Hai readers >3 Sehat selalu ya, terima kasih sudah membaca :) Jangan lupa tinggalkan komentarnya juga ya :) Happy reading love >3
Dokter Hendra hanya bisa tersenyum tipis, “Saya ingin serius dengan kamu Aisyah jadi saya tidak ingin buang-buang waktu lagi. Kamu tunggu kedatangan keluarga saya untuk bertemu dengan keluargamu, ya.” Aisyah menatap pria yang sedang berada tepat di hadapannya itu tanpa berkedip setelah mendengar pernyataan di luar dugaan Aisyah sebelumnya. “Ka-kamu kok nekat banget?” Aisyah kikuk. “Ini namanya serius bukan nekat, ada-ada saja kamu. Dua hari lagi keluarga saya dari Jakarta akan ke Surabaya untuk menemui keluargamu.” “HAH!” Aisyah semakin terkejut begitu pun Hendra juga ikut terkejut karena reaksi Aisyah. “Astagaaa Aisyah.” Dokter Hendra terkejut sembari mengelus dada. “Hen, kamu nggak becanda kan?” tanyanya dengan nada rendah. “Buat apa saya bercanda dengan masalah seserius ini.” “Tapi kamu tau sendiri kan Bapak masih kurang sama kamu.” Dokter Hendra meraih tangan Aisyah lalu menggenggamnya, tatapan pria itu semakin dalam dan terpatri pada sesosok wanita
“Untunglah jadi kamu bisa bebas dan nggak dipaksa buat punya anak lagi!” “Ma, selama ini aku berusaha untuk sabar ya! Tapi aku masih punya hati buat naruh rasa kasian sama Mama. Kenapa sih nggak bisa berpikir positif sehari aja.” Jihan mulai kesal. “Kamu nggak usah ngajak debat! Kalau udah salah, salah aja nggak usah nyangkal.” “Gila ya nenek tua ini,” gerutunya dalam hati. Jihan yang sudah muak langsung meninggalkan Ajeng sendirian di kamar. *** “Jangan lupa dateng ya ke pernikahan aku,” ucapnya sembari memberi Bima sebuah undangan pernikahan. “Me-menikah?” “Iya, aku udah nemuin orang yang tepat buat jadi pasangan hidup aku.” “Nggak mungkin ada yang mau nerima kamu selain aku!” bantahnya. “Memangnya kenapa? Dia baik dan pastinya dia dan keluarganya peduli sama aku nggak kayak keluarga kamu yang nggak pernah nganggep aku manusia!” “Kamu nggak bisa bahagia secepat ini!” “Kenapa kamu nyesel udah ninggalin aku demi perempuan lain? Sekarang kamu kena karmanya kan! Istri kamu ngg
Jihan mulai meradang, “Keterlaluan kamu Mas! Kenapa kamu tiba-tiba mimpiin mantan istri kamu? Terus kenapa kamu harus mimpiin seorang anak dengan Aisyah!” Cerita Bima membuat Jihan semakin berpikir macam-macam. “Kamu nggak usah curigaan gitu sama suami kalau mau suaminya betah sama istrinya,” cetus Ajeng. Jihan mendengus, “Huh, apa sih Ma!” Mengabaikan Ajeng lantas masuk ke dalam. * “Rasya jangan kenceng-kenceng larinya!” “Kia ayo kejar aku!” Bocah itu berlari kencang dan menaiki perosotan, Kia yang melihat temannya asyik bermain segera menyusul Rasya naik perosotan. “Tunggu aku!” Kiara dengan tergesa menaiki perosotan tanpa memerhatikan keselamatannya akibatnya karena ia terburu-buru kakinya tak sengaja tersangkut di tiang dan tubuhnya tergelincir ke bawah. “Aaaaaaaa, aduh!” teriak Kiara kesakitan. Semua perhatian mengarah ke Kiara, guru-guru yang ada dengan tergesa menghampiri bocah itu yang sudah merintih kesakitan. “Aduh siapa itu?” “Ada yang luka
“Oke, kalau itu mau kamu. Kamu tinggal pilih aja, Mas mau bantuin biaya operasi Kiara atau tidak sama sekali dengan catatan kesepakatan dibatalkan dan tidak ada lagi perjanjian di antara kita dan satu lagi konsekuensi pelanggaran harus ditepati! Pilihan ada di tangan kamu Mas, gimana?” Bima tampak terdiam dalam waktu yang lama, ia berusaha mempertimbangkan keputusannya matang-matang. “O-oke, aku setuju! Kasi aku waktu sampai besok, sekarang kamu urus berkas administrasi yang kurang. Aku mau balik lagi lagi ke kantor karena tadi ada pekerjaan yang harus aku ambil tapi aku tinggal ke sini jadi aku nggak bisa nemenin kamu.” Jihan mengerinyitkan dahinya, “Tega kamu ninggalin aku sendirian jaga Kiara, Mas?” Bima mendengus, “Hah, kamu dalam situasi kayak gini masih mau nuntut aku buat ngelakuin semuanya? Kamu mikir dong, pekerjaan aku banyak dan sekarang harus mikirin biaya operasi anak kamu padahal aku lagi butuh juga! Kamu mikir nggak sampai ke sana gimana stres nya aku sek
