Setelah menyelesaikan konsultasi skripsi dengan dosen pembimbing mereka, Josie dan Kiran berjalan beriringan di sepanjang koridor kampus, menuju kafetaria. Matahari Kota Jakarta yang terik tampak menyorot dari celah-celah pepohonan rindang, membuat bayangan bergerak mengikuti langkah mereka.
Josie menghela napas lega, "Akhirnya, bimbingan skripsi selesai juga hari ini. Rasanya seperti beban berat terangkat." Kiran mengangguk setuju sambil merapikan rambutnya yang tertiup angin. "Iya, setidaknya kita sudah dapat panduan untuk revisi selanjutnya. Gimana kalau kita temui Eva di kafetaria dulu? Siapa tahu dia masih di sana." Josie mengeluarkan ponselnya dan memeriksa pesan yang baru saja masuk. Wajahnya seketika berubah saat membaca pesan itu. "Tunggu sebentar, Kiran. Eva bilang dia lagi sama Kak Jacob di suatu tempat. Katanya mau menghabiskan waktu sama Jacob yang super sibuk." Kiran tersenyum kecil, "Ah, Kal Jacob lagi. Mereka memang nggak bisa dipisahkan ya. Ya sudah, berarti kita berdua aja yang jalan-jalan." Josie mengangguk, memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas. "Setuju. Daripada kita balik ke rumah, nggak seru banget jadinya. Oh ya, bagaimana kalau kita ke Mall Senayan City? Katanya di sana lagi ada diskon besar-besaran." Mata Kiran berbinar, "Wah, boleh banget tuh! Sudah lama juga aku nggak belanja. Yuk, langsung berangkat saja." Tanpa banyak basa-basi, mereka menuju tempat parkir kampus. Kiran mengeluarkan kunci mobilnya dan menekan tombol pembuka. Suara klik terdengar saat pintu mobil terbuka. Keduanya pun masuk ke dalam mobil, Kiran di kursi pengemudi dan Josie di sebelahnya. "Jalanan lagi lengang nih, semoga kita cepat sampai," ucap Kiran sembari menyalakan mesin mobil dan menginjak pedal gas. Josie mengangguk sambil mengenakan sabuk pengaman. "Iya, Jakarta lagi nggak macet. Ajaib juga, biasanya jam segini ramai." “Sungguh keajaiban yang sangat langka!” celetuk Kiran. “Ha-ha-ha!” Tawa keduanya seketika membahana. Mobil Kiran pun mulai melaju dengan mulus melalui jalan-jalan utama Jakarta yang, secara mengejutkan, terlihat lebih sepi dari biasanya. Gedung-gedung tinggi menjulang di kiri dan kanan jalan, sementara langit siang yang cerah memberikan kesan tenang di tengah kota yang biasanya sibuk. Dalam waktu singkat, mereka sudah tiba di Mall Senayan City. "Wow, cepat juga kita sampai," ujar Josie saat mereka turun dari mobil. Kiran mengangguk setuju sambil mengunci mobil. "Iya, untung jalanan lancar. Yuk, kita lihat-lihat ada diskon apa aja." Mereka pun berjalan memasuki mall yang megah itu. Suara langkah kaki keduanya terdengar bergema di lantai marmer yang mengkilap. Mall Senayan City, seperti biasa, dipenuhi oleh pengunjung yang sibuk mencari barang-barang diskon. Josie dan Kiran segera merasakan atmosfer kesibukan ini. Josie melihat beberapa toko pakaian memajang tanda "SALE" besar-besaran di depan beberapa toko pakaian bermerek. "Lihat, Kiran! Diskonnya sampai 70%! Kayaknya kita harus masuk sini dulu deh." Kiran tertawa kecil. " Okay, ayo! Tapi jangan kalap ya, budget kita terbatas." Mereka pun masuk ke dalam toko dan mulai melihat-lihat pakaian yang sedang diskon. Josie memegang sebuah gaun berwarna merah muda yang cantik. "Ini lucu banget, Kiran. Bagaimana menurut kamu?" Kiran melirik gaun itu sejenak. "Hmm, warnanya cocok buat kamu. Coba aja dulu." Josie pun masuk ke ruang ganti dan mencoba gaun tersebut. Beberapa menit kemudian, dia