Beberapa hari setelah kekacauan video seks Cefrilizia beredar, banyak para istri pengusaha yang menghina Vivi, mengirimkan surat permintaan maaf karena telah menghina dan bergosip jelek tentang dirinya.
Para istri inilah yang suaminya terlibat dengan Cefrilizia dan sahamnya jatuh.
Putra menjelaskan satu persatu saat Vivi sedang menyuapi kedua anak kembarnya dan Reza membaca koran dengan santai sementara Choky seperti biasa menghibur anak-anak supaya mau makan.
"Saya rasa mereka tidak perlu dimaafkan, Nyonya. Mereka sudah menjatuhkan nama baik Nyonya untuk gosip yang tidak berdasar." Putra memberikan saran kepada Vivi di depan Reza.
Reza membalik halaman koran dan tidak ikut memberikan pendapat, istrinya sudah dewasa dan bisa memberikan pendapat sendiri.
Vivi mendecak. "Jika aku tidak memberikan permintaan maaf, aku akan dianggap jelek dan pendendam. Tapi aku juga tidak terlalu peduli dengan permintaan maaf mereka."
Choky yang menghibur kedua anak bosnya, memberikan pendapat. "Nyonya, apapun pendapat anda- saya rasa Tuan tetap mendukung anda."
Vivi menghela napas ironi. "Aku dibilang naik ke atas tempat tidur calon ayah mertua dan juga hal jelek lainnya, apakah hal itu bisa dimaafkan dengan mudah?"
Putra dan Choky terdiam.
"Di samping lain, mereka adalah orang-orang licik yang suka melempar kesalahan orang lain. Saham perusahaan suaminya jatuh saja, mereka semua datang untuk minta maaf seolah aku yang menjadi penyebabnya." Kesal Vivi sambil memberikan suapan untuk anak-anaknya.
Putra dan Choky saling bertukar tatapan dengan bingung.
Reza menurunkan koran dan bicara ke Vivi. "Apakah kamu ingin merayakan hari ulang tahun pernikahan kita?"
Kedua mata Vivi bersinar. "Kita akan mengadakannya?"
"Aku tidak masalah," jawab Reza.
Vivi merangkak dan berhenti di depan kaki suaminya. "Apakah kita akan mengadakan pesta ulang tahun pernikahan yang mewah?"
Reza tertawa geli. "Kamu ingin mengurusnya sendiri? Aku tidak masalah mau mewah ataupun sederhana."
"Aku lebih suka mewah."
Choky berdiri di samping Putra dan bertanya dengan bingung. "Apa hubungannya pesta ulang tahun pernikahan dengan orang-orang yang jahat terhadap Nyonya?"
Kedua mata Putra yang memakai kaca mata tidak bisa menyembunyikan sinarnya.
Choky bertambah bingung. "Kamu baik-baik saja?"
Putra mengangguk. "Nyonya memang hebat, aku tidak menyangka ada ide out of the box seperti itu."
Choky tidak bisa berkata-kata.
----
"Jadi kamu ingin membungkam semua orang dengan pesta ulang tahun pernikahan yang mewah dan meriah?" Tanya Kinara yang mengacungkan jempol kanan saat Vivi keluar dari ruang ganti.
Sebelumnya pernikahan mereka berdua sederhana dan hanya dihadiri orang-orang terdekat karena Vivi dan Reza terlalu malas menghadapi banyak orang.
Vivi memutar badannya dengan centil. "Ya, aku juga ingin mengungkapkan ke semua orang kalau suamiku memiliki hubungan dengan keluarga Tsoejipto."
Yumi menggaruk keningnya yang tidak gatal. "Vivi, apakah kamu sedang hamil? Ini bukan sifat kamu."
Vivi berhenti lalu menatap lurus Yumi. "Apa?"
Kinara mengangguk paham. "Hormon wanita hamil biasanya membuat mereka berubah sifat, apakah kamu sudah test pack?"
Vivi menggeleng.