Pak Ahmad berbisik pada Hendra, “Maafkan saya nak Hendra, saya salah. Kamu orang baik dan saya harap terus begitu selamanya untuk menjaga anak saya yang sebelumnya pernah menderita. Saya secara pribadi menitip anak saya sama kamu, tolong jaga Aisyah.” Tangan kanan Hendra meraih bahu pak Ahmad, “Saya pasti akan menjaga anak bapak sebaik-baiknya saya menjaga keluarga saya selama ini.” Pada akhirnya sang dokter yang tampan dan baik hati itu berhasil memenangkan hati pak Ahmad yang sebelumnya sangat keras kepala dan menentang hubungan antara Aisyah-anaknya dan dokter Hendra karena pak Ahmad menilai keluarga dokter itu hanya akan menjadikan Aisyah sebagai bahan olokan saja di tengah kondisinya menjadi seorang janda dan mempunyai seorang anak yang masih dalam kandungan dari mantan suaminya. “Gimana perasaan kamu setelah bertemu dengan keluarga saya?” Aisyah tersenyum, “Mereka baik terutama adik kamu sangat welcome dengan saya, saya berasa punya seorang adik peremp
“Kamu tidak usah khawatir soal itu, kamu dan anak kamu ini akan segera menjadi bagian dari keluarga kami yang akan disambut dengan sangat senang hati.” “Hendra … apa kamu yakin mau menerima saya? Ini masalah yang serius dan seumur hidup, apa kamu tidak malu dan takut?” “Malu? Takut? Untuk apa? Saya ini serius dengan kamu apa pun resiko ke depannya saya siap tanggung jawab atas rasa ini padamu, lagian apa yang akan membuat saya takut dan malu tidak ada yang salah dari kamu Aisyah,” tegasnya. “Aku ini seorang janda Hen.” “Kamu kenapa selalu mengatakan itu Aisyah? Saya tekankan sekali lagi sama kamu, tidak ada yang salah dengan status itu, itu bukan tindakan kriminal kan? Bukan juga perbuatan dosa, lantas apa masalahnya?” “Maaf kalau saya lancang dan selalu mengatakan ini tapi saya juga tidak bisa berbohong dengan rasa takut yang selalu saya rasakan Hen. Saya takut kamu dan keluargamu justru akan menemui kesulitan-kesulitan ke depannya karena saya, kamu tau kan masyarakat sekarang se
“Ditunda? Kenapa?” Semua orang terkejut mendengar pernyataan Aisyah. “Sebelumnya jangan salah sangka dulu, Aisyah ingin pernikahan ini ditunda karena Aisyah pikir akan lebih baik kalau pernikahannya ditunda sampai Aisyah melahirkan,” jelasnya ragu. “Aisyah tau lebih cepat akan lebih baik, namun ini hanya sebuah keinginan dan Aisyah tidak akan memaksakan juga jika kalian tidak setuju.” Hendra dan kedua orang tuanya saling beradu pandang. “E-e, kalau masalah itu kita sebagai orang tua tentunya akan mengembalikan keputusan akhir pada anak kami.” Kedua orang tua Hendra berusaha menyikapinya dengan bijaksana. “E kalau dari Hendra tetap mengedepankan kenyamanan bersama dan jika hal tersebut membuat Aisyah lebih nyaman, Hendra juga tidak masalah. Hal tersebut juga tentu akan lebih baik karena mengingat usia kandungan Aisyah yang sudah tidak muda lagi, Hendra juga minta maaf karena hal ini luput dari perhatian Hendra.” “Baiklah kalau begitu sekiranya semua sudah s
“Nggak sopan kamu ya, Bima! Bima! Mau ke mana kamu?” Bima pergi begitu saja setelah mengemasi barang-barang yang perlu dibawanya ke rumah sakit. “Hari ini aku nemenin kamu di sini jaga Kiara.” “Hah!” Jihan terkejut, “Kamu kesambet apa tadi di jalan? Tumben banget sikapnya kayak gini.” “Aku males di rumah, Mama marah-marah ke aku karena biayain operasi Kiara, aku capek kuping aku sumpek makanya aku di sini saja,” keluhnya kelelahan. “Emang Mama nggak pernah mau berusaha baik ya, terus sekarang Mama kamu tinggal sendirian gitu di rumah? Aku sih nggak papa selama aman-aman aja, tapi emang kamu yakin ninggalin Mama di rumah sendirian nggak makin nambah masalah kamu nanti?” “Kamu tenang aja, aku tadi minta tolong ke tante Siwi buat nemenin Mama karena dia emang ada rencana nginep ke rumah jadi ya sekalian aja.” Jihan mengerinyitkan dahinya, “Hah? Tante Siwi? Si tante-tante yang suka ngomentarin orang dengan kata-kata pedesnya itu! Kasian Mama pasti sekarang lagi dengerin