Share

Ide Usaha

Penulis: Nur Asih
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-18 12:25:06

Mala memejamkan mata, pasrah dengan apa yang akan dilakukan Tomi. Cengkraman di dagunya juga terasa sangat sakit.

Melihat istrinya memejamkan mata, tangan Tomi yang sudah melayang ke udara tiba-tiba melandai. Tercetak jelas di netra Tomi, wajah ayu serta bulu mata lentik milik istrinya, hal yang membuat Tomi jatuh cinta pada Mala bertahun-tahun lalu.

Perlahan cengkraman di dagu Mala mengendur, pria dengan tinggi 170 cm itu menyatukan keningnya dengan kening sang istri. “Maaf,” lirih Tomi saat menyadari hampir saja dia melakukan kekerasan pada Mala, wanita yang dulu pernah membuatnya tergila-gila.

Akan tetapi, Mala malah meronta saat suaminya ingin memeluk tubuhnya. Bahkan, Tomi dibuat mundur beberapa langkah karena dorongan Mala. “Kamu benar-benar keterlaluan, Mas.” Air mata sudah mengalir deras di pipi yang masih mulus meski tak pernah tersentuh perawatan sama sekali.

“Maaf Mala aku khilaf. Aku tidak bermaksud menyakitimu.” Tomi memajukan langkah, berusaha mengikis jarak. Selama ini, pria itu memang selalu bersikap kasar pada Mala, tetapi sebisa mungkin tidak akan melakukan kekerasan fisik.

Tomi masih berpikir Mala menangis karena kekerasan darinya. Tomi tidak tahu jika ada hal yang lebih menyakitkan dari kekerasan fisik yaitu ditipu.

“Mencari pinjaman pada rentenir dengan menggadaikan sertifikat rumahku juga khilaf,” sarkas Mala.

Bukan hanya langkah Tomi yang terhenti, jantungnya pun seolah berhenti memompa untuk sesaat. Bagaimana Mala bisa tahu mengenai hutang itu?

“Kaget?!” tebak Mala.

“Kamu jangan ngarang cerita, La,” sanggah Tomi. “Aku tidak punya hutang pada rentenir manapun.” Tomi masih saja mengelak.

Tatapan Mala yang selalu lembut kini berubah nyalang, kilat amarah terlihat jelas di dalamnya. “Baiklah kalau memang Mas tidak menggadaikan rumahku pada rentenir. Mana sertifikatnya?”

Tomi gelagapan. “A … ada, sertifikat itu aku simpan di rumah Ibu,” kelit Tomi.

Wanita dengan rambut bergelombang itu mengusap air mata di pipi dengan kasar lalu menarik napas dalam. “Ambil sekarang! Jika sertifikat itu memang ada di tempat Ibu,” ucap Mala.

“Kamu ini sebenarnya kenapa, sih? Lagi pula ini sudah malam, Ibu pasti sudah tidur, La. Besok saja Mas ambil, ya,” suara Tomi melembut. Hafal dengan perangai istrinya yang sedang marah Tomi kembali maju berniat mendekati Mala dan memeluknya. Biasanya dengan berbuat seperti itu, Mala akan luluh.

“Jangan mendekat!” Mala mundur beberapa langkah. “Apa kamu tau, Mas? Tadi siang ada dua pria datang ke sini. Mereka mencarimu, memeriksa setiap sudut rumah hingga Danis ketakutan. Mau tau kenapa mereka ke sini …?” Mala menjeda kalimatnya.

“Menagih hutang!” Mala menekan kalimat yang terlontar dari bibirnya.

Skakmat. Tubuh Tomi terhuyung ke belakang hingga terduduk di sofa yang telah usang. Berniat menghindari para debtcollector dengan cara bersembunyi. Ternyata mereka malah datang ke rumahnya. Tomi menunduk, tangannya meremas rambut kasar, mulutnya terkunci rapat, bingung alasan apa yang akan dia berikan pada Mala mengenai hutangnya.

Kini giliran Mala yang maju. Duduk di lantai tepat di depan Tomi, Mala mengguncang kaki Tomi. “Untuk apa uang sebanyak itu Mas … untuk apa?”

“Untuk … untuk usaha tentunya,” jawab Tomi.

