Share

11. Bab 11

DIKIRA MISKIN 11

"Assalamualaikum," terdengar suara salam dari luar, Mas Yudi baru saja pulang dari sawah habis membantu memetik cabai bersama tiga orang lainnya. Hasil panen kali ini cukup banyak.

"Waalaikumsalam," jawabku seraya membuka pintu. Mas Yudi tampak sangat lelah, wajahnya sampai terlihat merah karena panas terkena sengatan sinar matahari.

Aku tidak ikut membantu memetik cabai di sawah dan memilih tinggal di rumah. Bukan karena takut kulitku gosong terkena sinar matahari seperti Mbak Wiwid, tapi, karena aku punya anak kecil. Ya, usia Sasya sekarang baru dua tahun saja masih kurang sebulan lagi. Dua hari yang lalu, saat kuajak serta ke sawah, dia malah menginjak-injak tanaman yang baru saja tumbuh, tentu ini sangat merugikan.

Kami  menikah sudah hampir sembilan tahun, tapi, kami termasuk pasangan yang harus sabar lama dalam mendapatkan momongan.

Masih teringat dengan jelas saat tahun pertama aku belum hamil juga, Mbak Wiwid serta Mbak Ranti mulai nyinyir karena aku belum punya anak.

"Sepertinya istri kamu ini bermasalah, Yud, sudah satu tahun menikah belum hamil juga," ujar Mbak Wiwid saat kami tengah makan bersama. Waktu itu aku dan Mas Yudi masih tinggal di rumah Ibu dan belum merantau.

"Sabar, lah, Mbak, anak itu adalah hak Allah," jawab Mas Yudi santai.

"Baguslah kalau Antika belum hamil juga, jangan hamil dulu sebelum sukses, mau dikasih makan apa kalau kamu sampai punya anak sekarang?" Timpal Mbak Ranti ikut menghinaku.

Aku diam, tapi, dalam hati mengaminkan ucapan Mbak Ranti. Aku harus sukses saat  punya anak nanti.

Mas Yudi tidak tahan dengan cibiran kakak-kakak perempuannya serta Bapak dan Ibu yang selalu menyudutkanku yang belum hamil juga di usia pernikahan kami yang baru satu tahun. 

Rezeki setiap orang berbeda. Ada yang begitu menikah langsung hamil, ini namanya orang yang beruntung. Ada juga yang baru dua atau tiga bulan langsung melahirkan, kalau yang ini karena do'a para tamu yang terlalu manjur. Ya, setiap datang ke acara pernikahan para tamu akan mendo'akan agar segera atau cepat mendapatkan momongan, dan do'a mereka pun terkabul. Ada juga yang harus menunggu bertahun-tahun, baru bisa punya anak, seperti aku contohnya, baru hamil saat pernikahan kami menginjak tahun ke enam.

Mas Yudi memilih untuk pergi merantau meninggalkan rumah orangtuanya yang lumayan besar ini karena tidak tahan wanitanya selalu disindir setiap hari. Ya, dia adalah lelaki yang paling tidak suka jika orang yang dia sayang selalu dihina meski itu dilakukan oleh keluarganya sendiri.

Betapa bahagianya kami, satu tahun setelah Bapak meninggal, akhirnya aku dinyatakan positive hamil. Kabar gembira ini segera kami sampaikan pada  Ibu, Mbak Ranti serta Mbak Wiwid. Aku pikir mereka bahagia saat mengetahui kehamilanku, karena mereka memang sangat mengharapkan cucu dari Mas Yudi. Namun, semua tidak seperti yang kubayangkan.

"Bu, Antika hamil," ucap Mas Yudi saat kami datang berkunjung ke rumah Ibu untuk memberi kabar tentang kehamilanku.

"Oh," jawab Ibu dingin dengan mengendikkan bahu tanpa mau memandang ke arahku.

"Sudah berani hamil, kamu, Tik, kamu yakin bisa ngasih makan anak kamu itu nanti," kata Mbak Ranti.

"Benar juga, tuh, seharusnya kamu tidak hamil dulu, sampai kalian benar-benar yakin bisa memberinya penghidupan yang layak. Bukan apa-apa, takutnya kalian nggak ada uang saat melahirkan dan kami yang harus direpotkan," timpal Mbak Wiwid.

Kata-kata mereka sungguh sangat menyakitkan, niat hati ingin memberi kabar gembira malah ini yang kami dapatkan. Hati ini bagai tertusuk ribuan belati saat mendengar hinaan mereka. 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Aam Aminah
itulah kelewat nyinyir, kelewat sombong
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status