Share

DIKIRA PEDAGANG BAKSO BIASA, TERNYATA?
DIKIRA PEDAGANG BAKSO BIASA, TERNYATA?
Penulis: Wiks_elsakkakini

Bab 1

"Apa Pekerjaan mu, sampai berani melamar anak kami??" tanya Pak Suryo, sambil memilin kumisnya yang tebal.

Bu Retno istri Pak Suryo, tampak mengibaskan tangannya, sehingga bunyi gemerincing gelang-gelang yang ia kenakan terdengar saling bergesekan.

Abdul tampak menundukkan kepalanya, sambil melirik gadis pujaan hatinya itu, dari sudut netranya.

Mayang yang tidak mengenal sosok Abdul, juga tampak mencibir, saat pemuda yang lumayan tampan itu, tiba-tiba datang siang itu, seorang diri, ingin melamar sang bunga desa, yang terkenal dengan kecantikannya.

"Emm, saya berjualan bakso di kota Pak, Bu" jawabnya sopan.

"Apa?? dagang bakso?" ulang Pak Suryo, kemudian tertawa dengan suaranya yang menggelegar. 

Lelaki paruh baya yang sudah berusia 50 tahunan itu, masih terlihat gagah dan tampan di usianya.

Bu Retno sendiri juga masih terlihat sangat cantik, maka tak heran, jika putri mereka satu-satunya itu, juga sangat lah cantik, menuruni wajah perpaduan kedua orangtuanya.. 

Tak lama, tampak seorang gadis, cukup cantik dan manis, keluar membawakan minuman untuk tamu majikannya ..

"Nih!! saya kasih tahu, kalau cuma pedagang bakso seperti kamu, cocoknya bersanding dengan gadis seperti Fitri ini!! sama-sama kelas rendahan!" ujar Bu Retno, mengejek putri dari pembantu mereka, yang kebetulan datang, untuk membantu kerepotan ibunya.

Fitri juga merupakan teman sekolah Mayang dulu, tapi mereka tidak akrab, karena Mayang tidak mau berteman dengan gadis sekelas Fitri, yang hanyalah anak seorang babu.

Abdul tampak menatap ke arah Fitri, yang seketika merah padam, menahan kesal dan malu.

"Silahkan di minum teh nya Mas" ucap gadis itu santun, kemudian segera masuk kembali, ke belakang. 

Abdul tampak terpana dengan senyum manis Fitri, yang jika diperhatikan, ternyata lebih cantik dari Mayang.

Mungkin Fitri tak terlihat menarik, karena dia mengenakan pakaian yang sangat sederhana.

"Ayo di minum dulu, daripada terbuang percuma! setelah itu pergilah dari sini, karena kami tidak akan menikahkan anak gadis kami, dengan lelaki sekelas kamu" ucap Pak Suryo sombong.

Semenjak tahu sambutan mereka yang tidak mengenakkan dan sangat merendahkan, sebenarnya Abdul sudah merasa ilfill seketika. Dia tak berselera lagi, untuk melanjutkan niatnya.

Benar apa yang di katakan oleh Neneknya, jika ingin mencari istri, jangan karena terpesona dengan wajahnya. Tapi teliti dulu perilaku nya.

Jika seperti ini kejadiannya, tanpa di minta mundur pun, Abdul memang sudah berniat mundur, karena tidak mungkin, perempuan seperti Mayang itu, akan mau hidup berdampingan, bahkan satu rumah dengan Neneknya, yang sekarang mulai sakit-sakitan. 

Setelah meminum teh buatan gadis tadi, Abdul pun segera undur diri. Mayang dan bu Retno tak menggubris pemuda itu, bahkan melirik pun tidak. 

Sedangkan Pak Suryo hanya mengangguk, tanpa mau menerima jabatan tangan dari Abdul.

Dengan hati yang sedikit sakit, akibat penyambutan yang dia terima, Abdul segera keluar, tanpa menoleh lagi.

Karena berjalan dengan tergesa, tak sengaja, Abdul menabrak gadis yang tadi mengeluarkan teh, hingga belanjaan yang sedang Fitri bawa terjatuh, dan berhamburan di tanah. 

Wajah Fitri seketika pias, dia tampak melongok ke dalam pagar, takut majikan ibunya melihat.

"Maaf, aku tidak sengaja" ucap Abdul, segera membantu Fitri, memunguti belanjaan tadi.

Fitri tampak meraba plastik hitam yang ada di tangannya, air matanya seketika meleleh.

Telur yang dia beli, belanjaan milik majikan ibunya itu, telah pecah semua.

Ia tak dapat membayangkan, cacian apa lagi yang akan ibunya terima nanti, jika tahu tentang semua ini.

Abdul terlihat iba, melihat Fitri yang menangis, bukan hanya telur saja, minyak goreng yang tadi penuh, kini hanya tinggal setengahnya saja, karena tutupnya yang tak terlalu rapat.

Fitri segera berjongkok, dan menangis disana, dia tak tahu lagi, bagaimana caranya, mengganti semua ini.

"Maaf, saya akan bertanggung jawab atas semua belanjaan yang rusak. Lebih baik, sekarang ikut saya, untuk membeli yang baru" ucap Abdul, segera membawa belanjaan yang masih bagus dan layak, ke tepi.

Fitri merasa tak enak kepada Abdul, gadis dengan tubuh mungil itu, segera bangun, setelah Abdul membantunya untuk berdiri.

"Ayo, sebaiknya kita cepat, supaya majikan mu tidak tahu ini" ajak Abdul, kemudian membawa Fitri ke warung terdekat.

Abdul segera mengganti semua belanjaan Fitri tadi, dan segera membayarnya.

"Oh iya, rumah kamu sebelah mana mbak ?" tanya Abdul berbasa-basi kepada gadis yang ternyata terlihat sangat manis itu.

"Rumah saya tepat di belakang tembok rumah juragan Suryo Mas" jawab Fitri, sambil menunjuk ke arah belakang rumah pak Suryo.

"Emm, ibu kamu sudah lama kerja di rumah pak Suryo?" tanya Abdul, ingin tahu. 

"Semenjak ayah saya meninggal, ibu terpaksa bekerja di sana, karena Ayah mempunyai hutang yang cukup besar kepada Juragan" jawab Fitri, tampak sedih.

Abdul merasa tak enak, karena ternyata, pertanyaannya, membuat gadis itu menjadi sedih.

Tak ingin segera mengorek informasi sang gadis sekarang,  Abdul pun kemudian pamit.

"Karena hari sudah sore, saya pamit dulu ya mbak. Oh iya, kapan-kapan, saya boleh kan, main ke rumah kamu?" tanya Abdul, tersenyum.

"Silahkan Mas, tapi sebenarnya, saya tidak biasa menerima tamu laki-laki" jawab Fitri, sambil membetulkan letak kerudungnya yang miring, terkena angin.

Abdul tersenyum penuh arti, mendengar jawaban dari gadis di depannya itu.

"Tentu saya tak sendiri, saya akan membawa nenek saya juga, supaya bisa berkenalan dengan mu" ucap Abdul, tersenyum tipis. 

*******

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status