Share

Rencana Fani

Selama dirawat selama tiga hari kondisi Sasa sudah semakin baik, bayi berumur satu bulan lebih itu terlihat lebih menggemaskan sekarang, ruam merah di tubuhnya juga sudah mulai memudar. Adam begitu antusias saat tahu kalau siang ini putrinya di perbolehkan pulang.

Devan juga sudah mengurus surat perceraian Adam ke pengadilan agama, Ayah beranak satu ini mulai lagi fokus untuk mengajar lagi.

Nadia yang kini masih di ruang rawat Sasa, tak hentinya tersenyum menatap sepupunya itu. Tak lama Devan dan Adam datang untuk menjemputnya. Pria itu mengambil alih menggendong putrinya dari dekapan ponakannya.

"Apa semua sudah siap, Nad?" tanya Adam tak henti-hentinya mencium pipi gembul Sasa.

"Sudah Om," jawabnya sambil mengambil tas kecil tempat keperluan Sasa.

Ketiganya berjalan melewati lorong rumah sakit, Devan hanya menggelengkan kepala melihat Adam yang berjalan cool sambil menggendong putrinya, Sedangkan Nadia mengikuti dari belakang Adam.

Kini ketiganya sudah ada di mobil, Devan mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Setelah menempuh perjalanan selama empat puluh menit akhirnya mobil memasuki rumah orang tua Adam.

Mama Miran menyambut cucunya di teras rumahnya, wajahnya terlihat begitu bahagia. Wanita paruh baya itu tersenyum saat melihat Adam keluar dari mobil sambil menggendong putrinya. Air matanya menetes, tetapi secepat mungkin di usapnya karena tak ingin anaknya sampai melihat.

Ibu mana yang mampu melihat kegagalan rumah tangga anaknya, walau dia begitu tidak menyukai Fani, tapi karena Adam begitu mencintai wanita itu akhirnya dia hanya bisa merestui keduanya untuk naik ke jenjang yang lebih serius. Menikah di usia muda membuat keduanya masih mementingkan keegoisannya masing-masing.

"Sayang, Nenek kangen," ucapnya mengambil Sasa dari gendongan putranya.

"Pasti Sasa juga rindu sama Neneknya yang cantik ini," goda Adam sambil mengajak Mamanya masuk.

Nadia dan Devan ikut tersenyum, walau Adam terlihat dingin dengan orang lain. Namun, setidaknya dia begitu hangat dengan keluarganya. Mereka duduk di ruang keluarga Bik Imah yang sudah menyiapkan kamar untuk Sasa di samping kamar Adam sebelumnya.

"Ibu, sebaiknya Nak Sasa di tidurkan di kamarnya," kata Imah sambil tersenyum melihat wajah Sasa yang semakin mirip dengan Adam.

"Iya Imah, sebentar lagi" jawabnya rasanya tidak ingin melepaskan cucunya dari gendongannya.

"Jangan lama-lama di gendong, Bu. Nanti bau tangan," kata Imah.

Adam mengerutkan keningnya saat putrinya di bilang bau tangan, Imah yang melihat anak majikannya bingung hanya tersenyum. Mungkin enggak semua orang tahu istilah bau tangan untuk anak bayi.

"Bau tangan bagaimana, Bik?" tanya Devan yang ikut penasaran.

"Itu loh, kalau bayi sering digendong pas mau kita letakan pasti nangis," ujar Imah

"Percuma jelasin Bik, mereka tidak akan mengerti," sahut Nadia beranjak dari duduknya untuk menyiapkan makan siang yang di ikuti oleh bik Imah.

"Sudah jangan dipikirkan, Mama tidurkan Sasa dulu. Devan kamu ikut makan siang ya, Nak," tawarnya sambil berjalan menuju lantai dua di mana kamar untuk Sasa.

Devan hanya tersenyum, kemudian ia menatap Adam," Minggu depan sidang pertama mu, apa kamu akan datang?" tanya Devan.

"Apa Fani sudah tanda tangan?" tanya Adam balik.

"Kayaknya sudah, pasti dia juga sudah menerima surat panggilan sidang," ucap Devan

"Aku tidak akan datang, biar diurus langsung oleh Vano," ucap Adam

"Baiklah, nanti aku sampaikan kepadanya. Apa kamu akan terima tawaran kemari untuk menjadi dosen tetap?" tanya Devan.

"Belum tahu, menurutmu bagaimana?' tanya Adam.

"Cih, selalu bertanya balik!" umpat Devan.

Adam hanya diam, ia juga perlu persetujuan dari Mamanya, jika dia nanti menerima itu siapa yang akan menjaga Sasa. Namun, kalau harus membayar baby sister apa cukup gajinya nanti sedangkan sekarang susu soya untuk anaknya yang sembilan ratus gram saja hanya empat hari.