Nina menimpali. "Hei, sudahlah. Biarkan Vivi dengan idenya yang aneh, lagi pula tidak ada salahnya mengumumkan Reza adalah keponakan paman. Vivi, kamu tidak salah, yang salah hanya otak aneh ka- auw!"
Vio memukul kepala Nina dengan ringan. "Apakah kamu pikir dengan cara itu bisa keluar dari masalah? Saat ini banyak para istri pengusaha yang sahamnya jatuh menyalahkan Vivi, alih-alih menyalahkan suaminya yang selingkuh."
Kinara mengangguk setuju. "Di kalangan atas maupun bawah, para istri pasti mempertahankan pernikahan dengan cara apa pun, meski suaminya terbukti bersalah. Mereka menganggap apa yang kamu lakukan adalah aib."
Nina mengelus kepalanya dengan mulut cemberut. "Bagaimana para istri tahu kalau semuanya adalah perbuatan Reza dan Vivi?"
Yumi menjawab pertanyaan Nina. "Kekuatan sosial dan juga saat itu Cefrilizia sedang menunjukkan taring ke Vivi, suamiku bilang- tentu saja para istri yang merasa dirugikan karena skandal video seks itu marah kepada Vivi dan tidak bisa menunjukannya terang-terangan, mereka lebih suka mengirim surat permintaan maaf lalu menunjukan pada dunia bahwa Vivi adalah orang yang licik."
Kinara mengangguk setuju. "Mereka tahu Vivi tidak akan bisa memaafkan orang lain dengan mudah sehingga memanfaatkan situasi dengan mudah."
Yumi menambahkan. "Sehingga mereka bisa memperbaiki nama baik keluarga sekaligus menjatuhkan Reza. Biar bagaimanapun dia salah satu pilar dalam bisnis hospitality, jika dia jatuh, banyak yang diuntungkan."
Nina akhirnya paham. "Ah, jadi alasan Vivi sekaligus mengumumkan hubungan keluarga secara resmi karena ini juga, ya."
"Benar, bagaimana dengan pendapat kamu, Vi?" tanya KInara, namun yang ditanya malah menghilang.
"Lho? kemana dia?" tanya Nina. "Tadi dia di sampingku."
Ruang ganti terbuka dan Vivi keluar memakai gaun lain yang lebih ke ala tuan putri dengan rok mengembang.
Vivi memutar tubuhnya dengan anggun. "Bagaimana?"
Keempat teman Vivi mulai yakin bahwa temannya itu memang sedang hamil, Vivi tidak pernah cuek seperti itu dan memperhatikan penampilan.
Kinara berkata dengan nada cemas. "Setelah ini, lebih baik kita ke dokter kandungan."
Teman lainnya kecuali Vivi mengangguk setuju.
Vivi hanya mengerutkan kening tidak berdaya.
-------
"Siapa?" tanya Reza ke Putra, berharap pendengarannya salah.
"Tuan Heard duduk di depan hotel sambil membawa spanduk dan juga wartawan lalu menuntut ketidak adilan."
Reza melempar pena mahal di atas meja dengan tertawa muram. "Dia masih saja mencari cara untuk kembali ke dunia sosial."
Putra juga tidak suka cara licik Tommy. "Perlukah saya mengusirnya?"
"Kalian tidak mengusir orang itu, biarkan saja di sana."
"Tapi, mereka bisa mengganggu para tamu dan juga pekerja. Para tamu yang tidak paham pasti-"
"Gunakan saja media sosial, dulu anaknya menyerang istriku dengan media sosial. Sekarang kita melakukan hal yang sama."
Putra semakin bingung dan tidak mau salah langkah. "Apa yang harus saya bicarakan?"
"Tidak usah menambah kata aneh, cukup umumkan saja rencana ulang tahun pernikahan kami lalu munculkan foto kami berempat!"
"Apakah saya juga perlu mengundang anak-anak itu?" Tanya Putra dengan hati-hati.
Anak-anak yang dimaksud Putra adalah anak-anak Rosalin.
Reza menjawab cepat. "Tidak, aku tidak membutuhkan mereka."