keluar dengan wajah penuh senyum. "Bagaimana? Bagus nggak?" Kiran mengangguk sambil tersenyum. "Bagus banget! Kamu kelihatan cantik, Josie." Josie tersipu dan kembali ke ruang ganti untuk berganti pakaian. Sementara itu, Kiran melihat-lihat beberapa kemeja pria yang juga sedang diskon. Beberapa saat kemudian, Josie keluar dengan pakaian awalnya dan memegang gaun itu. "Kayaknya aku ambil deh. Lumayan, lagi diskon." Kiran mengangguk setuju. "Ambil aja, mumpung lagi ada diskon. Aku juga mau coba beberapa kemeja ini." Mereka menghabiskan waktu di toko itu selama hampir satu jam, memilih dan mencoba berbagai pakaian. Setelah merasa puas, keduanya pun menuju kasir untuk membayar. Josie melihat kerumunan di luar toko dan bertanya, "Ada apa ya di sana? Kok ramai banget?" Kiran mengintip ke luar toko, "Sepertinya ada pertunjukan musik deh di atrium. Mau lihat?" Josie mengangguk antusias. "Ayo! Lumayan kan, bisa santai sejenak sambil nonton pertunjukan." Mereka berdua lalu berjalan menuju atrium mall, di mana sebuah panggung besar telah didirikan. Beberapa musisi lokal sedang tampil, menghibur pengunjung mall dengan lagu-lagu akustik. Suasana di atrium sangat meriah, dengan lampu-lampu berkilauan dan suara musik yang menggema. "Bagus banget ya penampilannya," ujar Josie sambil menikmati musik. Kiran setuju, "Iya, mereka berbakat banget. Senang juga bisa nonton gratis kayak gini." Setelah beberapa lagu, Josie dan Kiran memutuskan untuk mencari tempat duduk di sekitar atrium untuk beristirahat sejenak. Mereka memilih duduk di sebuah kafe yang menghadap langsung ke panggung. "Ngopi dulu yuk, Kir. Aku traktir kali ini," tawar Josie sambil membuka menu kafe. Kiran tersenyum. "Wah, boleh juga. Aku pesan cappuccino aja deh." Josie memanggil pelayan dan memesan dua minuman. Tak lama kemudian, pelayan datang membawa pesanan mereka. Sambil menyeruput kopi, Josie dan Kiran berbincang tentang rencana mereka ke depan. "Kamu sudah punya rencana buat skripsi kita yang berikutnya?" tanya Kiran, mencoba memulai percakapan serius di tengah suasana santai itu. Josie mengangguk, "Aku mau fokus ke bagian analisis data sih. Kita kan sudah dapat banyak masukan tadi dari dosen. Kamu sendiri?" Kiran berpikir sejenak sebelum menjawab, "Aku mungkin lebih fokus ke literatur review dulu. Mau tambah referensi yang lebih relevan biar argumen kita lebih kuat." Mereka melanjutkan obrolan ringan, dari topik skripsi hingga rencana akhir pekan, sambil menikmati kopi dan suasana mall yang sibuk namun menyenangkan. Setelah merasa cukup beristirahat, Josie dan Kiran memutuskan untuk melanjutkan eksplorasi mereka di mall. "Ke mana lagi nih?" tanya Josie sambil berdiri. Kiran melihat ke arah papan informasi mall, "Kita belum ke bagian elektronik. Katanya ada gadget baru yang lagi diskon juga. Mau lihat?" Josie setuju, "Ayo, siapa tahu ada yang menarik." Mereka pun berjalan menuju lantai elektronik, melewati berbagai toko yang menampilkan barang-barang elektronik terkini. Di sebuah toko gadget, mereka berhenti dan melihat-lihat beberapa smartphone dan aksesori yang sedang diskon. Kiran mengambil sebuah earphone dan berkata, "Aku lagi butuh earphone baru nih. Yang ini diskon 50%. Lumayan juga." Josie melihat-lihat dan menemukan sebuah power bank yang menarik perhatiannya. "Power bank ini juga lagi diskon besar. Aku ambil ini deh." Setelah puas berbelanja di bagian elektronik, mereka memutuskan untuk mengakhiri perjalanan