Share

14. Bab 14

DIKIRA MISKIN 14

"Kenapa kalian nggak makan?" Tanya Mbak Ranti dengan mulut belepotan dan kepedasan karena ia terlalu banyak memasukkan sambal ke dalam mulutnya. Ia pasti tidak tahu kalau sambal yang kubuat adalah sambal setan dengan pedas level tiga puluh.

"Melihat kamu makan saja sudah kenyang aku," ucap Ibu, aku hanya mengangguk membenarkan ucapan Ibu.

"Bagaimana kami mau makan, Mbak, sedang nasinya tinggal sedikit, dan lauknya juga sudah kalian habiskan semua," ucapku dengan bibir mengerucut.

"Nggak usah cemberut gitu kenapa, nggak  enak banget dilihatnya, buat nggak selera makan saja," ucap Mbak Ranti seraya meletakkan sendok ke dalam piring dengan kasar. Gimana mau selera makan, dia sudah memasukkan makanan terlalu banyak ke dalam perut, pasti sudah kenyang banget dia. Aku tidak salah duga, setelah itu dia bersendawa cukup keras. Aduh, aduh, orang nggak berakhlak. Janganlah kamu sendawa dengan keras saat makan di rumah orang, itu termasuk adab saat bertamu. Itulah pesan dari ustaz saat mengaji dulu.

"Siapa yang cemberut sih, Mbak?" Ucapku kesal melihat makanan yang baru saja kumasak sudah habis tak bersisa. Kalau mereka bilang mau datang, aku bisa masak yang lebih banyak.

"Lah itu,  kamu nggak suka aku makan di sini bersama keluargaku? aku berani makan di sini karena ini rumah Ibu kandungku, paham," ucap Mbak Ranti dengan tatapan tajam.

"Ran, boleh saja kamu datang ke sini dan makan bersama dengan keluargamu, tapi, sekarang yang punya makanan itu Antika, karena dia yang masak bukan Ibu, jadi, Ibu harap ini untuk terakhir kalinya kamu minta makan di sini rame-rame seperti ini. Kasihan Antika, masak tapi belum makan," ucap Ibu.

"Alah, biarpun Antika yang masak, tapi, uang buat belanja milik Ibu, kan? Aku berhak juga dong untuk ikut menikmatinya? Aku, kan anak sulung. Di mana-mana anak sulung adalah anak kesayangan karena ia adalah cinta pertama dari Ibunya," jawab Mbak Ranti santai.

Benar, kan, kataku, kalau Mbak Ranti dan Mbak Wiwid itu sebelas dua belas, beda tipis atau malah nggak ada bedanya, yaitu sama-sama merasa sebagai anak kesayangan dan mau menang sendiri.

"Tunggu, tunggu, kok tumben, Ibu membela menantu Ibu ini? Biasanya Ibu nggak suka sama dia, kan? Sejak kapan Ibu berubah?" Kata Mbak Ranti seraya menunjuk mukaku.

"Sejak Ibu tahu kalau anak perempuan yang Ibu sayang-sayang, nggak peduli sama Ibu saat Ibu sakit. Kalian anak perempuan hanya mau datang saat Ibu punya uang. Tapi, saat Ibu butuh bantuan, kalian nggak mau datang. Untung sekarang ada Antika yang tulus merawat Ibu," jawab Ibu yang membuat mata Mbak Ranti melotot seperti mau lepas dari tempatnya.

"Alah, modus itu, Bu, Antika ini sebenarnya juga mengincar uang Ibu. Kelihatannya saja sok tulus dan polos, tapi, kenyataannya... Ah sudahlah, ayo kita pulang, sepertinya ada yang sudah menggantikan posisiku sebagai anak kesayangan di hati Ibu," ucap Mbak Ranti gusar seraya menggandeng Nina dan menyeretnya keluar dan diikuti oleh Mas Wahyu.

Kami melongo melihat keluarga unik yang datang hanya minta makan, dan usai makan langsung pulang. 

_____________

Hari berikutnya Mbak Ranti beserta keluaga datang lagi. Seperti kemarin, ia juga hanya minta makan dan langsung pulang. Menyebalkan sekali menghadapi orang yang tidak punya malu seperti mereka.

Mas Wahyu seorang pegawai negeri. Mereka juga punya hasil panen yang lebih dari cukup, karena Mbak Ranti memang rajin. Mengapa setelah mereka membantu membayar utang Mbak Wiwid jadi aneh? Nina bilang, Mamanya sekarang jarang memasak dan memilih nebeng makan di rumah Ibu. Ada apa ini sebenarnya? 

Sebenarnya mereka mendapatkan uang untuk membantu Mbak Wiwid itu dari mana?

Mbak Wiwid mungkin sudah tenang karena utangnya sudah dibayar, tapi, kenapa sekarang aku yang kesal karena Mbak Ranti tiap hari datang minta makan?

    

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status