Tommy tidak tahu hidupnya akan menjadi lebih berantakan karena tidak meninggalkan Cefrilizia. Dia ingin tinggal dan hidup di luar negeri bersama satu-satunya anak kesayangan, namun ternyata banyak istri orang kaya yang menghalangi niat mereka.
Salah satunya adalah Marta yang duduk di hadapannya sekarang, dia sangat marah begitu tahu suaminya melakukan pesta gila dengan Cefrilizia, namun dia enggan melakukan tindakan murahan seperti menjambak ataupun marah di depan umum.
Yang dilakukan Marta hanyalah menarik semua dana investasinya dan juga menekan Tommy untuk membayar semua hutang termasuk bunga.
"Saya saat ini tidak mampu membayar hutang, tolong berikan saya waktu untuk menggandakan uang," mohon Tommy.
Marta meletakan cangkir teh di atas meja, duduk bersandar dengan nyaman di sofa lalu menatap lurus Tommy, tidak menunjukkan emosi sama sekali. Marta sudah terlatih bertahun-tahun menghadapi berbagai macam orang.
"Aku tidak menyangka, anak perempuan yang aku bantu dan sayang, berani menusuk dari belakang." Marta bicara dengan nada lembut dan anggun, bahkan orang lain tidak akan percaya dengan pendengaran mereka. "Sayang sekali, anak perempuan yang cantik, rela menjadi pelacur untuk ayah kandungnya sendiri."
Tommy menggeleng ketakutan. "Saya memang bersalah karena membuat anak kesayangan harus meniru sifat jelek saya, tapi saya tidak pernah menyuruh dia melakukan hal itu."
"Benarkah?"
"Saya berani bersumpah!"
"Tommy, kenapa kamu tidak meninggalkan anak yang sudah menghancurkan hidup kamu?"
"Ya?"
"Aku mengenal baik kamu yang suka main mata dengan perempuan, tapi tidak pernah permanen. Kamu juga tidak merugikan kami, kaum elit tapi mungkin lebih merugikan wanita-wanita yang pernah menjalin hubungan gila dengan kamu."
Tommy menarik napas panjang.
"Aku hanya bermusuhan dengan Cefri, bukan kamu. Kenapa kamu tidak meninggalkan anak yang tidak tahu diri itu?"
Tommy tidak tahu harus bersikap bagaimana.
"Jika kamu meninggalkan anak itu, aku akan memberikan kamu satu kesempatan. Aku membutuhkan mata elang kamu dalam dunia bisnis."
Tommy sedikit tergoda lalu menggeleng gugup. "Tidak, aku tidak akan meninggalkan dia. Aku bersumpah akan-"
"Apakah kamu pikir, setelah dia keluar penjara nanti- dia akan menyesali perbuatannya?"
"Dia pasti akan menyesal, dia belajar banyak."
"Kalau begitu, maukah kamu bertaruh? Dia benar-benar menyesal atau tidak? Jika dia menyesal, aku tidak akan ikut campur lagi masalah kalian tapi aku tetap tidak akan mencabut hukuman. Tapi jika dia tidak menyesal, tinggalkan."
Tommy menatap tidak mengerti Marta. "Kenapa anda melakukan hal sejauh ini? Maksud saya-"
Marta mendesis. "Aku tahu, suamiku tidak hanya selingkuh dengan putrimu, dia melakukannya dengan banyak wanita muda karena suka memungut umpan. Aku selalu diam dan tidak melakukan apa pun, selama dia menguntungkan untukku."
Tommy menelan saliva dengan gugup.
"Namun, berbeda dengan kasus anak kamu yang diungkapkan keluarga Aditama secara terang-terangan, karena Cefri mendekati Reza dengan vulgar. Membuat bisnis suamiku sempat goyah, apakah hal itu tidak membuat aku marah?" Tanya Marta pada Tommy dengan nada geram. Wajah cantiknya hasil dari perawatan mahal berubah menakutkan. "Aku tidak suka ada yang menusuk bisnis keluarga aku, Tommy."
Tommy tidak tahu harus membalas apa, dia berada di posisi yang salah.
"Kamu memang sudah tua, tapi tenaga sangat bagus di tempat tidur. Aku tidak akan melupakan liburan di kapal pesiar selama satu minggu, kita menghabiskan banyak hal di sana. Aku mengingat kamu, hanya tentang ini, Tommy."
"Nyo- nyonya- jika suami anda tahu-"
Marta memiringkan kepala dengan santai lalu menaikan kaki kanannya ke arah Tommy. "Ini rumahku, suami tidak bisa ikut campur di rumah ini. Sama halnya dengan aku yang tidak akan ikut campur urusan dia."