"Nanti aku bicarakan dulu dengan Mama, apa harus cari baby sister atau bagaimana!" katanya tegas.

"Baiklah, kalau bisa jangan lama-lama, biar kita bisa satu kampus lagi," kata Devan sambil tersenyum.

Adam hanya tersenyum tipis, tak lama Nadia datang untuk mengajak kedua pria itu untuk makan siang, kini keduanya menuju meja makan dimana sudah ada Mama Mirna. Mereka makan dalam hening hanya suara sendok yang terdengar, dari kecil Adam diajarkan oleh Mamanya saat makan tidak boleh sambil berbicara.

Devan yang mendapat pesan dari Mamanya langsung pamit pulang, sebenarnya ia tidak enak siap makan pulang. Namun, ini keadaan urgent. Setelah pamit kepada Adam dan Tante Mirna mobil yang di kemudian Devan mulai meninggalkan kediaman Adam.

Adam dan Mamanya kini sedang duduk di ruang keluarga, tak lama Nadia juga ikut bergabung.

"Ma, Adam dapat tawaran di kampus tempat Devan mengajar," ucapnya.

"Ambil saja, Om. dari pada di kampus sebelumnya," sahut Nadia.

"Iya rencananya mau Om ambil, tapi bagaimana dengan Sasa kalau saya tinggal mengajar?" tanya Adam

"Kamu jangan khawatir, Nak. Nanti mama di bantu Nadia dan Bik Imah yang jagain," jawab Mama Mirna yang mengerti kondisi keuangan Anaknya sekarang.

"Terimakasih, Mam," ucapnya sambil memeluk wanita paruh baya itu dengan lembut.

"Sama-sama sayang, kalau ada apa-apa bilang ke Mama," ucapnya sambil mengusap bahu Adam.

"Nadia juga mau dipeluk," katanya sambil cemberut.

Adam dan Mama Mirna terkekeh mendengarnya, kini ketiganya berpelukan. Bagi Adam keluarganya sekarang yang utama, kegagalan dalam berumah tangga akan dijadikan pembelajaran ke depannya.

"Om jangan khawatir, Sasa juga akan baik-baik saja, kita harus sama-sama bangkit. Jadikan semua hanya sebagai pembelajaran dalam hidup kita untuk ke depannya," jelasnya sambil memeluk Adam untuk memberikan semangat.

Mereka asyik mengobrol, Adam kemudian pamit untuk melihat putrinya, sedangkan kedua wanita beda usia itu melanjutkan obrolannya lagi.

***

Di sebuah kafe terlihat wanita sedang duduk sambil menunggu seseorang, wanita itu tak lain adalah Fani, yang sedang berjanji akan makan siang dengan Raka. Tak lama seseorang yang di tunggunya datang sambil membawakan bunga lily kesukaan wanita yang sebentar lagi akan menjadi miliknya seutuhnya.

"Maaf aku terlambat," katanya merasa bersalah karena sudah membuat Fani menunggu lama.

"Enggak apa-apa Mas, aku tahu kamu sibuk," ujarnya.

"Terimakasih, kamu yang paling mengerti aku, yang," pujinya sambil duduk di depan Fani.

Pelayan datang memberikan buku menu untuk keduanya, "Silahkan Nona, Tuan," ucapnya sambil memberikan buku menu.

"Mas makan apa?" tanya Fani saat Raka hanya menatapnya saja.

"Samakan saja," jawab Raka

"Mbak, saya pesan ini dan ini, minumnya jus jeruk saja dua dan air mineral dua ya," ujar Fani

"Baik Nona, di tunggu sebentar," jawab pelayan itu sambil pergi meninggalkan keduanya.

"Mas, minggu depan persidangan pertama kami," ucapnya sambil menunduk.

Deg, Raka terkejut, karena dia akan mengurus perceraian Fani bulan depan, tapi ternyata Adam lebih cepat dari perkiraannya, hingga ia tak perlu repot-repot lagi.

"Tenang saja, secepatnya akan selesai," kata Raka sambil tersenyum menatap mata indah Fani.

"Tapi aku butuh pengacara, Mas," ucap Fani

"Aku akan mengurusnya," kata Raka

"Makasih sayang," ucapnya sambil tersenyum semanis mungkin untuk Raka.

"Selangkah lagi aku akan menjadi Nyonya Raka Nugroho, Fani kamu memang cerdas," batinnya.

Tanpa Raka ketahui wanita itu merencanakan sesuatu.

Aa Zigant

Jangan lupa subscribe dan dukung dengan cara komen dan tekan bintang lima ya. Insyaallah up setiap hari. Aa zigant.

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status