Share

13. Bab 13

DIKIRA MISKIN 13

Waktu seminggu terasa berjalan sangat lambat tidak seperti biasa. Aku masih penasaran dengan apa yang akan terjadi dengan Mbak Wiwid jika Mbak Ranti tidak menepati janjinya.

Hari yang ditunggu itu masih kurang dua hari lagi. Pagi ini, aku melihat Mbak Wiwid tengah menyiram aneka bunga yang ia tanam di dalam pot yang berjejer rapi di depan rumahnya. Bukan hanya menyiram saja, ia bernyanyi kecil sambil menggoyangkan pinggulnya. Begitu lah, Mbak Wiwid, ia hanya mau mengurus tanaman bunga yang ada di halaman rumah, tapi kalau diminta ke sawah, langsung angkat tangan.

Heran aku, kok ada ya, orang punya utang banyak masih bisa bersenandung dan berjoget seperti itu. 

Hari yang dinanti tiba, jantungku berdebar tidak karuan. Lho, padahal bukan aku yang punya utang, tapi, kenapa malah aku yang ketakutan. Aku takut kakau Mbak Ranti tidak dapat memenuhi janjinya.

Sebentar  sebentar aku melihat kearah rumah Mbak Wiwid yang bisa terlihat dari sudut rumah Ibu. Semoga hal buruk tidak terjadi.

Tidak berapa lama, penagih uang seminggu yang lalu itu datang. Mbak Wiwid masuk dan tidak lama kemudian, ia keluar lagi dengan membawa sebuah amplop berwarna coklat yang isinya tebal dan menyerahkan amplop itu pada si penagih.

Si penangih pergi, setelah mendapatkan uang dari Mbak Wiwid. Ternyata Mbak Ranti benar-benar menepati janjinya untuk membantu Mbak Wiwid membayar utang.

"Tik," panggil Ibu mengagetkanku yang tengah melihat Mbak Wiwid. 

"Ada apa, kok bengong?" Tanya Ibu.

"Ah, nggak kok, Bu, mari masuk, Bu, biar aku pijitin kakinya," tawarku pada ibu suamiku itu.

"Nggak usah, Tik, Ibu hanya kangen pingin ke sawah saja. Di rumah seperti ini malah membuat Ibu bosan. Untung sekarang ada Sasya, sehingga Ibu jadi terhibur," ucap Ibu dengan senyum mengembang di bibirnya. Akhirnya aku bisa melihat senyum Ibu untukku. Senyum yang sangat kurindukan dari dulu.

"Ibu nggak usah ke sawah, biar diurus Mas Yudi dan pekerja lain, nanti hasilnya tetap buat Ibu, aku dan Mas Yudi nggak akan minta." Kuusap pundak Ibu.

"Bukan masalah uangnya, Tik, nanti hasilnya buat kamu dan Yudi saja. Ibu sekarang sudah tidak butuh uang, yang Ibu butuhkan hanyalah kenyamanan dan bisa bersama kalian hingga tua nanti. Kalian mau, kan, tinggal di sini lebih lama lagi?" Tanya Ibu.

"Pasti, mau lah, diminta tinggal di rumah sebesar ini, enak, nggak perlu mikirin uang kontrakkan lagi." Tiba-tiba Mbak Ranti datang dengan Mas Wahyu, suaminya, serta dua anaknya. Tumben, seingatku, semenjak aku di sini yang sudah setengah bulan, baru kali ini mereka datang ke sini bersama anak-anaknya meski rumah mereka tidak berjauhan. Biasanya ia datang seorang diri dan hanya minta uang pada Ibu.

"Nenek, kami mau makan, di rumah Mama belum masak," ujar Nina, gadis kecil berusia sepuluh tahun. Dia anak pertama Mbak Ranti, sedang adiknya seumuran dengan Sasya, hanya selisih beberapa bulan yang kini berada dalam gendongannya.

Menghela napas perlahan, jadi, mereka datang ke sini karena mau minta makan? 

"Ayo kita makan bareng-bareng," kata Mbak Ranti seraya mengambil sendok nasi dan mengambil piring kemudian mengisinya dengan lauk dan sayur kemudian memberikan pada Nina. Dengan semringah, Nina menerimanya dan makan dengan lahapnya, ia makan dengan cepat seperti tidak makan berbulan-bulan.

Setelah mengambil makanan untuk Nina, Mbak Ranti mengambil piring lagi dan melakukan hal yang sama, kemudian memberikan pada  suaminya, setelah itu mengambil lagi untuk ia makan sendiri sambil menyuapi si bungsu.

Aku dan Ibu hanya berpandangan melihat kelakuan ajaib mereka. Sekali datang langsung merampok.

Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Ndak punya sopan main mkn aja tuan rmh aj blm ngomong apa2
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status