Tommy sudah pernah masuk ke lingkungan kelas atas, dia tahu beberapa kelakuan aneh mereka yang tidak pernah diungkapkan dengan publik.
Tommy yang sedari tadi duduk di sofa dan berhadapan dengan Marta, berlutut serta mencium kaki wanita itu.
Nafsunya memburu dan adik yang Tommy sayangi di dalam celana, mulai berdiri. Sudah berapa hari dirinya tidak bermain?
"Kamu pria tua yang membutuhkan pelampiasan, dengan mata elang- sangat bagus untuk menjadi mainan kami. Sekarang tinggal pilih-"
Bibir Tommy sudah naik ke paha Marta.
Marta membiarkan Tommy melaksanakan tugasnya, dan menjerit nikmat. Tidak peduli dengan para pelayan yang lalu lalang di dalam rumah, mereka sudah dibayar tinggi untuk menjaga rahasia, atau memilih kematian.
Marta menganggap dirinya cerdas dan bisa menjaga rahasia dengan aman, namun ada yang lebih cakap dalam menggali rahasia para orang kaya.
Keluarga Tsoejipto.
Hendra duduk di ruang makan dan makan malam bersama kedua keponakan serta para istri, tidak ada anak Hendra di deretan kursi karena mereka berdua dididik menjadi dokter hewan harapan Hendra, bukan pengusaha.
Mungkin bagi orang lain, profesi dokter hewan tidak menguntungkan sama sekali dan tidak membuat diri mereka kaya raya. Namun, tidak untuk keluarga inti Hendra.
Arka, anak dari kakak pertama Hendra satu ayah dan ibu adalah pewaris bisnis Hendra. Bisnis yang seharusnya menjadi milik Arka namun sempat ditolak karena benci dengan keluarga Tsoejipto.
Perlahan tapi pasti, Hendra membimbing Arka untuk menjadi pewaris.
Reza, yang merupakan anak dari anak haram ibu Hendra dengan pria asing di luar negeri,
"Apa kalian sudah dengar? Tommy direkrut oleh salah satu istri pengusaha di bidang konstruksi." Arka buka suara dengan tawa mengejek. "Ternyata masih ada wanita yang memakai jasa seorang pria tua."
"Selama pria tua mampu menyenangkan wanita di tempat tidur, aku rasa sah-sah saja."
Arka menoleh ke arah istrinya dengan terkejut.
"Tidak hanya pria yang membutuhkan kepuasan fisik, wanita juga sama." Nina tersenyum licik.
Arka menjadi panik. "Kamu tidak akan melakukan hal yang sama, bukan? Aku bisa memuaskan kamu juga, lagipula pria tua itu sangat menjijikan."
Nina menatap polos Arka. "Lho? Memangnya kamu tidak akan menjadi tua di masa depan?"
Vivi menjadi mual begitu mendengar percakapan menjijikan.
Reza mendecak kesal. "Apakah kamu tidak bisa mencari topik yang lebih baik? Istriku jadi mual mendengarnya."
Setelah menegur Arka, Reza memberikan gelas minuman berisi air putih ke Vivi.
Vivi mendorong tangan Reza lalu menggeleng. "Tidak, terima kasih. Aku hanya mual membayangkan perkataan Arka."
Kerutan di dahi Reza semakin dalam. Tadi sore istrinya menolak apa pun yang dia berikan, bahkan sedikit menjaga jarak.
Nina menaikan salah satu alis. "Hm? Apakah kamu sudah tes kehamilan Vi? Siapa tahu kamu hamil."
Vivi terlalu malas melakukan hal itu, perhatiannya tersita ke anak-anaknya. "Tidak, aku terlalu sibuk."
Istri Hendra memberikan saran ke Vivi. "Aku punya banyak alat tes kehamilan, apa kamu mau memakai satu persatu untuk menyakinkan?"
Reza menepuk lembut punggung istrinya. "Jika kamu mau tes-"
Vivi menggeleng dengan wajah pucat, entah kenapa akhir-akhir ini dia terlalu malas melakukan kegiatan. Kalaupun hamil, kenapa kehamilan pertamanya baik-baik saja dan tidak menjadi pemalas seperti sekarang?
"Saya baik-baik saja." Vivi menjawab dengan raut wajah pucat.
