Home / Romansa / DIMADU TANPA RESTU / 48 – Bertemu Pria Misterius

Share

48 – Bertemu Pria Misterius

Author: NHOVIE EN
last update Last Updated: 2025-05-12 12:59:52

Malam itu, Raka benar-benar kelelahan. Setelah menghubungi ibunya lewat panggilan video, bocah kecil itu pun langsung terlelap di atas ranjang empuk di salah satu kamar hotel terbaik di Jakarta.

Hari ini adalah hari yang luar biasa baginya. Ardi memanjakannya tanpa batas, membawa Raka berkeliling ke berbagai tempat wisata populer di ibu kota. Mulai dari Monas, Kota Tua, hingga SeaWorld—semuanya membuat mata Raka berbinar-binar penuh antusiasme. Tak henti-hentinya bocah itu tertawa, bersorak, dan sesekali memeluk Ardi dengan penuh rasa sayang. Raka benar-benar bahagia.

Sementara itu, Ardi masih belum bisa memejamkan mata. Ia duduk di depan jendela besar yang menghadap langsung ke kemegahan kota Jakarta. Dari lantai dua puluh, lampu-lampu kota tampak seperti gugusan bintang yang jatuh di bumi. Matanya menerawang, pikirannya melayang entah ke mana.

Tiba-tiba, dering ponsel mengejutkannya.

Ardi buru-buru mematikan nada dering dan melirik ke arah Raka. I

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Faidhotur Rosyadi
pasti si brengsek wira
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • DIMADU TANPA RESTU   55 – Permintaan Sekar

    “Tante, Raka mana?” tanya Edo—salah satu teman dekat Raka—dengan napas sedikit terengah.Sekar yang sedang sibuk menata barang dagangan di warung, menoleh cepat, keningnya berkerut. “Raka? Bukannya tadi main sama kalian? Tante dari tadi nggak lihat dia. Tante sibuk di warung.”“Raka pulang duluan, Tante. Ini tadi barang-barangnya ketinggalan,” sahut Edo sambil menyerahkan kantong plastik berisi mainan. Seorang temannya menambahkan, “Ini juga bolanya, Tante.”Sekar menerima barang-barang itu dengan bingung. Ia membolak-balik isinya, merasa ada yang janggal. “Ini punya Raka? Kayaknya bukan deh. Tante nggak pernah lihat mainan ini.”“Itu memang punya Raka, Tante. Soalnya tadi Om yang ngasih.”Sekar menatap anak-anak itu dengan tatapan penuh tanya. “Om yang mana? Om Ardi?”“Bukan. Om yang mirip Raka. Katanya sih papanya Raka. Tapi kami nggak tahu juga.”NYESH!Perkataan itu menghantam hati Sekar seperti angin tajam yang menyayat. Sejenak ia membeku. Napasnya tercekat.Sekar benar-benar ti

  • DIMADU TANPA RESTU   54 – Melarikan Diri

    “Raka …,” panggil Wira pelan, berusaha mendekati bocah empat tahun yang sedang bermain bola bersama teman-temannya di lapangan sore itu.Bocah kecil itu baru saja menendang bola ke arah gawang imajiner, namun suara Wira membuatnya menoleh. Matanya melebar sedikit, lalu wajahnya berubah waspada.“Om lagi?” gumam Raka. Ia mundur satu langkah, menjauh. Tatapannya tak lagi riang seperti beberapa saat sebelumnya.“Nak, jangan takut,” ucap Wira dengan suara selembut mungkin. Ia berjongkok agar sejajar dengan tinggi tubuh Raka. “Om ini bukan orang jahat. Nih … Om bawakan mainan. Banyak, semua buat Raka.” Ia menyodorkan kantong belanja berisi mainan mobil-mobilan, robot, dan beberapa camilan anak-anak.Namun Raka menggeleng cepat. “Om pasti orang jahat. Kalau nggak jahat, kenapa Mama marah banget waktu itu?”Teman-teman Raka yang melihatnya pun ikut mendekat. Mereka berdiri di dekat Raka, seolah bersiap menjaga jika Wira melakukan sesuatu yang mencurigakan.Wira berusaha tersenyum. Meski hati

