Kisah ini adalah sekuel dari novelku berjudul THE LADIES : TARUHAN CINTA TIGA DARA. Harvey, Isaac, Fritz, dan Jacob merupakan keempat pria tampan yang selalu digandrungi oleh banyak kaum hawa. Bagaimana mereka tidak menjadi rebutan para pria itu memiliki segalanya yang diimpikan oleh banyak wanita sebagai calon pendamping yang mapan dan berkelas. Keempatnya berwajah sangat tampan blasteran Indonesia dan beberapa negara di benua eropa, yang membuat mereka semakin populer dikalangan para wanita. Bukan hanya itu saja, mereka juga memiliki kekayaan yang sangat berlimpah ruah. Saat ini keempatnya telah menjadi pemimpin di masing-masing perusahaan besar. Yang membuat mereka menjadi rebutan para wanita di mana-mana. Namun sayangnya, keempat pria tampan itu memiliki kesulitan untuk mencari pasangan yang benar-benar tulus mencintai mereka, tanpa modus ataupun hanya mengincar kekayaan saja. Harvey, Isaac, Fritz, dan Jacob malah tergila-gila dengan keempat gadis yang baru saja lulus kuliah, yang bernama Eva, Leticia, Josie, dan Kiran. Para pria itupun sangat berjuang untuk meluluhkan hati wanita pujaannya. Akan tetapi mereka banyak melewati rintangan. Apalagi gadis-gadis itu tidak mau terikat dengan hubungan percintaan. Mereka memiliki prinsip ingin menjadi wanita independen dan mengejar karier sampai sukses. Mampukah keempat pria tampan itu, meluluhkan hati mereka? Bagaimana dengan restu para orang tua? Terutama para ayah yang tidak mau sembarangan putrinya bergaul dengan pria dewasa. Apakah para pria tersebut mendapat dukungan dari ibu-ibu mereka? "Mampukah keempatnya meluluhkan hati para gadis itu? Apakah mereka memiliki saingan untuk mendapatkan hati para wanita kesukaannya? Penasaran kisah mereka? Yuk, mari dibaca! Plagiarisme melanggar undang-undang hak cipta nomor 28 tahun 2014.
View MoreDi sebuah kampus ternama di Kota Jakarta,
Isaac, sang pengusaha muda sukses, sedang berdiri di tengah keramaian kampus Leticia, matanya terus mencari-cari keberadaannya. Dia sudah merencanakan hari ini dengan baik. Pria itu ingin mengajak gadis pujaan hatinya untuk berjalan-jalan dan menghabiskan waktu bersama. Isaac bahkan menunda meeting penting di kantornya demi hanya untuk bertemu dengan leticia. Isaac menyusuri kampus itu seraya berkata dalam hati, "Hari ini adalah kesempatan sempurna untuk mengajak Leticia bersamaku. Aku harus membuatnya setuju!" Setelah lama berkeliling, Leticia akhirnya muncul dari kejauhan. Gadis itu sedang bersama sekelompok teman perempuannya. Dari kejauhan, dia dapat melihat Isaac yang sedang melambaikan tangan ke arahnya. "Duh ... ada Isaac! Ngapain sih dia ke sini?" Ternyata Leticia kurang suka dengan kedatangan pria itu di kampusnya. "Ya, tentu saja. Kak Isaac ingin bertemu denganmu, Cia!" celutuk Josie, sang sahabat yang juga merupakan adik bungsu dari Isaac. "Cie-cie, ada yang lagi PDKT, nih!" Evanora ikut menggoda Leticia. "Mending Lo temui Kak Isaac, deh. Siapa tahu ada yang penting." Kiran yang juga sahabat dari leticia ikut angkat bicara. "Ih ... nggak mau! Kan kita ada janji nonton bareng, Guys! Masa ditunda lagi? Kita tinggal menghitung hari lho berada di kampus ini? Bulan depan kita sudah wisuda, setelah itu pasti kita akan sangat sibuk untuk mencari pekerjaan atau sekedar magang di perusahaan milik keluarga kita." Leticia mencoba mencari alasan untuk menghindar dari Isaac Connor Award, Si pria pemaksa. Isaac semakin mendekati kumpulan gadis-gadis itu. Dia pun menyapa mereka "Hai, semuanya! Halo ... Leticia. Ada waktu sebentar untuk kita berdua jalan-jalan siang ini?" Tanpa basa-basi, pria itu langsung mengajak wanita kesayangannya untuk pergi bersamanya. Sorot matanya sangat tajam mampu menusuk sampai ke tulang-tulang Leticia, dan itu membuatnya sangat takut. "Idih ... apa-apaan sih, Isaac! Melihatku seperti itu? Bikin takut saja, deh!" gumam Leticia dalam hati. "Hai, Kak Isaac." sapa Eva, Josie, dan Kiran. "Aku ada perlu sebentar dengan Leticia," seru Isaac kepada mereka. "Oh ... silakan, Kak!" sahut ketiga gadis itu serentak. Mereka pun mulai meninggalkan Leticia di taman itu bersama Isaac. Menyadari teman-temannya yang mulai pergi menjauh darinya, Leticia pun mulai angkat bicara, "Guys! Kalian mau ke mana?" "Cia, kami menunggumu di perpustakaan. Selesaikan dulu urusanmu dengan Kak Isaac," seru Evanora kepada sahabatnya. "Kak Isaac! Awas saja jika Kakak membuat Cia menangis! Ntar aku laporin Daddy!" seru Josie, menakut-nakuti sang kakak. Isaac bukannya menjawab, pria itu malah menatap tajam ke arah Josie. Setelah para gadis itu menjauh, giliran Cia yang ditatap Isaac dengan sangat tajam. Leticia Topaz Hez, bukan kali ini saja mendapati jika Isaac menatapnya dengan tajam seperti sekarang. Akan tetapi pria itu sejak dulu suka sekali menatap Leticia sangat dalam, yang membuat sang gadis sedikit takut kepadanya. "Leticia, bagaimana dengan ajakanku? ayo kita berangkat sekarang!" Isaac dengan ciri khasnya yang suka memaksakan kehendak mulai melancarkan aksinya. Lalu dengan halus Leticia mencoba untuk menolak ajakan sang pria. Dia pun segera berkata, "Oh, hai Isaac! Maaf, aku sebenarnya sudah punya rencana dengan teman-temanku hari ini. Lain kali saja ya, aku pergi bersamamu." Isaac merasa kecewa dengan penolakan dari Leticia kepadanya. Pasalnya ini bukanlah kali pertama gadis itu menolak ajakannya. Tapi kejadian ini telah berulang kali terjadi, Leticia selalu menolak ajakannya. Namun lagi-lagi Isaac mencoba menahan emosinya. "Cih! Terus saja begitu! Kamu selalu memberi alasan teman- temanmu! Terus waktu buatku, kapan?" seru Issac sengit. "Hah? Memangnya Lo siapa? Kok malah ngatur-ngatur gue begitu?" Leticia seperti nya mulai tersulut emosinya melihat tingkah pria pemaksa yang ada di depannya saat ini. "Ha-ha-ha! Leticia Topaz Hez, kamu jangan lupa aku ini adalah satu-satunya yang akan menjadi pendamping hidupmu kelak!" ucap Issac penuh ketegasan. "Percaya diri banget, Lo? Siapa yang mengatakan itu? Apa Lo mau dihajar sama Kak Fritz?" ancam Leticia kepada nya. "Ha-ha-ha! Kamu lucu Leticia!" "Apa? Gue lucu? Dari segi mana Lo menganggap gue, lucu? Memangnya gue badut? Jangan mengada-ngada Lo, Isaac!" "Yaiyalah, kamu itu lucu! Kamu tahu sendiri kan jika Fritz adalah sahabatku. Tentu saja dia akan mendukungku menjadi saudara iparnya. "Duh! Kok aku jadi lupa sih jika Kak Fritz berteman baik dengan pria pemaksa ini! Aku pakai alasan apa lagi sekarang? gusarnya dalam hati. " Ahah! Aku ingat sesuatu!" ujar Leticia senang dari dalam hatinya. "Jangan senang dulu Lo, Issac! Papa Rahez tidak pernah menyukai Lo!" ujar Leticia tajam. "Leticia, Sayangku. Kamu juga jangan pernah lupa, Mama Zemi selalu berada di pihak ku!" Senyuman penuh kelicikan tergambar jelas di sudut bibir Issac saat ini. Omongan pria itu, sontak membuat Leticia terdiam dan tak dapat berkata-kata lagi. Menyadari Leticia menjadi tak bersuara membuat Issac angkat bicara dengan wajah serius. Dia lalu meraih tangan gadis itu dan menggenggamnya dengan erat, seraya berkata, "Leticia Topaz Hez, sejauh mana kamu akan berlari dariku, aku pasti akan menemukan mu. Di mana pun kamu bersembunyi, aku juga akan mendapatkan dirimu. Karena mata, tubuh, jiwa, dan ragaku hanya tertuju kepadamu. Jadi jangan pernah berpikir untuk lepas dari pandanganku!" tegas Isaac kepada gadis itu. "Ih ... jangan mimpi Lo!" seru Leticia sambil melepas genggaman tangan Isaac dari tangannya. Gadis itu pun mulai meninggalkan pria itu dan hendak menuju ke perpustakaan, untuk menyusul teman-temannya yang lain. "Leticia ... tunggu! Kamu mau ke mana?" sergah Isaac. "Lo nggak ada urusan gue mau ke mana!" teriak sang gadis. Lalu terus saja berjalan tanpa menggubris Isaac sedikitpun. Mendengarkan kalimat ketus dari gadis itu membuat Isaac menjadi tersulut emosinya. Pria itu terlihat mengepalkan tangannya, "Leticia! Berani-beraninya kamu bermain-main denganku?" ujarnya penuh amarah. Setelah berkata seperti itu, Isaac segera melangkah mendekati Leticia. Tanpa basa-basi, pria itu mengangkat tubuh sang gadis seperti seseorang yang sedang mengangkut sekarung beras di pundaknya. Leticia seketika kaget saat mengetahui jika tubuhnya sejenak seperti sedang melayang di udara. Lalu berakhir di pundak seorang pria. Dari wangi parfumnya yang khas. Leticia dapat mengetahui jika Isaac lah pria yang sedang mengangkat tubuhnya saat ini. "Isaac! Apa yang sedang kamu lakukan? Kenapa kamu menggendong ku seperti ini?" serunya sambil mulai berontak. Namun pria itu sama sekali tidak melepas sang gadis. Isaac bahkan semakin erat merangkul tubuh Leticia agar tidak terjatuh. "Isaac! Berhenti! Lepaskan aku!" teriak Leticia lagi. "Siapapun! Tolong aku!" Mendengar teriakan Leticia, beberapa pemuda yang ada di kampus itu mulai mendekati Isaac. Sepertinya mereka hendak menolong gadis itu. Namun satu hardikan dari Issac menghentikan langkah mereka, "Siapapun yang berani mendekat! Saya pastikan Anda akan babak belur tak berbentuk!" Setelah berkata begitu, Isaac pun segera memasukkan tubuh Leticia ke dalam mobilnya.Beberapa tahun kemudian,Mentari pagi menyinari pantai putih di resort mewah kawasan Nusa Dua, Bali. Suara debur ombak dan angin sepoi-sepoi menyambut hari yang istimewa. Di sebuah vila privat dengan kolam renang menghadap laut, tampak para sahabat lama yang kini sukses berkumpul bersama keluarga mereka dalam sebuah acara reuni keluarga yang telah lama direncanakan.Isaac dan Leticia, pasangan enerjik yang kini memiliki perusahaan ritel berkelas internasional, datang bersama dua anak mereka, Shem, remaja lelaki berusia 12 tahun yang cerdas dan atletis, serta Latisha, gadis berusia 10 tahun yang pandai melukis dan bercita-cita jadi arsitek.Fritz dan Kiran, pasangan bijak nan hangat, hadir dengan dua anak mereka yaitu Daren yang berusia 12 tahun, yang hobi teknologi dan sudah menciptakan aplikasi pertamanya, dan Nava, 10 tahun, yang gemar musik dan selalu membawa ukulelenya ke mana pun.Jacob dan Evanora, pasangan romantis yang dulu berbulan madu keliling Korea Selatan, kini datang ber
Mereka lalu membeli tiket dan menaiki Wolmido Ferris Wheel. Dari atas, terlihat laut biru yang luas, kapal-kapal yang bersandar di pelabuhan, serta kerlip lampu-lampu kota yang mulai menyala.“Pemandangan dari sini luar biasa,” seru Eva dengan suara pelan.Jacob memandang wajah istrinya yang terkena cahaya senja. “Tapi tetap tidak seindah kamu, Sayangku.”Eva tertawa sambil memukul pelan lengan Jacob. “Ha-ha-ha. Gombal. Tapi aku suka.”Setelah turun, mereka berjalan menyusuri Wolmido Street, jalanan pantai yang dipenuhi toko souvenir, warung makanan laut, dan pertunjukan jalanan. Seorang musisi tua memainkan saksofon, sementara anak-anak berlari mengejar gelembung sabun.Eva dan Jacob duduk di bangku pinggir pantai sambil menikmati odeng panas dan tteokbokki pedas yang baru saja dibeli dari warung kecil.“Tempat ini, rasanya seperti cerita musim panas dalam drama Korea,” gumam Eva sambil memandang laut.Jacob menatap laut juga. “Mungkin karena kita sedang menulis cerita kita sendiri