Mata Mala memicing lalu mendorong kaki Tomi kasar. “Bohong!” bentak Mala. “Kamu pasti menggunakannya untuk judi, kan?”

“Terserah kalau kamu tidak percaya.” Tomi terus berkilah.

Merasa percuma bicara dengan Tomi, Mala bangkit berlalu menuju kamar. Namun, sedetik kemudian Mala menghentikan langkahnya lalu berbalik menatap suaminya dan berucap, “Mala tidak peduli Mas menggunakan uang itu untuk apa. Yang Mala mau segera tebus sertifikat itu bagaimana pun caranya!”

“Argh!” Tomi terus mengacak rambutnya, bagaimana cara mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat.

Di dalam kamar, Mala masih terus menangis. Namun, sebisa mungkin dia tidak bersuara di dalam tangis karena saat ini dia tengah memeluk Danis, satu-satunya tempat ternyaman yang dia punya.

Tomi, pria yang dulu dia anggap pahlawan kini justru menyengsarakannya. Ingin mengadu, tapi pada siapa? Ayahnya sudah berpulang sejak dia menginjak umur enam belas tahun sedangkan ibunya berpulang setelah melahirkannya.

Di ruang tamu, Tomi masih termenung. Cicilan tiga juta perbulan. Ternyata sangat memberatkan. Awalnya, hutang Tomi hanya empat puluh juta, tetapi bunga yang tinggi membuat hutangnya membengkak. Perkataan Tomi tentang hutang yang digunakan untuk usaha bukan suatu kebohongan. Sebagian memang dia gunakan untuk modal usaha. Usaha trading yang ternyata abal-abal. Orang yang mengaku CEO dari perusahaan trading kabur setelah berhasil mengeruk keuntungan. Jadilah uang Tomi ikut raib.

Akan tetapi, tuduhan Mala tentang judi online juga tidak salah. Uang hampir dua puluh juta ludes untuk membeli chip.

Cukup lama Tomi berdiam diri. Pria itu menyingkap tirai pembatas kamar. Mala mendekap Danis erat, mata perempuan yang sebenarnya masih bertahta di hatinya terlihat sembab.

Tomi memutuskan untuk keluar rumah. Berharap mendapatkan solusi dari permasalahan yang tengah dia hadapi.

Dan, disinilah Tomi. Di rumah Didit —temannya— sesama penggila judi online.

“Kenapa muka, Lo. Sedari tadi ditekuk mulu?” tanya Didit.

“Biasa … bertengkar dengan Mala.” Kepulan asap keluar dari bibir Tomi.

“Ikut gue, yuk!”

“Kemana?”

“Udah, ikut aja. Kita senang-senang. Ngilangin suntuk. Gue yang traktir. Gue hadis dapet jackpot,” bisik Didit di telinga Tomi.

“Iya, tapi kemana?” Tomi masih penasaran dengan tujuan Didit.

“Pokoknya ikut aja. Ntar juga tau, yuk!” Didit sudah duduk di jok motor miliknya.

Dahi Tomi mengernyit saat sampai di sebuah tempat dengan lampu yang berkelap-kelip di bagian depan sebuah cafe, lebih tepatnya tempat karaoke.

“Yuk, masuk!” ajak Didit setelah mereka memarkir sepeda motor.

Tomi mengekor di belakang Didit, ini pengalaman pertamanya mengunjungi tempat hiburan malam.

Didit menghampiri meja resepsionis, sedangkan Tomi masih mematung di tempat. Memperhatikan sekitar, para wanita berpakaian minim duduk berjajar, sesekali mengedipkan mata nakal. Hingga suara Didit terdengar di telinga, “Yuk!”

Keduanya memasuki sebuah ruangan temaram dengan lampu kelap-kelip, terdapat sofa berbentuk L dengan meja persegi di depannya. Televisi besar berukuran tiga puluh dua inc juga tersedia.

Pintu kembali terbuka, dua wanita berpakaian minim datang. Salah satu dari mereka membawa nampan berisi minuman.

Didit terlihat bahagia bernyanyi dengan kedua wanita tadi. Sementara Tomi hanya memperhatikan setiap gerak-gerik temannya. Didit yang tidak segan memberikan uang ratusan ribu kepada dua wanita yang menemaninya bernyanyi membuat mata Tomi membola. Semudah itu mereka mendapatkan uang, hanya modal pakaian seksi dan suara yang ….

Ah, bahkan suara Danis lebih merdu. Wajah dua wanita itu juga tidak secantik istrinya.

Sepulang dari tempat karaoke, Tomi memilih menginap di rumah Didit. Bau alkohol ditambah Mala yang mungkin saja masih marah menjadi faktor utama.

Keesokan harinya.

“Dit, pinjamin gua uang satu juta buat modal usaha, dong,” pinta Tomi.

Entahlah kira-kira usaha apa yang Tomi pikirkan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • DIJUAL SUAMI JADI PEMANDU LAGU   ending

    Sore yang indah untuk menikmati secangkir teh hangat dan dan cemilan. Seperti halnya yang dilakukan Anan saat ini. “Duduk sini! Papa mau bicara.” Anan menepuk kursi rotan disampingnya. Menyuruh istrinya duduk setelah menghidangkan secangkir teh dan sepiring biskuit.“Mau bahas soal Niko,” sarkas Anggi. Dia sudah bisa menebak apa yang akan dibicarakan suaminya.Namun, Anan belum menanggapi. Pria itu menyeruput teh buatan istrinya. “Teh buatan Mama memang paling nikmat,” puji Anan.Anggi melipat tangannya, wajahnya semakin ditekuk. “Langsung pada intinya saja, Pa.”Anan meletakkan kembali tehnya. “Apa tidak berniat mencari tau dulu tentang calon Niko?”“Untuk apa cari tau. Mama sudah tau dia wanita nggak bener,” sarkas Anggi. “Papa heran, Mama tau dari siapa, sih soal Mala?” “Dari Eve.”Anan tertawa terbahak. “Dari Evelyn mantan Niko itu.”

  • DIJUAL SUAMI JADI PEMANDU LAGU   Terhalang restu

    Bibir Mala terkembang melihat Niko berlari ke arahnya. Sore ini Niko, Danis, dan Mala jalan-jalan ke taman kota.“Danis aktif sekali.” Niko mendaratkan tubuhnya di samping Mala. Mereka duduk di rerumputan yang ada di taman. “Aku sampai kewalahan menemaninya.” Napas Niko terdengar naik-turun setelah menemani Danis bermain.“Terima kasih sudah menyayangi Danis, Nik.” Mala menatap pria di sampingnya dengan sangat dalam.Memberanikan diri, Niko menggenggam tangan Mala. Ditatapnya mata wanita yang bertahta di hatinya itu dengan sangat dalam. Lengkungan yang indah terbit di bibir tebal Niko.“Ya, siapa tau setelah melihat ketulusanku menyayangi putranya, Bundanya akan luluh. Dan mau menerima keberadaanku di hidupnya.” Niko mencoba berkelakar. Meskipun dia tahu mungkin jawabannya akan sama. Namun, dia bertekad sebanyak Mala menolaknya, sebanyak itu dia akan menyatakan cintanya.Mala mengalihkan pandanganny

  • DIJUAL SUAMI JADI PEMANDU LAGU   Paman yang hilang

    “Bos,” lirih Mala. Dia begitu terkejut karena Bara memeluknya secara tiba-tiba. Bahkan pelukan pria itu begitu erat. “Maaf … Mala … Maaf.” Bara melepaskan pelukannya pada Mala. “Aku begitu bahagia.” Nampak Bara menyentuh sudut netranya. “Sekarang dimana ibumu?” Bara mengedarkan pandangannya.“Ibu saya, Bos?” Mala keheranan. Kenapa Bara mencari ibunya.“Iya Ibumu dimana, dia?” Meski Bara meneteskan air mata, tapi terlihat binar bahagia di wajahnya.“Ibu saya sudah meninggal.” “Apa?” Bara nampak terkejut, bahkan pria itu sampai terduduk di lantai. “Tidak mungkin adikku Naima sudah tiada,” raung Bara.“Maksud Bos apa?” Mala berjongkok, mensejajarkan diri dengan Bara.“Ibumu adikku Mala.”Lalu Bara menceritakan tentang kisahnya dan ibu Mala. Keduanya yatim piatu sejak kecil mereka terpaksa hidup di jalanan dan berpindah-pindah. Tidak tega, Bara mengirim Naima ke panti asuhan

  • DIJUAL SUAMI JADI PEMANDU LAGU   Sertifikat yang kembali

    Niko mengajak Aksa menemui Mala sore ini. Karena sepupunya itu harus menghadiri beberapa sidang hari ini. Mobil melaju membelah padatnya lalu lintas hingga mereka sampai di sebuah rumah kontrakan. Di teras kontrakan, seorang gadis dengan cenala jeans belel dan kaos crop top terlihat bangkit dari duduknya. Menyambut kedatangan keduanya.“Kita sudah sampai,” kata Niko setelah mematikan mesin mobil.Aksa tersenyum samar. “Oke juga selera Niko.” Pandangannya tertuju pada Nina.“Lama banget, sih.” Nina mencebik kesal.“Dia masih banyak urusan.” Niko melirik Aksa. “Oh.” Nina memperhatikan penampilan Aksa. “Dia yang mau bantuin Mala?”“He em. Oh, ya, kenalkan dia Aksa sepupuku.” Niko memperkenalkan Nina dengan Aksa.“Hallo Pak Aksa kenalkan saya Nina.” Gadis cantik itu mengulurkan tangannya, dengan senyuman indah yang membingkai di wajahnya.“Aksa.” Aksa merasakan sesuatu yang berbeda saat bersalaman dengan Nina. “Mau duduk di sini atau di dalam.” Nina memberi opsi.“Di sini saja,” sahut

  • DIJUAL SUAMI JADI PEMANDU LAGU   Bantuan Niko

    Perkataan Tomi tentu membuat ayah Tina murka. Pria yang rambutnya mulai memutih itu bahkan sampai menggebrak meja. “Kurang ajar kamu Tomi!” hardik ayah Tina. “Setelah kamu menggagahi anak saya, kamu mau lepas tanggung jawab?”“Dia sendiri yang menawarkan tubuhnya pada saya,” ucap Tomi diikuti tatapan benci pada Tina.“Jaga ucapmu!” Ayah Tina menunjuk wajah Tomi, Ayah mana yang rela anaknya dihina. Ibu Tina mencoba menenangkan suaminya, dia mengusap lengan suaminya selembut mungkin. “Sabar Pak … sabar.”Sementara Tina hanya bisa tersenyum getir. Serendah itukah dia di mata Tomi.“Sabar Pak … ini bisa dibicarakan baik-baik. Jangan emosi dulu.” Farida mencoba menengahi.“Terserah kamu mau bilang apa Mas yang pasti … kamu harus menikahiku. Karena sekarang aku sedang mengandung anakmu.”Perkataan Tina jelas semakin memperkeruh suasana. Terutama Tomi. Kepala seakan hampir meledak. Masalah Mala belum selesai, masalah baru muncul. Berbeda dengan putranya, Farida justru bahagia mendengar pe

  • DIJUAL SUAMI JADI PEMANDU LAGU   Tomi pelakunya

    Melihat kediaman Tomi, Mala semakin naik pitam. “Jawab Tomi … jangan diam saja!” Teriakan Mala semakin memekakkan telinga. Bahkan urat-urat leher wanita itu sampai terlihat jelas. Air mata juga terus mengalir deras di pipinya. Hancur, marah, sedih, dan kecewa menjadi satu. Bukan tanpa sebab, kotak kecil yang ditemukan Farida berisi sebuah kalung emas berliontin jangkar. Kalung itu satu-satunya bukti yang Mala miliki.Bukti yang ditinggalkan oleh pria biadab yang lima tahun lalu merenggut mahkotanya. Menghancurkan hidupnya. Membuatnya terjebak dalam pernikahan toxic. Tomi semakin meraung, merengkuh kaki Mala. “Ampuni aku Mala!” Tomi tidak bisa berkelit. “Aku mohon. Aku terpaksa … aku … aku terlalu mencintaimu.”Mala membungkuk, melepaskan rengkuhan Tomi dari kakinya hingga Tomi terdorong ke belakang. Tamparan pun Mala layangkan pada Tomi.“Biadab kamu Tomi. Brengsek … bajingan ….” Segala sumpah serapah Mala ucapkan.“Hey …!” Farida yang melihat perlakuan Mala pada putranya berteri

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status