mereka di mall dengan makan siang di food court. "Aku sdah laper banget, nih!" ucap Josie sambil mengusap perutnya. Kiran tertawa, "He-he-he. Iya, kita sibuk keliling-keliling dari tadi. Yuk, makan dulu." Kedua gadis cantik itu pun memilih sebuah gerai makanan yang menawarkan masakan Indonesia dan memesan beberapa hidangan. Setelah makanan mereka tiba, keduanya mulai makan sambil terus mengobrol tentang berbagai hal. "Aku senang kita bisa jalan-jalan hari ini, meskipun Eva dan Leticia nggak bisa ikut," ujar Josie sambil tersenyum. Kiran mengangguk setuju, "Iya, kita tetap bisa bersenang-senang. Lagipula, mungkin Eva lagi butuh waktu sama Jacob dan Kak Isaac bersama Leticia." Josie tertawa kecil. "He-he-he. Benar juga. Semoga mereka juga sedang bersenang-senang sekarang."Di sebuah gedung perkantoran megah dengan dinding kaca yang menjulang tinggi, suasana siang itu tampak sibuk seperti biasa. Para karyawan berlalu-lalang dengan berkas-berkas di tangan mereka, dan beberapa tampak sedang berdiskusi serius di sudut-sudut ruangan. Sedangkan di lantai paling atas, di dalam sebuah kantor besar yang didominasi oleh perabotan modern dan minimalis, Fritz Eliot Hez, seorang CEO muda yang sangat tampan, tampak berjalan mondar-mandir dengan wajah cemas.Fritz baru saja menerima pesan penting dari asistennya, Arga. Kiran, gadis yang telah mencuri hatinya sejak lama, sedang berada di sebuah kafe di mall Senayan City. Fritz berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam, lalu mengambil telepon genggamnya dan mulai menghubungi sahabatnya, Harvey.Fritz :“Harvey, kamu di mana sekarang?” tanya Fritz dengan nada terburu-buru.Harvey :“Aku lagi di kantor. Ada apa, Fritz?” jawab Harvey dari ujung telepon dengan nada penasaran.Fritz :“Kamu mungkin nggak akan percaya ap
Mobil sport berwarna hitam yang dikendarai Isaac melaju dengan kecepatan stabil, melintasi jalanan Kota Jakarta yang semakin ramai dengan lalu lintas pagi. Isaac, seorang CEO muda yang penuh karisma, tampak santai di belakang kemudi. Di sebelahnya, Leticia duduk dengan perasaan campur aduk antara bingung, penasaran, dan sedikit kesal. Isaac baru saja menjemputnya dari kampus dengan cara yang tidak biasa, dia tiba-tiba muncul di depan gerbang kampus dengan mobilnya, mengejutkan Leticia yang baru selesai dengan kelas paginya."Aku masih nggak percaya kamu datang ke kampusku tadi." Leticia membuka percakapan dengan nada setengah mengeluh, namun ada sedikit senyuman di sudut bibirnya. "Kamu bikin heboh satu kampus, tahu!"Isaac tertawa kecil sambil melirik Leticia dengan tatapan nakal. "Aku kan cuma mau bikin kejutan. Lagipula, kapan lagi aku bisa jemput seorang gadis cantik langsung dari kampusnya?"Leticia mendengus, mencoba menahan senyumnya. "Ya, ya, terserah kamu deh. Tapi sekara
Di tempat lain di Kota Jakarta,Jacob, CEO muda yang penuh pesona dengan rambut hitam yang tertata rapi dan setelan kasual yang elegan, tampak sangat antusias hari itu. Dia baru saja menjemput Evanora, sahabat baik sekaligus gadis yang diam-diam dia cintai sejak dulu, dari kampusnya. Meskipun mereka sudah lama bersahabat, perasaannya pada Evanora selalu disembunyikan dengan baik di balik senyum dan candaannya. Hari ini, Jacob berencana memberikan kejutan istimewa untuk Evanora dengan mengajaknya menjelajahi dunia bawah laut di Jakarta Aquarium Safari.Evanora, yang baru saja selesai dengan kelas paginya, tampak terkejut dan senang ketika dengan beraninya Jacob menggandeng tangannya keluar dari kafetaria kampus. "Jacob! Kita mau ke mana ?" tanyanya dengan senyum lebar yang menunjukkan deretan giginya yang putih dan rapi. Mata hitamnya berbinar penuh kegembiraan.Jacob tersenyum dan menjawab dengan nada ceria, "Aku pikir hari ini kita perlu istirahat dari segala rutinitas, jadi aku da
Setelah bertemu di sebuah kafe, di Mall Senayan City, Harvey dan Fritz langsung menyapa Josie dan Kiran. Mereka berempat berbicara sejenak, mengobrol tentang rencana mereka untuk hari itu. Fritz kemudian memutuskan untuk mengajak Kiran ke suatu tempat yang tidak disebutkan, meninggalkan Harvey dan Josie untuk tetap berada di dalam mall.Josie, dengan senyum manisnya yang selalu membuat jantung Harvey berdegup lebih cepat, menatapnya dengan penuh semangat. "Kak Harvey, aku ingin ke toko buku. Ada beberapa novel yang ingin aku beli. Kamu mau ikut?"Harvey, seorang pengusaha sukses yang sudah lama menyukai Josie, tentu saja tidak menolak. “Tentu saja, Josie. Aku akan senang menemanimu,” jawabnya dengan senyum yang tidak pernah pudar dari wajahnya. Mereka berdua lalu berjalan berdampingan menuju toko buku, melewati keramaian mall dengan percakapan ringan.Setibanya di toko buku, Josie langsung menuju ke rak novel favoritnya. Dia tampak sangat antusias, matanya berbinar saat melihat der
Setelah menikmati tantangan adrenalin di sirkuit Sentul yang penuh dengan tikungan tajam dan kecepatan tinggi, Harvey dan Josie meninggalkan lintasan dengan penuh semangat. Keduanya memutuskan untuk melanjutkan sore mereka di Teras Sentul, sebuah kafe yang menawarkan pemandangan pegunungan dan suasana tenang. Cuaca yang teduh dengan angin sepoi-sepoi menambah kenyamanan mereka.Sepasang muda-mudi itu memilih untuk duduk di sudut kafe yang menghadap langsung ke perbukitan hijau. Harvey lalu memesan dua mocktail jus buah, sementara Josie memilih beberapa camilan khas Indonesia antara lain klepon dengan gula merah yang meleleh di dalamnya, moci yang kenyal, dan beberapa kue tradisional lainnya seperti kue putu dan lemper. Josie tersenyum kepada pria tampan itu sambil menyantap kue klepon, “Kamu tahu, Kak Harvey, hari ini benar-benar sangat menyenangkan! Rasanya sudah lama aku tidak merasa se-excited ini.”Harvey mengangguk sambil tersenyum. “Oh, yeah?” tutur Harvey sambil tersenyum.“
Setelah berpisah dengan Harvey dan Josie di Mall Senayan City, Fritz mengarahkan mobilnya ke area Jakarta Utara. Di sampingnya duduk Kiran, gadis yang selama ini diam-diam disukai olehnya. Saat ini Kiran mengenakan gaun sederhana berwarna pastel yang membuatnya terlihat anggun dan bersahaja. Di dalam mobil, suasana awalnya sedikit canggung. Fritz mencoba mengalihkan perhatiannya dari kecantikan Kiran dengan memusatkan pandangannya ke jalan. “Oh iya, Kiran,” kata Fritz akhirnya, memecah keheningan.“Kamu bilang tadi bawa mobil sendiri bersama Josie, ya?”Kiran menoleh dan tersenyum kecil. “Iya, tadi aku memang bawa mobil sendiri. Tapi sekarang Josie sama Harvey. Jadi mobilku masih di parkiran.”Fritz mengangguk. “Kalau begitu, biar asistennya aku, Arga, yang urus mobilmu. Nanti dia bisa jemput mobil kamu di sana dan bawakan ke rumahmu.”Kiran tampak terkejut tapi senang mendengar tawaran itu. “Wah, terima kasih banyak, Fritz. Kamu benar-benar baik.”“Apa sih yang nggak buat kamu, Ki
