke sana, masalah pulang pikir nanti. Saat itulah, Max dan yang lain muncul dari arah pintu. Biasanya Felix akan satu mobil dengan Max. Al dengan Beita. Dan pasutri itu pasti satu kendaraan. Namun pagi itu, Serena langsung dibuat mual ketika empat mobil dian
Motor besar Al berhenti di satu tempat yang membuat Serena mengerutkan dahi. Tempat seperti basement tapi lebih pribadi."Kerja di sini?"Al tidak menjawab, dia hanya melepas helm, menyisir rambut dengan jari untuk kemudian berjalan menuju lift.Serena hanya melongo diam. Sampai suara Al membuat perempuan itu terkejut. Keduanya masuk ke lift yang kemudian bergerak cepat menuju lantai sepuluh.Selama itu tak ada yang bicara. Serena diam-diam melihat ke arah Al. Pria di depannya, karakter sebenarnya seperti apa.Kalimatnya pedas, tak pernah terdengar ramah, tapi segala tindak tanduknya membuat Serena berpikir kalau Al peduli padanya."Peduli apa, dia hanya ingin menyiksaku, membuatku bingung. Pria sepertinya patut dibenci," batin Serena."Sudah selesai memaki?"Eh? Serena membekap mulutnya sendiri. Al cenayang ya, bisa tahu apa yang Serena pikirkan.Serena hanya diam, tidak berani membalas pertanyaan Al. Dia salah tingkah sendiri, ketahuan mengumpat pria yang selama naik motor tadi, mem
Serena perlu beberapa waktu untuk menyadari apa yang tengah terjadi. Sementara di depannya, Thalia berdiri dengan wajah tidak suka. Perempuan itu tentu tak pernah menduga akan bertemu Serena di tempat ini.Sebenarnya sangat mustahil bagi Serena untuk muncul di sini tanpa campur tangan Al. Pria itu perlu mem-validasi sesuatu hingga dia terpaksa mengeluarkan Serena dari The Palace.Thalia berdecak kesal melihat tampilan Serena. Dia pikir putri Nereida akan disiksa bahkan dihabisi. Tapi lihatlah Serena sekarang. Gadis itu tampil cantik dalam balutan pakaian yang Thalia tahu berharga mahal."Sialan! Si Inzaghi itu malah memelihara anak haram ini. Apa karena Serena berhasil menyenangkannya?" Ekspresi wajah Thalia berubah jijik, membayangkan Serena sudi disentuh laki-laki tua, juga doyan kawin. Label murahan lekas Thalia sematkan di jidat Serena.Serena yang tadi mendengar Anthony babak belur cukup terhibur hatinya. Kenapa tidak sekalian dimatikan saja. Kan habis cerita si pemain perempuan
"He! Tunggu!" Thalia mengejar Serena yang lebih dulu keluar dari ruang seleksi. Pengumuman pemenang kompetisi akan dilakukan setelah makan siang. "Kalau kau sampai diterima bekerja di tempat ini, aku tidak akan membiarkan ibumu hidup," ancam Thalia. "Kamu tidak akan berani melakukannya. Aku akan lapor polisi jika kau menyentuh ibuku," Serena balik mengancam. Thalia tertawa mendengar ucapan Serena. "Memangnya ada yang mau mendengarmu. Kau itu bukan siapa-siapa!" "Aku memang bukan siapa-siapa. Tapi Tuan Alterio Inzaghi jelas orang penting. Kau bilang Anthony babak belur dihajar tuan Inzaghi. Maka sentuh ibuku, kalau kau ingin kakakmu kembali dipukuli." Thalia melotot melihat Serena berani membalasnya. Gadis di depannya berubah. Serena jadi lebih tangguh. Tidak mudah digertak. Walau begitu, Thalia punya satu senjata untuk menyerang Serena. "Jadi ini yang kau dapat dari melayani si tua bangka, doyan kawin itu. Kau jual dirimu, kau tukar dengan hal yang kau inginkan, termasuk berad
Serena kembali ke ruang kompetisi dengan wajah berbinar. Dia kenyang plus dapat ponsel. Dia setengah tidak percaya ketika Al mengembalikan ponsel tadi padanya."Untukku?" Serena tidak percaya. Pasalnya ponsel itu terlihat mahal, mana mungkin Al memberikannya begitu saja pada Serena."Ada beberapa nomor di kontaknya. E wallet juga sudah terisi. Kau tahu cara menggunakannya?"Tunggu! Jadi benar, ponsel ini untuknya? Serena nyaris melompat saking senangnya. Seumur-umur baru kali dia punya ponsel. Komplit dengan saldo e wallet yang membuat Serena nyengir sendiri. Dia punya uang, yey dia punya uang.Dengan senyum lebar macam Joker, Serena masuk ke ruang seleksi. Di mana sudah ada beberapa orang yang kembali dari makan siang."Hai, boleh kita kenalan?" Seorang gadis berkacamata menyapa Serena lebih dulu."Tentu saja, aku Serena.""Aku Pevita. Panggil saja Pevi."Dalam sekejap, Serena sudah mempunyai beberapa teman. Meski masih malu-malu, tapi Serena senang sekali. Sejenak kesedihannya soal
Serena memegang pipinya yang terasa panas. Setelahnya dia tersenyum, melihat wajah Thalia merah padam. Biarpun dia kena tampar, tapi Serena puas. Melihat Thalia untuk pertama kali kalah darinya.Meski diterima jadi trainee di Royal Diamond, tapi peringkat Serena dan Thalia berbeda jauh. Serena di tempat pertama, sementara Thalia berada di rangking bawah.Nyaris terbawah, tiga tempat di bawah Vasti yang langsung protes akan pengumuman barusan. Ocehan Vasti berhenti ketika staf perusahaan menunjukkan tanda tangan Almeer Beita sebagai orang yang telah menyetujui hasil seleksi tadi.Beita sama saja dengan Alterio Inzaghi. Vasti tidak bisa membuat perkara lebih jauh lagi. Atau dia akan terkena masalah."Kau pikir sudah merasa hebat ha? Kau hanya beruntung kali ini.""Keberuntunganku baru saja dimulai," balas Serena manis.Jawaban Serea membuat Thalia terpatik emosinya. Tangannya kembali terangkat, bersiap menampar Serena lagi. Namun semua urung terjadi saat Felix kembali muncul mengacaukan
Alterio mendengus kesal. Dia berjalan keluar dari ruangan dengan langkah tergesa, tapi tidak mengganggu tidur Serena. Perempuan tersebut tak terusik sedikitpun oleh suasana hati Al yang buruk.Al benci, dalam sehari dia mendapat dua kali ceramah dengan materi sama. "Max sama Ravioli punya telepati kali ya," gerutu Al.Menyoroti nasihat Max dan Ravi yang sama intinya. Serena itu menarik di mata pria lain."Siapa yang berani melirikmu," tanya Al pada Serena yang telah berpindah ke kursi penumpang. Pria itu bisa naik lift yang membawanya turun ke lantai dekat parkiran. Hingga dia tidak perlu menghadapi dua petugas keamanan songong tadi.Dua sosok yang ternyata menunggu Serena dan Alterio turun dari ruangan Ravi. Siapa sangka jika Alterio membawa Serena melalui jalan lain. Hingga di tunggu sampai lebaran monyet pun, mereka tidak akan bertemu Serena dan Al.Tidak ada respon atas pertanyaan Al. Serena agaknya terlalu lelap untuk diganggu tidurnya. Al belum ingin pulang. Jadi dia membawa Se
Alterio kalang kabut waktu mendapati Serena tak ada di rumah. Saat makan siang dia menyempatkan diri untuk pulang. Felix berkata Serena belum masuk kantor. Jadi dia pikir sang istri pasti di rumah.Namun dia tak mendapati siapapun di rumah utama. Bahkan Beita yang tadi pagi lukanya terbuka lagi, sudah berada di kantor.Al langsung naik ke rumah pohon, tapi Serena tidak ada di sana. Pria itu kembali mencari, kali ini dia langsung menemukan keberadaan Serena.Satu lokasi yang membuat Alterio diserang kesal. Dalam hitungan menit, Alterio sudah berjibaku dengan dua petugas keamanan yang kali ini yakin kalau mereka bertindak benar.Alterio tidak punya kartu akses, juga bukan petinggi ED. Dia tidak diizinkan masuk."Aku memang bukan orang penting di sini, tapi aku bisa membuka lift dengan sidik jari. Jadi apa itu dianggap layak untuk bertemu bos kalian."Tumben Alterio bersikap kooperatif. Padahal dia bisa saja menerobos masuk tanpa peduli bakal memicu keributan. Atau sekalian Al ledakkan s
Serena melipat tangan, melihat dua petugas keamanan yang sumringah melihat asisten Ravi. Mereka pikir ini waktunya mengusir Serena.Namun sapaan dari asisten Ravi membuat mereka tertegun. Pria yang sebelas dua belas dengan Ravi dinginnya, tampak hormat pada Serena."Nyonya, kenapa tidak bilang kalau mau ke sini?"Ha? Paras dua petugas kebersihan tadi berubah kecut. Asisten Ravi menyapa dengan santun, itu artinya pria dengan tampilan formal itu kenal baik dengan Serena."Aku sedang luang. Bolehkah aku bertemu Ravi Alexander?"Makin tercengang dua petugas tadi. Serena bahkan tidak perlu memanggil Ravi dengan sebutan tuan. Apa hubungan bos mereka dan perempuan cantik di depan mereka.Mungkinkah wanita itu adalah kekasih tuan mereka. Saat kepala mereka masih dipenuhi tanya. Asisten Ravi sudah menjawab dengan antusias."Tentu saja. Kantor ini milik Anda, Nyonya bebas datang kapan saja. Mari." Sang asisten menunjukkan jalan.Serena sempat melihat wajah dua petugas tadi berubah pias. Baru ta
Serena kesal sekaligus sedih di waktu bersamaan. Fakta kalau Lisa adalah dalang dibalik kejadian beberapa waktu lalu, cukup memukul mentalnya.Padahal Lisa punya tempat tersendiri di hati Serena. Sekarang Lisa sudah tidak ada. Ada hampa juga kecewa yang Serena rasakan. Perempuan itu meringkuk di bantal besar yang terhampar di lantai.Serena tanpa Al duga pergi ke rumah pohon. Dia melamun sambil memandang ranting pohon yang jadi atap tempat itu.Dia tidak tahu apa yang akan dia hadapi besok. Apa mereka masih akan menghujatnya, atau semua sudah berhenti. Apa yang harus Serena lakukan.Haruskah dia pergi ke kantor atau tetap bersembunyi seperti hari ini. Helaan napas berat jadi hal terakhir yang Serena lakukan sebelum memejamkan mata.Dia berniat kabur dari Al malam ini. Dia marah pada sang suami. Namun rencana kabur Serena tinggal rencana saja. Sebab lima belas kemudian, suara langkah mendekat terdengar. Diikuti hembusan napas penuh kelegaan. Al menemukan Serena. Pria itu duduk bersila
Lisa pikir masih bisa menyelamatkan diri. Dia akan mencobanya. Tidak peduli Gaston hanya memanfaatkannya atau sungguh menyayanginya. Lisa akan urus nanti. Yang penting kabur dulu.Dia melihat celah saat semua orang orang fokus pada Serena. Istri Alterio? Ini di luar perkiraan. Gaston bilang, Serena hanya salah satu wanita yang sedang dekat dengan pria itu.Jadi Serena adalah target yang tepat jika ingin mengusik Al. Siapa sangka jika posisi Serena lebih dari itu.Serena masih sibuk berdebat dengan Al. Dua orang itu sepertinya punya hubungan rumit. Suami istri tapi kesannya jauh dari itu. Dalam pikiran Lisa, Serena adalah sasaran yang bisa mengacaukan konsentrasi Alterio dan yang lainnya.Maka ketika dia berhasil merebut senjata Felix. Benda itu langsung terarah pada Serena."Mati kau!" Letusan peluru terdengar. Serena ditarik menghindar. Gadis itu terkejut, dia pun menoleh. Serena langsung syok mendengar tembakan kembali terdengar. Lisa ambruk di tanah, dengan Beita menekan lengann
Awalnya Serena memang berniat tidur. Tapi kemudian dia terjaga dan sulit memejamkan mata kembali. Kejadian hari itu, meski Al dan pamannya menunjukkan sikap bahwa semua baik-baik saja.Tetap saja Serena merasa terganggu. Dia tidak tahu bagaimana suasana di luar sana. Apa mereka masih menuduhnya sebagai pembunuh?Melihat ekspresi Al yang tenang macam biasa. Serena menduga kalau pria itu telah temukan jalan keluarnya. Namun Serena tetap tidak tenang.Pada akhirnya dia meraih jaket Al, memakainya lalu berjalan keluar kamar. Suasana The Palace sepi. Serena pikir sebab mereka pergi dinas bersama Al.Langkah Serena menuntunnya menuju rumah pohon. Tempat yang akhirnya Al bangun sedemikian rupa. Ada tangga yang memungkinkan Serena tak perlu memanjat kalau sedang malas.Dalam hitungan detik, dia sudah berdiri di atas rumah pohonnya. Ada lantai papan yang disediakan jika Serena ingin selonjoran di sana.Semua terlihat menyenangkan. Serena sesaat menutup mata. Dia nikmati semilir angin malam yan
"Tidurlah."Alterio mengusap punggung Serena yang terbaring di atas dadanya. Mereka sudah pulang dari mansion Alexander dua jam lalu.Keduanya menolak saat diminta untuk menginap. Alterio menjawab dengan santai kalau kewajibannya sebagai menantu keluarga Alexander setidaknya sudah dia penuhi.Jadi perkara menginap atau tidak akan diurus lain kali. Nandito tak bisa mencegah Alterio, terlebih pria itu berujar masih punya masalah yang harus diurus.Dari ekspresi Al, Nandito langsung tahu kalau persoalan yang harus dibereskan Al adalah perkara Thalia."Enggak bisa.""Masih mikirin Thalia. Dia sudah mati. Langsung dikubur tadi.""Ngapain mikirin mayat. Serem.""Lalu?" Al sejatinya sangat terganggu dengan tingkah Serena yang mendadak jadi kelinci imut yang menggemaskan.Serena yang biasanya tantrum kalau dia sentuh, kini tiba-tiba jadi pasrah. Diam saja saat pria itu menariknya dalam pelukan."Terima kasih buat dua triliun itu."Akhirnya Serena tahu kalau Al adalah orang yang membantu keuan
Ekspresi Elle berubah tegang. Sama halnya dengan Nandito. Bedanya pria itu dengan cepat bisa mengendalikan diri."Bukan hal besar. Hanya saja dulu ibumu sangat baik pada tantemu. Tapi dia justru berlaku buruk padamu. Om jadi malu."Serena mengulas. Dia sangat senang sikap Nandito tak berubah padanya. Meski di luaran sana banyak orang blak-blakan mencacinya."Kapan kamu datang? Kenapa tidak kasih tahu. Datang sama Lalita atau Sergie? Atau sama suamimu?"Pertanyaan beruntun Nandito berikan. Pria itu aslinya sangat cemas dengan pemberitaan soal Serena. Takut Serena terpengaruh lantas tak mampu bertahan."Aku datang sama Lalita. Sergie lagi ada urusan. Tahu sendirilah."Nandito tersenyum merespon jawaban Serena. Sang keponakan sengaja tak menjawab soalan seputar suaminya."Turunlah makan sebentar lagi. Tante siapkan makan malam." Elle pilih menghindar dari situasi yang menyudutkan dirinya. Serena mengangguk, tidak merespon berlebihan. Setelahnya suasana hening menyelimuti ruangan dengan
Kejadiannya persis seperti Nereida. Serena merekam dengan apik di benaknya. Seperti apa ibunya saat terjatuh dari tangga, lalu berhenti dengan kepala terus mengucurkan darah.Akibatnya, tak lama kemudian Nereida meninggal. Serena mematung di tempatnya berdiri, menyaksikan beberapa orang mulai berdatangan memberi pertolongan pada Thalia.Jiwa Serena serasa terhisap kembali ke masa itu. Saat dia menangis histeris saat Lalita dan Sergie mencoba menyelamatkan ibunya. Namun gagal."Ibu, mereka sudah mendapat balasannya. Ibu bisa tenang di sana.""Dia yang mendorongnya!" Suara itu membuat Serena tersadar. Saat itu Serena merasa ada tangan yang menyentuh bahunya. Lalita ada di sana. Jelas untuk melindunginya."Jangan sembarangan menuduh. Memangnya kamu lihat kejadiannya?" Seru yang lain. Tubuh Thalia sudah diangkut menuju rumah sakit. Yang tersisa di sana tinggal staf umum RD. Kenapa disebut umum, sebab mereka murni karyawan biasa.Kalau mereka merangkap anggota Black Diamond. Mana berani