Putra membungkuk lalu pamit keluar ruangan.
Choky yang menunggu dengan cemas, menghampirinya. "Bagaimana? Kita harus mengusir pria tidak tahu malu itu?"
Putra menghela napas ironi. "Yah, katanya biarkan saja duduk di sana sampai bosan, aku juga ada pekerjaan penting di bawah, jadi kamu tunggu saja di sini."
Choky cemberut. "Biasanya kamu lewat jalan belakang, kenapa kamu selalu lewat jalan depan? Apakah kamu sedang naksir seseorang di lobby?"
Putra memperbaiki letak kaca mata. "Hati-hati dengan perkataan, aku bisa memotong gaji kamu dengan mudah."
Choky hanya bisa diam ketika mendengar ancaman dari temannya. Lebih baik menghadapi musuh puluhan orang daripada gaji dipotong.
Marta yang sudah mulai tenang di rumah sakit jiwa dan tidak ada yang mengganggunya lagi, mulai merencanakan kabur dari rumah sakit jiwa di dalam kepalanya. Dia bersumpah akan membuat semua orang menyesali keputusan mereka, tidak terkecuali keluarga kandungnya sendiri. Namun, tidak lama, dia dikejutkan dengan kedatangan Vivi.Vivi yang masih terlihat cantik dan segar, dilindungi dua bodyguard di belakang, berbanding terbalik dengan dirinya yang berpenampilan lusuh dan kurang terawat."Mau apa kamu ke sini?" tanya Marta setelah duduk berhadapan dengan Vivi."Tadinya, aku tidak mau bertemu dengan kamu... tapi, sepertinya aku harus berubah pikiran sekarang."Marta menaikkan sudut bibir. "Kamu... berubah pikiran? Bukankah sekarang kamu berubah pikiran? Melemparku ke rumah sakit jiwa atas permintaan Burhan, kamu kira aku tidak tahu semuanya?"Vivi duduk berhadapan dengan Marta dan tersenyum. "Takut?"Dada Marta naik turun karena menahan emosi, dia tidak bisa memukul wanita mungil itu sembar
Rida duduk dengan mata terpejam, mempertimbangkan perkataan temannya, Cinta, yang sudah lama menjadi rekan kerja. Di dalam benak, Rida merenungkan semua yang telah terjadi sejak awal.Cinta yang tahu kelemahan temannya, mulai merayu untuk mendapatkan simpati. "Dengar, kita tidak bisa diam begitu saja jika ada korban muncul. Kamu tahu kan, kalau mereka itu sangat berbahaya, jika ada korban lagi... siapa yang akan bertanggung jawab? Sementara tempat kerja kita saja saling melepas tanggung jawab.""Mereka pasti mencari nara sumber, dan aku tidak mau terlibat.""Dulu saja yang menjadi korban adalah anak-anak orang kaya, dan kamu lihat sendiri bukan... mereka justru memanfaatkan moment ini dengan menjatuhkan orang lain sekaligus mencari konsumen baru."Rida mengangguk paham. "Ya, kita semua sudah tahu mengenai hal itu.""Makanya, kita harus speak up tentang hal ini. Kamu tidak kasihan dengan orang tua kembar yang dituduhkan mereka? Padahal mereka yang salah, bukan orang tua kembar."Rida m
Reza menghela napas panjang saat Putra keluar dari ruangan, menatap dokumen yang ada di atas mejanya. Dokumen itu adalah laporan keuangan perusahaan yang baru saja selesai diperiksa.Reza tahu bahwa perusahaan sedang dalam kondisi yang tidak baik. Pendapatan perusahaan terus menurun, sedangkan pengeluaran semakin membengkak. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah manajemen yang buruk.Reza menduga bahwa Burhan, penyebab utama dari masalah ini. Burhan seorang pengusaha yang licik dan tamak, tidak mau merugi terus menerus, juga ingin mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Namun, kondisi perusahaan terbatas, sehingga Burhan terpaksa melakukan berbagai cara untuk mencapai tujuannya.Reza tahu bahwa Burhan tidak akan pernah mau mengakui kesalahan, selalu menyalahkan orang lain atas kegagalannya. Reza harus mencari cara untuk membuktikan kesalahan Burhan dan menjual perusahaan yang sebelumnya milik pria berlemak itu. Melihat raut wajah pucat lemaknya ketika tahu bah