Kembali kepada Isaac dan Leticia,Setelah puas menikmati pemandangan hamparan kebun teh di puncak Bogor, Isaac dan Leticia pun lalu melanjutkan perjalanan menuju Puncak Pas Cisarua. Mereka menyusuri jalan yang berkelok dengan suasana pegunungan yang sejuk, diselingi dengan percakapan ringan di dalam mobil.“Sampai juga kita di Puncak Pas, Leticia,” ucap Isaac dengan nada semangat setelah mereka memasuki area tersebut.Leticia, yang duduk di sebelahnya, tersenyum tipis. “Iya, akhirnya. Setelah perjalanan panjang, ya,” jawabnya sambil memandang ke luar jendela mobil, melihat pemandangan yang begitu memukau dengan kabut tipis yang mulai turun, menambah suasana sore yang syahdu.Isaac memarkir mobil di sebuah area parkir dekat kafe yang cukup terkenal di kalangan wisatawan. Kafe ini dikenal dengan suasananya yang nyaman dan menyajikan berbagai camilan khas Bogor yang menggugah selera. “Ayo, kita nongkrong sebentar di kafe itu. Aku dengar kafe tersebut menyajikan makanan khas Bogor yang e
Di Kediaman Elwood, Suasana terasa tegang. Sore itu, matahari mulai tenggelam di ufuk barat, menciptakan bayangan panjang di sepanjang teras rumah mewah milik Keluarga Elwood. Tuan King Elwood, seorang pengusaha kaya raya dengan rambut yang mulai memutih di pelipisnya, tampak mondar-mandir dengan penuh kemarahan. Matanya tajam menatap ke arah Asisten Arga, yang berdiri dengan gelisah di pintu depan rumah. Arga, seorang pria muda dengan setelan rapi, tampak canggung dan sedikit gemetar. Dia baru saja mengembalikan mobil Kiran, putri kesayangan Tuan King, setelah mengantarnya pergi bersama Fritz, CEO muda yang ambisius dan penuh percaya diri. “Kenapa kamu yang mengembalikan mobil ini?” tanya Tuan King dengan suara berat dan penuh curiga. “Di mana Kiran? Dan di mana Fritz?” Arga menelan ludah, merasa tekanan semakin besar. “Maaf, Tuan King. Saya hanya diminta oleh Bos Fritz untuk mengembalikan mobil Nona Kiran. Saat ini mereka masih di luar, seperti ada sedikit urusan penting,” ja
Setelah saling mengucapkan janji suci pernikahan, kedua mempelai yang sedang berbahagia yaitu Fritz dan Kiran yang kini sedang melangkah ke tengah-tengah ballroom dengan senyuman bahagia yang tidak pernah lepas dari wajah mereka. Tepuk tangan meriah dari para tamu menggema di ruangan megah yang telah dihiasi lampu kristal dan bunga-bunga putih serta emas. Di tengah ballroom, berdiri sebuah kue pernikahan lima tingkat yang menjulang tinggi, dihiasi dengan bunga gula dan ornamen emas yang sungguh elegan.Fritz menggenggam tangan Kiran, membimbingnya menuju ke kue pernikahan. Sebuah pisau khusus yang dihiasi pita emas telah disiapkan untuk momen tersebut.“Kiran, apakah kamu siap, Sayang?” tanya Fritz sambil menoleh ke arah istrinya.Kiran tersenyum hangat. “Aku selalu siap jika bersamamu, Fritz.” sahutnya antusias kepada suaminya.Tangan mereka pun bersatu memegang pisau, lalu dengan perlahan memotong kue dari bagian atas menuju ke bawah sambil diiringi tepuk tangan para tamu. Fritz p
Hari pernikahan Fritz dan Kiran di Ballroom Hotel The Ritz London.Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba juga. Ballroom The Ritz London, hotel mewah dengan nuansa klasik dan elegan, telah disulap menjadi tempat yang memukau untuk pernikahan Fritz dan Kiran. Lampu kristal berkilauan menerangi ruangan yang dihiasi dengan rangkaian bunga putih dan emas. Meja-meja bundar dengan taplak sutra, piring porselen, dan gelas kristal menghiasi ruangan, sementara suara lembut orkestra bermain di latar belakang menambah suasana megah.Para tamu telah memenuhi ballroom, termasuk kolega dan rekan bisnis Fritz, yang mengenakan busana formal sesuai dress code. Di barisan depan, duduklah Tuan Rahez dan Nyonya Zemi, kedua orang tua Fritz, yang mengenakan pakaian berwarna emas. Gaun Nyonya Zemi berhiaskan payet berkilau, sementara Tuan Rahez tampak gagah dengan jas emas elegan. Di sebelah mereka, duduk Tuan King dan Nyonya Hera, orang tua Kiran, dengan kebaya tradisional berwarna emas yang memancarkan k