  • DIMADU TANPA RESTU   53 – Harus Berjuang

    Wira masih terpaku. Kata-kata ibunya terus terngiang-ngiang di telinganya, membekas seperti cambuk yang menghantam hati sekaligus menyulut semangatnya yang nyaris padam.“Kalau kamu memang mencintai Sekar, perjuangkan. Kamu tahu, dulu kamu sudah melukainya. Jadi wajar kalau sekarang kamu butuh usaha yang lebih besar untuk kembali mendapatkannya. Sebelum janur kuning terkembang, sebelum Sekar sah jadi istri orang, kamu masih punya kesempatan untuk merebutnya kembali.”Begitulah pesan dari Bu Dian, ibunya, sebelum Wira melangkah keluar dari rumah masa kecilnya. Ucapan yang sederhana, namun menyimpan ledakan makna dan dorongan yang dahsyat.Langkah Wira berat, tapi pasti. Ia berjalan sendiri menyusuri lorong rumah, menuju kamar yang selama ini disakralkan dalam diam—kamar Sekar.Sejak kepergian Sekar, tak ada satu pun yang diizinkan menyentuh kamar itu. Bahkan ketika Amara merengek dan memaksa ingin pindah ke kamar utama, Wira tetap tak luluh. Baginya, kamar itu milik Sekar. Dan akan sel

  • DIMADU TANPA RESTU   52 – Ingin Segera Menikah

    “Mama… Om yang datang tadi sore itu siapa, sih? Kayaknya kenal banget sama Mama. Terus… kenapa Mama marah-marah sama Om itu?”Pertanyaan itu meluncur polos dari bibir kecil Raka usai ia menyantap makan malam. Suaranya ringan, tapi penuh rasa ingin tahu yang mendesak.Sekar menoleh sejenak, jantungnya seolah tercekat. “Bukan siapa-siapa, Sayang…” jawabnya cepat sambil membereskan piring kotor. “Raka udah ngerjain PR belum? Mau Mama bantuin?”“Mama lupa, ya?” Raka mengernyit lucu. “Raka kan lagi liburan. Mana ada PR! Lagi pula, anak PAUD mana ada PR, Ma.”Sekar terdiam. Raka benar. Ia sedang libur sekolah, dan selama ini, gurunya memang tak pernah memberi pekerjaan rumah. Sekar meremas serbet di tangannya, menyadari betapa paniknya ia hingga mengucapkan sesuatu yang tidak masuk akal.“Oiya… Maaf, Sayang. Mama kelepasan.” Sekar memaksakan senyum. “Hhm… Gimana kalau liburan kali ini Raka pergi sama Mama, ya? Kita ke Bandung, main ke rumah Tante Sonya. Raka mau, nggak?”Raka tidak menjawab

  • DIMADU TANPA RESTU   51 – Diusir Sekar

    Setelah menimbang berkali-kali dalam hati, akhirnya Wira memutuskan untuk bertamu ke rumah Sekar sore ini. Jarum jam sudah menunjukkan pukul lima, dan ia baru saja mengganti pakaian yang ia beli di Depok. Pakaian lamanya sudah kusut dan terasa tidak layak pakai setelah dipakai semalaman penuh pencarian dan kegelisahan.Sembari melajukan mobil menuju kediaman Sekar, pandangan Wira sesekali berpindah ke kantong-kantong belanja yang ia letakkan di kursi penumpang depan. Ada makanan, pakaian untuk Raka, dan beberapa oleh-oleh kecil. Wira tak mau datang dengan tangan kosong. Bukan demi pencitraan, melainkan sebagai bentuk itikad baik.Namun saat mobilnya memasuki halaman rumah, langkah Wira seketika terhenti. Matanya menangkap mobil SUV hitam yang terparkir rapi di depan rumah. Di teras, seorang pria sedang bercanda dengan Raka. Tawa anak itu begitu riang, seperti tak menyisakan sedikit pun luka masa lalu.Bukankah itu... pria yang aku temui di lift waktu itu? Wira membatin, jantungnya ber

  • DIMADU TANPA RESTU   50 – Mencari Tahu Sendiri

    Sekar terpaku di ambang ketakutan. Ia tak berani keluar kamar, hanya bisa mendekap Raka erat-erat seolah dunia luar begitu mengancam. Hatinya bergemuruh, pikirannya kalut, dan tubuhnya gemetar pelan."Mama kenapa? Kenapa Mama kelihatan takut banget?" tanya Raka polos, menatap sang ibu dengan sorot mata bingung. Ia belum pernah melihat ibunya seperti ini.Sekar tak langsung menjawab. Ia hanya menggeleng pelan, lalu melepas pelukan itu sesaat untuk mencium puncak kepala Raka dengan lembut.“Mama nggak akan biarkan siapa pun ambil kamu dari Mama. Kita nggak akan pernah terpisah, Nak,” bisiknya lirih. Suaranya nyaris tenggelam oleh gejolak emosinya sendiri. Setelah itu, ia kembali merengkuh Raka dalam pelukannya, seolah ingin memastikan anak itu masih utuh dalam dekapannya.Raka masih bingung. “Memangnya siapa yang mau ambil Raka? Om Ardi? Kayaknya enggak deh. Om Ardi baik banget. Dia suka becandain Raka.”Sekar terdiam. Ia tahu, Raka belum cukup besar untuk memahami apa yang sebenarnya t

  • DIMADU TANPA RESTU   49 – Kedatangan Wira Yang Mendadak

    Usai menghadiri acara penting di sebuah hotel berbintang di Jakarta, Wira tidak langsung kembali ke ruangannya di kantor. Langkahnya malah membawanya ke sebuah kafe kecil yang berada tepat di sebelah gedung tempat ia bekerja. Di sana, ia duduk menyendiri, ditemani segelas jus mangga dan sebatang rokok yang perlahan menghitam di antara jemarinya.Ada yang mengusik pikirannya. Sesuatu yang tak bisa ia jelaskan, tapi cukup kuat untuk membuat dadanya terasa sesak sejak beberapa jam terakhir."Ada apa, Wira? Sepertinya kamu nggak nyaman dari tadi."Suara Alex, rekan kerjanya, memecah lamunan.Wira tidak langsung menjawab. Ia hanya menghela napas panjang, lalu menyesap rokoknya. Asap mengepul perlahan dari bibirnya, menciptakan kabut tipis di depan wajahnya yang tampak murung."Tadi aku bertemu seseorang di lift hotel," katanya pelan. Tangannya mengambil jus mangga, menyesap sedikit, lalu meletakkannya kembali."Terus? Siapa?" Alex mencondongkan tub

  • DIMADU TANPA RESTU   48 – Bertemu Pria Misterius

    Malam itu, Raka benar-benar kelelahan. Setelah menghubungi ibunya lewat panggilan video, bocah kecil itu pun langsung terlelap di atas ranjang empuk di salah satu kamar hotel terbaik di Jakarta.Hari ini adalah hari yang luar biasa baginya. Ardi memanjakannya tanpa batas, membawa Raka berkeliling ke berbagai tempat wisata populer di ibu kota. Mulai dari Monas, Kota Tua, hingga SeaWorld—semuanya membuat mata Raka berbinar-binar penuh antusiasme. Tak henti-hentinya bocah itu tertawa, bersorak, dan sesekali memeluk Ardi dengan penuh rasa sayang. Raka benar-benar bahagia.Sementara itu, Ardi masih belum bisa memejamkan mata. Ia duduk di depan jendela besar yang menghadap langsung ke kemegahan kota Jakarta. Dari lantai dua puluh, lampu-lampu kota tampak seperti gugusan bintang yang jatuh di bumi. Matanya menerawang, pikirannya melayang entah ke mana.Tiba-tiba, dering ponsel mengejutkannya.Ardi buru-buru mematikan nada dering dan melirik ke arah Raka. I

  • DIMADU TANPA RESTU   47 – Akhirnya Sekar Setuju

    Hujan deras menggedor atap rumah seperti irama tak sabar yang ditabuh alam. Petir sesekali menyambar, membelah langit dengan cahaya menyilaukan. Malam ini warung Sekar terpaksa tutup lebih awal. Bukan hanya karena badai yang membuat pelanggan enggan keluar rumah, tetapi juga karena pikirannya sendiri tengah dihantam badai yang lebih besar—di dalam hati.Di dalam kamar, Raka sudah terlelap. Bocah empat tahun itu tak terganggu sedikit pun oleh suara gemuruh dari luar. Sementara ibunya, masih setia menatap jendela ruang tamu. Matanya terpaku pada bulir-bulir air hujan yang berlomba di kaca, namun pikirannya entah mengembara ke mana.“Sekar, minum dulu,” ucap Nunung lembut, menyodorkan secangkir wedang jahe yang masih mengepulkan uap hangat.Sekar menyambutnya dengan senyum tipis. “Terima kasih, Bude.”Nunung ikut duduk di sampingnya, membiarkan keheningan menyelimuti beberapa saat sebelum akhirnya bicara.“Sekar, ma

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status