Share

Kehamilanku

       Satu minggu telah berlalu, setelah ia memutuskan untuk menyewa kontrakan sementara, akhirnya Aisyah menyudahi pikiran keras kepalanya untuk memberanikan diri pulang ke rumah orang tuanya, Aisyah bergegas mengemasi barang dan membulatkan tekad untuk segera beranjak dari Jakarta ke Surabaya. Aisyah lekas berangkat ke stasiun kereta api, sembari menunggu kedatangan kereta ia duduk sejenak dan mulutnya terus komat-kamit seperti sedang menghapalkan sesuatu.

“Pak, Bu maafkan Aisyah baru cerita … ah bukan.”

“Bu, Yaya tau Ibu pasti kecewa … nggak-nggak gitu!”

            Aisyah sibuk menghapalkan kata apa yang harus ia ucapkan untuk menjelaskan apa yang terjadi pada kedua orang tuanya.

“Huek … huek … huk (segera menutup mulutnya).” Aisyah tiba-tiba mual

 Wanita malang itu berlari ke toilet, “Duh, kenapa ya (sembari menyentuh keningnya) enggak anget kok, apa karena belum sarapan ya.”

            Aisyah tak terlalu memikirkan terlalu jauh tentang hal ini, karena ada hal lain yang sudah memberatkan pikirannya, ia pun kembali ke peron untuk menunggu kedatangan kereta api yang akan ia tumpangi menuju Surabaya. Setelah lama menunggu akhirnya kereta pun tiba, Aisyah bergegas masuk. Baru melangkahkan kaki dan mulai memasuki dalam kereta, rasa mual Aisyah semakin menjadi dan ia masih sanggup menahannya, karena ia tidak ingin menciptakan ketidaknyamanan pada penumpang lain.

“Lagi hamil muda ya! (menyodorkan sebuah masker),” seru lelaki yang ada di sebelah Aisyah.

“Ha? Hamil?”

“Iya, biasa kalau hamil muda pasti bawaannya mual apalagi ini di kereta segala macam aroma mbak bisa cium di sini. Biar lebih aman pakai masker saja (kembali menyodorkan masker).”

Aisyah kikuk harus merespon apa pada orang asing tersebut yang tiba-tiba menegurnya terlebih responnya yang sangat mengejutkan Aisyah karena mengatakan dirinya sedang hamil.

“He … e iya, makasi ya, pak.” Aisyah mengambil pemberian masker dari lelaki itu

            Sejenak situasi kembali canggung di antara keduanya, “Ehem,” deham lelaki itu.

“Bapak, tujuan ke mana?” tanya Aisyah yang memberanikan diri merespon orang baru.

“Saya mau ke Surabaya,” jawabnya dengan penuh keramahan.

“O, ke Surabaya, sama saya juga.” Aisyah kembali bingung harus merespon apalagi

“Wah, bagus itu bagus.”

Aisyah hanya melempar senyum tipis, karena ia tak paham apa yang dimaksud dengan lelaki itu mengatakan bagus.

“Nama saya Hendra, panggil Hendra saja. Sepertinya umur kita tidak jauh beda jadi lebih baik panggil nama saja,” ucapnya lembut.

“Eee … iya Hen-dra,” jawab Aisyah ragu.

“Nama mbak siapa?”

“Saya? Nama saya Aisyah.”

“Namanya bagus, ow iya usia kehamilan mbak sudah berapa bulan?”

“Sebenarnya saya,” sahut Aisyah terpotong.

            Ternyata kereta sudah sampai di Surabaya, percakapan di antara keduanya pun berhenti. Semua orang bergegas keluar dari kereta termasuk Aisyah yang sudah tak tahan karena mualnya.

“Maaf saya permisi ya, terima kasih maskernya, Hendra.” Aisyah terburu-buru

“Kembali kasih,” balasnya sembari tersenyum.

            Aisyah tak melanjutkan basa-basinya dengan Hendra jadi ia bergegas pergi menuju rumah kedua orang tuanya. Namun,  Aisyah masih penasaran dengan perkataan lelaki tadi yang baru saja ia jumpai di kereta yang mengatakan dirinya sedang hamil, karena hal tersebut Aisyah terus memikirkannya apalagi ia sudah hampir 3 minggu telat datang bulan. Aisyah akhirnya memutuskan singgah ke minimarket untuk membeli tespek, ia ingin menghilangkan rasa penasarannya karena perkataan Hendra.

“Assalammualaikum, Ibu.”

“Walaikumsalam. Aisyah, nak. Kamu sendirian? Bima mana?”

“Ibu, maaf. Nanti Aisyah cerita ya, bapak mana Bu?”

“Bapak lagi ke luar, nak. Palingan sebentar lagi pulang, kamu istirahat dulu ya sekalian nunggu bapak kita cerita-cerita lagi.”

“Iya, Bu.”

            Aisyah beranjak pergi ke kamar mandi untuk melakukan tespek.

Mata Aisyah terbelalak saat hasil tesnya menunjukkan dua garis yang artinya ia positif hamil, air matanya sudah tak kuasa terbendung.

“Ya Allah, aku senang akan rejeki-Mu tapi apa yang harus hamba lakukan sekarang.” Aisyah menangis

Ibu Aisyah mengetok pintu kamar mandi, “Nak kamu kenapa?”

Aisyah keluar dan menyodorkan tespeknya, “Aisyah hamil, Bu.”

“Alhamdulilah ya Allah, terima kasih atas rejekimu ini akhirnya anak hamba kau percayakan menjadi seorang ibu,” ucapnya terharu

“Mas Bima, sudah kamu kabarin, nak? Dia pasti senang banget akhirnya dia sebentar lagi jadi ayah.”

Aisyah hanya diam mematung, “Iya, Bu,” sahut Aisyah pasrah.

“Bapak pasti senang banget ini, dia sebentar lagi jadi kakek.”

            Aisyah kembali goyah sepertinya dia akan menunda untuk menceritakan semuanya, wanita malang itu tidak ingin merusak kebahagiaan hari ini. Melihat ibunya yang teramat bahagia akan kehamilannya rasanya tidak tega kebahagiaan itu dihancurkan dengan semua masalah yang telah terjadi.

“Bu, Aisyah istirahat ya. Aisyah capek,” ucapnya lesu.

“Iya, Nak. Kamu harus banyak-banyak istirahat ya, jaga kesehatanmu dan bayimu, jangan lupa kabarin Bima, ya. Dia pasti bahagia akhirnya dia akan menjadi seorang ayah.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status