Persiapan para ibu,Di sebuah salon kecantikan mewah di kawasan Jakarta Selatan, suasana pagi terasa nyaman dan elegan. Ruangan itu dipenuhi dengan aroma lembut lavender, dilengkapi dengan dekorasi modern bernuansa putih gading dan emas. Para pegawai salon dengan seragam rapi melayani beberapa pelanggan sosialita yang datang untuk memanjakan diri.Di salah satu sudut ruangan, dua wanita paruh baya duduk di kursi pijat sambil menjalani perawatan wajah. Mereka adalah Nyonya Zemi, ibunda Fritz, dan Nyonya Hera, ibunda Kiran. Keduanya tampil anggun dengan gaun santai berwarna pastel dan aksesoris mewah yang mempertegas status mereka sebagai wanita sosialita berkelas.Nyonya Zemi menyandarkan kepalanya dengan tenang sementara seorang terapis mengoleskan masker wajah. Di sebelahnya, Nyonya Hera memeriksa kukunya yang tengah dihiasi warna merah muda pucat.Nyonya Hera tersenyum puas sambil melirik Nyonya Zemi, seraya berkata,“Jeng Zemi, akhirnya harapan kita terkabul juga. Fritz melamar Kir
Rencana menuju London,Di sebuah restoran mewah di bilangan Jakarta Selatan, suasana siang itu terasa tenang dan nyaman. Restoran tersebut dihiasi dengan lampu gantung elegan dan interior klasik bergaya Eropa. Lantunan musik jazz lembut menemani para pengunjung yang tengah menikmati hidangan mereka. Di sudut ruangan, dua pria paruh baya duduk di sebuah meja bundar dengan beberapa hidangan tersaji rapi di atasnya.Tuan Rahez, pria berkacamata dengan rambut yang mulai memutih di pelipisnya, duduk santai sambil menyeruput secangkir kopi hitam. Di hadapannya, Tuan King, seorang pria bertubuh tegap dengan kumis tipis, tersenyum sambil memutar-mutar sendok kecil di dalam cangkir tehnya. Mereka adalah dua pengusaha ternama yang sudah bersahabat sejak lama. Hari ini, keduanya bertemu untuk membahas sesuatu yang sangat penting yaitu pernikahan anak-anak mereka, Fritz dan Kiran.Tuan Rahez lalu meletakkan cangkir kopinya ke atas piring kecil.“Wah, rasanya lega sekali akhirnya Fritz dan Kiran
Pagi itu, London menyambut Fritz dan Kiran dengan udara segar dan sinar matahari yang cerah. Fritz sudah menyiapkan rencana untuk menghabiskan hari bersama sang kekasih. Dia ingin menunjukkan kepada kekasihnya sisi romantis Kota London, sambil merencanakan momen besar yang telah dirinya persiapkan jauh-jauh hari."Kiran, hari ini kita akan jalan-jalan keliling Kota London. Ada banyak tempat indah yang ingin aku tunjukkan padamu," ucap Fritz sambil tersenyum ketika mereka sarapan bersama di ruang makan rumah Opa Roland.Kiran memandang Fritz dengan penuh rasa ingin tahu. "Oh, jadi kamu sudah punya rencana? Ada kejutan apa hari ini?"Fritz tertawa pelan. "He-he-he! Tunggu saja. Aku janji, kamu akan menyukainya."“Oma, Opa? Aku mohon izin untuk membawa Kiran keliling Kota London,” seru Fritz antusias kepada kakek dan nenek dari kekasihnya tersebut.“Tentu, Fritz. Opa percaya kamu bisa melindungi dan menjaga Kiran dengan baik,” tutur Opa Roland.Wah … memangnya kalian mau ke mana Fritz?
Suasana malam yang tenang menyelimuti rumah mewah keluarga Opa Roland yang ada di London. Lampu kristal menggantung di ruang makan besar, memancarkan sinar hangat ke meja makan yang penuh dengan hidangan. Fritz duduk bersama Opa Roland dan Oma Yesi, dua sosok yang sangat dihormatinya. Hatinya berdebar,akan tetapi dia tahu ini adalah waktu yang tepat untuk mengungkapkan niatnya.Setelah menyelesaikan makanan terakhirnya, Fritz menatap Opa Roland dengan mata penuh tekad. "Opa, Oma," ucapnya memulai pembicaraan, suaranya terdengar jelas namun sedikit bergetar. "Saya ingin menyampaikan sesuatu yang sangat penting."Oma Yesi menatap Fritz dengan penuh perhatian, sementara Opa Roland meletakkan gelasnya di atas meja, memberi isyarat agar pria muda itu melanjutkan perkataannya.“Saya ingin menikah dengan Kiran,” Fritz melanjutkan dengan suara mantap. “Saya mencintainya dan ingin membangun masa depan bersama. Namun .…” Dia terdiam sejenak, menundukkan kepala dengan ekspresi sedih. “Tuan
Kedatangan Fritz dan Kiran di London.Udara Kota London yang sejuk menyambut Fritz dan Kiran begitu mereka keluar dari bandara Heathrow. Keduanya tampak kelelahan setelah menempuh perjalanan panjang dari Jakarta, namun ada semangat tersirat di wajah mereka. Fritz memesan taksi online, dan beberapa menit kemudian, sebuah mobil hitam datang menghampiri mereka."Ini taksinya," ujar Fritz sambil membantu Kiran memasukkan koper ke bagasi."Terima kasih, Fritz," balas Kiran dengan senyum manis.Perjalanan menuju rumah kakek dan nenek Kiran berlangsung dalam suasana nyaman. Kiran terlihat antusias menjelaskan setiap sudut kota London yang mereka lewati."Itu Big Ben, Fritz. Aku sering bermain di sekitar sini waktu kecil saat berkunjung ke rumah Opa dan Oma," cerita Kiran.Fritz mengangguk sambil tersenyum. "Kamu pasti punya banyak kenangan indah di sini. Aku senang akhirnya bisa melihat langsung tempat yang sering kamu ceritakan."Tak lama kemudian, mobil berhenti di depan sebuah rumah berg
Pagi yang Cerah di Kediaman Keluarga Tuan Tiano.Mentari pagi menembus jendela besar di ruang makan keluarga Tuan Tiano, menghadirkan kehangatan di tengah suasana dingin. Aroma kopi yang harum dan roti panggang yang renyah mengisi udara, menemani keluarga itu memulai hari. Di meja makan, Tuan Tiano duduk di ujung meja dengan koran di tangan, sementara Nyonya Arlyn mengatur makanan yang dihidangkan oleh asisten rumah tangga mereka.Eva, putri kedua keluarga Tiano, tampak sibuk menuangkan susu ke dalam gelasnya, sementara Harvey, sang putra sulung, dengan santai mengoleskan selai kacang pada rotinya."Harvey, tambahkan madu di rotimu. Kamu terlalu kurus belakangan ini," ujar Nyonya Arlyn lembut, seraya menyodorkan botol madu kepada putra sulungnya.Harvey tersenyum simpul. "Mami selalu khawatir padaku, padahal berat badan aku stabil kok, Mi."Eva tersenyum melihat interaksi mereka. Namun, dia tahu waktunya membahas sesuatu yang cukup serius. Setelah menarik napas dalam-dalam, Eva pun
Rumah Keluarga Tuan Edward, Setelah acara lamaran Jacob dengan Eva berlangsung dengan lancar dan penuh kebahagiaan, keluarga Tuan Edward kembali ke rumah. Malam itu, suasana di ruang keluarga terasa hangat. Tuan Edward duduk di kursi favoritnya dengan secangkir teh di tangan, sementara Nyonya Agnes bersandar di sofa dengan senyuman yang tak pernah lepas sejak acara siang tadi. Isaac, putra sulung mereka, tengah membaca majalah sambil sesekali ikut dalam percakapan ringan. Jacob, yang terlihat gelisah, akhirnya memberanikan diri untuk memulai pembicaraan serius.Jacob menarik napasnya dalam-dalam dan mulai berkata dengan nada tegas, "Dad, Mom, aku ingin berbicara tentang langkah selanjutnya setelah lamaran ini."Semua mata langsung tertuju padanya. Nyonya Agnes menoleh dengan penuh perhatian. "Tentu saja, Jacob. Apa yang ingin kamu bicarakan?"Jacob mengangguk sambil mencoba menyusun kata-kata. "Aku tidak ingin menunda terlalu lama. Aku ingin segera menikah dengan Eva. Aku tahu trad