Reza tahu kondisi istrinya tidak baik-baik saja, dia berinisiatif tanya. "Vivi, apakah kamu mau aku temani ke dokter? Aku bisa mengundurkan jadwalku demi ka-"Reza terdiam ketika melihat kilatan amarah di wajah Vivi.Dengan senyum mengembang dan sorot mata marah, Vivi menjawab sambil menusuk makanannya dengan garpu. "Apakah suami tampanku tidak dengar tadi? Aku baik-baik saja."Arka, Nina, Hendra dan istrinya terkejut melihat perubahan sikap Vivi yang drastis. Anak itu tidak pernah bersikap kasar terhadap suami sendiri.Reza tidak bisa berkata-kata.Vivi menghela napas panjang lalu meminta maaf ke Hendra daripada Reza. "Maafkan saya, jika terlihat kasar. Mood saya hanya kacau gara-gara mendengar seorang wanita, saya khawatir karena ada beberapa pengusaha juga yang main mata dengan Cefrilizia tapi tidak ketahuan."Arka melirik Nina yang sedang menatap curiga dirinya. "Aku tidak pernah celup sana sini, aku sudah punya kamu, buat apa aku dengan wanita genit itu?"Nina masih menatap curig
Masyarakat biasa tidak akan pernah tahu ataupun paham, kehidupan masyarakat kalangan atas yang melakukan hal di luar nalar. Seperti saling menjatuhkan.Rezeki itu diberikan oleh Tuhan, kita tinggal menunggu dan berusaha. Itulah motto mereka. Berusaha, menunggu, kecewa, berusaha, menunggu lagi. Begitu terus sampai mereka lelah.Berbeda dengan masyarakat kalangan atas yang lebih suka menjatuhkan orang lain demi alasan pribadi, daripada hanya menunggu kejatuhan.Kejam? Memang! Tapi dengan begitu, bisa menghasilkan uang dan banyak pihak mendapat keuntungan.Jika Marta bisa bantu menaikan posisi suaminya, tentu dia mendapat keuntungan, terlepas dari perselingkuhan yang mereka berdua lakukan, toh sudah punya tabungan masa depan yang akan mengurus mereka ketika tua, yaitu anak-anak.Di samping itu, Marta juga gerah melihat sifat sombong si Vivi yang terlihat tidak mau berteman dengan siapa pun kecuali circle-nya. "Kita lihat saja, bagaimana si sombong itu akan bertekuk lutut dan meminta maaf
Dua hari kemudian, Cefrilizia bertemu dengan Tommy, dia menjadi bingung melihat penampilan papanya yang seperti cassanova, persis dulu sebelum mereka jatuh. "Papa? Apakah Papa berhasil menarik investor lagi?" Tommy mengangguk. "Ya." Cefrilizia menghela napas lega. "Syukurlah, dengan begitu aku bisa keluar." "Tidak." Cefrilizia terkejut dengan jawaban cepat Tommy. "Apa?" "Papa tidak tahu kamu bisa keluar atau tidak dalam waktu cepat." Cefrilizia duduk di samping Tommy. "Kenapa? Apakah wanita ular itu campur tangan?" Tommy memijat keningnya dengan sedih. "Kamu harusnya bisa belajar dari kesalahan masa lalu." Cefrilizia tertawa konyol. "Papa bicara apa? Yang salah bukan aku, tapi dia. Lagipula Papa juga setuju aku merayu Reza, kan?" Tommy juga bersalah tapi terlalu malas mengakuinya, andai saja tidak terpengaruh dengan ucapan putrinya, mungkin saat ini dia bisa bebas di luar sana dan tidak terjebak dengan Marta. Hanya saja- Tommy menghela napas panjang. Cefrilizia menjadi bing
Marta mengerang sakit sekaligus nikmat ketika sang suami memencet keras kedua putingnya. "Ah!"Kepala Marta bersandar di tangan kanan sang suami, sementara kedua tangannya memegang erat suami."Henti- Ah!" Marta berteriak keras ketika suami memencet putingnya sekali lagi dengan sekuat tenaga.Semakin Marta meminta tolong untuk lepas, semakin kuat dan kasar perilaku sang suami."Ah, aku tidak pernah menyentuh tubuhmu lagi semenjak melahirkan anak kita.""Tidak, kita pernah melakukannya setelah aku melahirkan.""Benarkah?"Suami Marta membungkuk dan berbisik di telinga istrinya. "Jadi, rencana apa yang sedang dijalankan istri tercintaku ini."Marta menggeleng. "Tidak, aku-""Masih ingin berbohong?"Marta menggeleng."Jadi, bisakah kamu cerita semuanya kepadaku?"Marta menggeleng lagi.Suami Marta menarik kedua tangannya dari dada Marta.Marta menghela napas lega.Tidak lama, suami menarik rambut sang istri dan menyeretnya ke lantai dua.Marta berteriak kesakitan, namun tidak ada orang d