Setelah menikmati hiruk-pikuk Seoul dan damainya Pulau Jeju, Jacob dan Evanora melanjutkan perjalanan bulan madu mereka ke Gyeongju, kota yang dikenal sebagai Museum Tanpa Dinding. Kota ini kaya akan sejarah dan budaya, bekas ibu kota Kerajaan Silla yang berjaya selama hampir seribu tahun. Keduanya tiba di pagi hari, udara musim semi terasa sejuk dengan langit cerah tanpa awan.Mobil sewaan mereka berhenti di depan Bulguksa Temple, kuil Buddha megah yang merupakan warisan dunia UNESCO.“Wow … tempat ini luar biasa keren,” gumam Evanora sambil menatap tangga batu yang mengarah ke pintu gerbang utama kuil. “Arsitekturnya benar-benar anggun dan damai.”Jacob menggenggam tangan istrinya. “Aku suka ekspresimu setiap kali lihat tempat bersejarah, Sayang. Matamu selalu bersinar.”“Ayo kita eksplor tempat ini,” ucap Evanora tak sabar.Mereka lalu menaiki tangga perlahan, menikmati keheningan dan kesakralan tempat itu. Aroma kayu tua dan dupa menenangkan jiwa. Patung-patung Buddha berdiri t
Destinasi wisata bulan madu Jacob dan Evanora berikutnya yaitu ke Busan dan Jeju.Pagi itu, udara Busan terasa segar dengan semilir angin laut yang menyapu lembut wajah Jacob dan Evanora. Mereka baru saja tiba di kota ini setelah perjalanan singkat dari Seoul. Dengan penuh semangat, keduanya langsung menuju destinasi pertama yaitu ke Haeundae Beach.Saat tiba di pantai, mata Evanora berbinar melihat pasir putih yang lembut membentang luas. Deburan ombak berirama, sementara para wisatawan menikmati suasana dengan bermain air, berjemur, atau sekadar berjalan di tepi pantai."Jacob, lihat itu! Pasirnya benar-benar putih dan lembut!" seru Evanora sambil melepas sandalnya dan berjalan di atas pasir.Jacob tersenyum, ikut melepas sandalnya. "Iya, ini jauh lebih indah daripada yang aku bayangkan. Udara lautnya juga menyegarkan."Mereka lalu berjalan menyusuri pantai, menikmati pemandangan dan sesekali berhenti untuk mengambil foto. Di kejauhan, terlihat beberapa orang bermain voli pantai."
Pagi pertama bulan madu Jacob dan Evanora di Korea Selatan dimulai dengan suasana yang romantis di kamar mandi hotel mewah tempat mereka menginap. Cahaya matahari pagi yang menerobos masuk melalui tirai jendela menambah kehangatan di antara mereka.Jacob sudah lebih dulu mengisi bathtub dengan air hangat yang beraroma bunga-bunga indah. Evanora yang masih mengenakan jubah mandi tersenyum melihat suaminya yang tengah menunggu di dalam bathtub."Ayo masuk, Sayang," Jacob menepuk permukaan air, mengundang Evanora untuk bergabung.Evanora tersipu, tapi tanpa ragu dia pun melangkah masuk. Air hangat langsung menyelimuti tubuhnya, memberikan sensasi relaksasi yang luar biasa. Jacob merangkulnya dari belakang, mengecup lembut bahunya."Hari pertama bulan madu kita. Aku ingin kita menikmati setiap momen bersama," bisik Jacob.Evanora tersenyum, membalikkan tubuhnya sedikit agar bisa menatap wajah suaminya. "Aku juga, Sayang. Aku sungguh tidak sabar menjelajahi Seoul bersamamu."Keduanya meng
Kamar hotel suite tempat Jacob dan Evanora menginap di Seoul tampak hangat dengan pencahayaan temaram. Jendela besar di sisi kamar memperlihatkan pemandangan kota yang gemerlap, sementara tirai tipis yang tertiup angin menambah suasana romantis malam itu. Tempat tidur king-size dengan seprai putih bersih terasa begitu nyaman di bawah tubuh mereka berdua.Jacob berbaring di samping Evanora, menatap wajah istrinya yang tampak cantik meski tanpa riasan. Evanora juga menoleh ke arah suaminya, tersenyum lembut. Mereka baru saja selesai menikmati makan malam di kamar, dan kini mereka akhirnya beristirahat di kamar setelah menempuh perjalanan yang panjang dari Jakarta ke Seoul.“Rasanya masih seperti mimpi,” ujar Evanora pelan, jemarinya menggenggam tangan sang suami erat-erat.Jacob tersenyum. “Aku juga merasa begitu. Aku masih ingat pertama kali bertemu denganmu. Aku tidak pernah menyangka kalau kita akan sejauh ini.”Evanora tertawa pelan. “He-he-he. Dulu kamu terlihat begitu serius da
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments