Share

10. Bab 10

DIKIRA MISKIN 10

"Terserah kamu, Mbak, mau bilang suami kamu pegawai dengan gaji besar, tapi, pada kenyataannya tetap punya ut_," kututup mulutku sendiri karena Mbak Wiwid melotot kearahku saat aku mau bilang kalau dia punya utang. 

"Punya ut, utang, maksudnya? Kamu punya utang Wid?" tanya Ibu dengan tatapan tajam ke arah Mbak Wiwid, sehingga membuat ia salah tingkah.

Mbak Wiwid melotot ke arahku dan aku paham dengan kode yang ia berikan yaitu memintaku untuk tidak memberi tahu ibu kalau ia punya utang tiga puluh juta. 

"Ah, nggak, kok, Bu?" Mbak Wiwid tersenyum dan maju kemudian menepuk pundak ibunya dengan lembut.

"Tapi, Antika bilang?" Kini ibu beralih menatapku.

"Nggak ada, Bu, aku punya utang tapi cuma sedikit, iya, kan, Tik?" Kata Mbak Wiwid dengan mengedipkan matanya berulang kali sebagai kode aku harus mengiyakan ucapannya. Semoga saja bulu mata palsunya tidak rontok digunakan berkedip seperti itu. 

Mbak Wiwid memang modis dan pintar dandan. Saat di rumah pun, ia selalu memakai make up tebal, pakai bulu mata palsu pula. Katanya kepercayaan dirinya akan hilang jika keluar rumah sampai tidak pakai make up. Padahal ia hanya seorang ibu rumah tangga biasa.

"Sebentar, Bu, aku mau ngomong empat mata sama Antika," ucap Mbak Wiwid kemudian menyeret tanganku keluar dari rumah. Setelah sampai di luar, ia melepaskan tanganku dengan kasar, untung aku tidak terjengkang.

"Aduh, sakit, Mbak," ucapku meringis seraya memegang tanganku yang baru saja dipegang Mbak Wiwid 

"Ngeyel kamu, ya, sudah dibilang jangan bilang ibu kalau aku punya utang," ucap Mbak Wiwid dengan tatapan tajam.

"Maaf, Mbak, keceplosan," jawabku.

"Ingat, ya, jangan sampai ibu tahu kalau aku punya utang sebanyak itu." 

Bola mata Mbak Wiwid melotot seperti mau loncat dari tempatnya. Ia juga mencengkeram bajuku dengan kasar. 

"Lho, katanya tiga puluh juta sedikit?" ujarku mengernyitkan dahi setelah ia melepaskan cengkeraman tangannya. 

"Ah, nggak usah bawel, intinya kalau ibu sampai tahu tentang aku yang punya utang, itu pasti dapat informasi dari kamu. Dan ingat, Mbak Ranti sudah janji akan membantu membayar utangku, jadi, aku tidak perlu khawatir. Senangnya punya saudara yang bisa diandalkan. Tidak seperti kamu yang tidak berguna sebagai saudara," Mbak Wiwid melangkah pergi begitu saja. Ia pulang dengan tangan kosong, mungkin lupa kalau awalnya dia berniat ke sini mau minta naget. 

Aku masuk rumah dan menutup  pintu, belum juga aku berbalik, pintu sudah digedor kembali. 

"Ada apa lagi, Mbak?" tanyaku, semakin lama aku muak harus bertemu dengan orang sombong, tapi, ternyata utangnya banyak. 

"Nagetnya lupa," jawabnya seraya mengambil naget yang ada di meja.

"Hm, aku pikir nggak jadi minta," ucapku lirih. Padahal aku tadi sudah senang karena nagetku selamat. 

"Kalau aku nggak jadi minta, naget kamu ini mau buat apa?" jawabnya dengan mengangkat naget ke udara.

Walah, ngakunya aja sok sosialita dan banyak gaya, serta bilang aku tidak berguna, kenapa masih minta juga. Untungnya dia tidak tahu kalau dia punya Adik kaya. Kalau dia tahu, bisa-bisa dia minta uang setiap hari. Naget saja diminta, apalagi uang.

Hadeuh, aku memijit pelipis sembari geleng-geleng kepala melihat kepergian  Mbak Wiwid, sang ratu gaya. Kok bisa, dia bisa tenang punya utang sebanyak itu, sedangkan yang diandalkan saja belum pasti bisa. Oke, kita tunggu kabar dari Mbak Ranti.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status