Marta sangat marah namun tidak berdaya, dia masih membutuhkan kehidupan dari suaminya. Mendapatkan kekerasan sekaligus pelecehan di atas tempat tidur, merasa dirinya sangat rendah. Tidak hanya itu, muncul memar di seluruh tubuhnya.Suami Marta tidak melontarkan kata cinta ataupun rayuan kepada dirinya, hanya mengeluarkan ancaman dan juga nafsu serta memuji bentuk tubuhnya yang sama seperti masa muda, serta kulitnya yang masih kenyal seperti wanita diusia dua puluhan.Selesai melakukan itu berkali-kali, sang suami turun dari tempat tidur dan pergi begitu saja.Marta masih mengingat kalimat suaminya, sebelum pergi.'Malam ini aku puas, nanti malam dan selanjutnya- aku akan pergi menemui kamu.'Marta merasa jijik. Pria tua dan mesum yang bisa bermain dengan siapa pun, menyentuh dirinya yang berharga ini.Dulu orang tua Marta menghargai kecantikannya dan memasang mahar tinggi, suami dan keluarganya pun memuji kecantikannya. Namun hanya
"Cefrilizia keluar dari penjara dan Burhan menjaminnya. Pria mesum itu bicara ke semua orang bahwa Cefrilizia tidak pantas masuk ke dalam penjara dan sudah belajar dengan kesalahan masa lalunya." Putra mulai melapor kepada Reza, setelah mendapat informasi masuk. "Apa yang akan anda lakukan sekarang?" "Kamu kira aku bisa ikut campur sekarang?" tanya Reza yang meletakan laporan itu di atas meja dengan kesal. "Jelas-jelas ini ulah Vivi." "Ya?" "Vivi yang menjebak dan melakukan itu semua, dan apakah istriku bisa membebaskan mereka dengan begitu mudah?" "Jika dipikir ulang- sepertinya tidak." "Memang, Vivi bukan tipe wanita yang bisa memaafkan orang lain dengan mudah. Aku aneh dengannya, padahal dia sedang menyiapkan pesta bersama Nina dan kenapa malah dia mau repot-repot melakukan hal itu?" Choky menggumam pelan. "Mungkin karena Nyonya bukan tipe wanita pemaaf." Putra memukul belakang kepala sambil tetap tersenyum profesional ke at
Cefrilizia melihat pigura foto di dalam kamar, setelah cerita dari hati ke hati dengan papanya. Dulu, Tommy terlihat kuat dan juga percaya diri, semua orang segan pada dia yang cerdas, meskipun memiliki perilaku yang tidak bisa ditolerir sebagian orang. Sebagai anak, dia sudah tahu tentang hal ini dan tidak mengganggu kehidupan Tommy, anggap saja selingan.Namun, Cefrilizia baru menyadarinya bahwa perilaku itu salah."Kamu lulusan Amerika, tapi tidak bisa membedakan mana yang benar dan salah? Bukankah Amerika merupakan negara yang memiliki logika tinggi?""Cefri, tidur dengan banyak pria itu tetap saja salah.""Aku tidak mau berteman dengan kamu, sebentar lagi aku mau menikah- aku takut kamu malah merayu suami aku demi Papa kamu yang suka main perempuan itu."Semua perkataan teman-temannya mengalir masuk ke dalam kepala, mereka bertemu saat video itu beredar. Cefrilizia tidak tahu dimana letak kesalahannya, karena yang dia lakukan hanyalah demi Tommy.Tapi- benarkah semua yang dia lak
Marta mengambil gelas berisikan jus tomat di atas meja, lalu menyiramkannya ke wajah cantik Cefrilizia. "DASAR PELACUR TIDAK TAHU TERIMA KASIH!" teriaknya dengan kesal.Burhan berusaha menahan istrinya supaya tidak menyerang Cefrilizia. "Cefri, kenapa kamu bicara kasar seperti itu? Apa yang kamu inginkan?""Justru saya ingin bertanya pada om dan tante, apa yang kalian inginkan kepada saya? Kenapa saya tidak bisa meminta hal lebih?""Apakah kamu gila?!" teriak Marta dengan marah. "Bagaimana bisa kamu mengatakan hal tidak tahu malu seperti itu? Selama ini aku sudah membantu kamu untuk berkumpul dengan kalangan sosial atas, sementara Burhan sudah mengeluarkan kamu dari penjara."Sampai sekarang, Marta masih kesal dengan suaminya yang masih peduli pada Cefrilizia. Wajah wanita itu memang cantik, namun otaknya tidak berguna sama sekali.Cefrilizia tertawa. "Tante-""JANGAN PANGGIL AKU TANTE! AKU BUKAN TANTE KAMU!" Teriak Marta dengan histeris.Cefrilizia tersenyum sedih ke Burhan. "Om-"Bu