Agung sangat puas dengan hasil yang didapatkannya, semua hal diterabas dia meskipun terlihat menjual kesedihan untuk keponakannya. Bahkan, dia menggratiskan Sandy untuk main ke tempat bermainnya.Tentu saja Sandy bisa bermain sepuas hati dan semakin merajalela, merasa keluarganya memiliki banyak hak sebagai pemilik."Kamu tidak boleh main ini kalau tidak minta izin ke aku.""Memangnya kenapa aku harus minta izin?""Karena keluarga aku yang punya tempat ini."Anak perempuan yang berusia enam tahun, mengerutkan kening tidak mengerti. "Katanya kakak, aku boleh main sepuasnya. Kakak sudah bayar mahal lho.""Memangnya kenapa dengan bayar? Itukan hanya tiket masuk, semua mainan di sini harus izin dariku.""Bagaimana caranya aku minta izin?"Sandy tersenyum lalu menunjuk bros yang dipakai anak perempuan itu. "Berikan itu kepadaku."Anak perempuan itu terkejut lalu menutup brosnya dengan tangan mungil. "Tidak! Ini dikasih kakak tadi!"Sandy cemberut lalu menyembunyikan mainan kayu yang diambi
Vivi masih bisa melihat raut wajah sedih Erika. "Kenapa kamu tidak bekerja saja demi masa depan? Bukankah kamu belum masuk kuliah?"Erika menggelengkan kepala. "Lebih baik aku bekerja, menghidupi diri sendiri, aku masih tidak mau berhadapan dengan orang lain."Vivi bisa melihat trauma di dalam diri Erika. "Mereka sudah minta maaf ke kamu?""Minta maaf?""Bukankah Erika yang menjebak kamu sampai memberikan tubuh ke om-om?" tanya Vivi tanpa merasa bersalah. "Aku tahu, semuanya adalah pilihan kamu... tapi, jika dia tidak membuka jalan... mungkin kamu tidak akan seperti ini sekarang."Erika tersenyum sambil membersihkan bibir kecil si sulung yang belepotan bubur bayi. "Sudah menjadi masa lalu, sebaiknya tidak perlu dibahas, Dia juga sudah meninggal.""Kamu juga bisa menuntut keluarga Almira," ucap Vivi sambil menatap lurus televisi yang menayangkan seorang artis. "Bukankah mereka sekarang hidup jauh lebih tenang daripada hidup kalian? Mungkin memang itu salah satu karma dari ibu kandung k
Burhan sudah membeli data Vivi, dan dia sudah tidak sabar untuk menggunakannya. Dia segera menghubungi tim internet untuk meminta bantuan. Namun, ketika tim internet mendengar bahwa Burhan ingin menggunakan data Vivi, mereka langsung meminta harga mahal."Kenapa kamu minta harga mahal?" tanya Burhan dengan geram di telepon. Dulu dia mengeluarkan uang tanpa perlu banyak berpikir, sekarang dia harus berpikir dua kali untuk pertahankan rumahnya. "Bukankah selama ini aku menjadi pelanggan tetap kalian?""Yang kita hadapi ini keluarga Aditama, saya tidak bodoh dan tidak akan melawan tanpa persiapan matang. Saya juga harus memakai identitas yang tidak bisa dilacak oleh tim mereka.""Tidak bisakah diturunkan harganya? Kalian kan hanya duduk dan melihat komputer.""Kalau hanya duduk dan melihat komputer, kenapa tidak Anda saja yang melakukannya sendiri?""Kamu menghina aku sekarang?" tanya Burhan sambil meninggikan suaranya."Saya hanya memberikan masukan, karena kelihatannya mudah sekali jik