BAB 36
“Mas! Tungguin Manda!”
Bukankah Mas Ashraf berjanji tidak akan mengajaknya. Aku menatap lelaki yang tengah berdiri di dekat pintu mobil itu.
“Manda … maaf Mas lupa memberitahu, flight ticket kamu gak dapet … Farrel infonya terlambat!” Kudengar Mas Ashraf dengan yakin mengabarkan itu.
“Apa? Mas becanda 'kan?” Senyum Amandaa yang sudah mengembang seketika meredup. Wajahnya terlihat cemberut.
“Nanti tinggal minta Farrel saja buat belikan lagi! Ada juga team yang bernama tour guide, Manda!” Kulihat Mas Ashraf membujuk wanita itu.
“Memang gak bisa beli sekarang? Manda udah siap-siap tau … tadi malem Farrel masih bilang bisa beli ticket!” ucapnya dengan wajah sudah tidak enak dipandang,
“Maaf, waktu udah siang … Mas pergi dulu, ya! Bye semuanya!” Suamiku melambaikan tangannya ke arah kam
BAB 37 – POV AmandaHari itu adalah hari yang kutunggu-tunggu, bisa bertemu dengan seseorang yang sangat kusukai. Dia adalah kakak sepupuku---Ashraf Adireja Putra.Intensitas bertemu yang rutin membuatku tidak sadar jika sudah terlalu jauh tenggelam dalam pesonanya. Aku menyukainya bukan seperti adik menyukai kakaknya. Dia bagiku adalah sosok idaman yang kuharap bisa meredam semua gejolak dalam hati.Aku sudah mendengar jika dia putus dari Elisa---wanita yang teramat dia cintai sehingga dia tidak pernah memandangku dulu. Namun pada saat itu kuliahku belum selesai. Orang tuaku meminta agar aku menyelesaikan studyku dulu.Selama itu pula aku memantau pemberitaan selebritis tanah air. Mencari-cari info terkini tapi semuanya membuat harapanku tumbuh subur.Hingga kabar yang membuat hatiku hancur lebur kuterima. Kabar pernikahannya dengan seorang wanita dari kalangan biasa. Pada waktu itu aku tidak tahu siapa wanita itu? Akses
BAB 38 – POV Amanda Kudengar suara pintu terbuka dan seorang dokter keluar dari sana.“Dengan keluarganya Nyonya Adireja?” tanyanya. Aku mengangguk dan bangkit menghampirinya.“Gimana keadaan Mama Saya dok?” tanyaku.“Harus dilakukan operasi secepatnya! Saya butuh persetujuan dari keluarga!” ucapnya dokter tersebut.Aku menghela napas. Setelah beberapa saat aku mengangguk dan menuju ke bagian administrasi. Tidak ada waktu lagi untuk bertanya pada Mas Ashraf. Untuk selanjutnya, aku hanya tinggal mengarang cerita dan menyalahkan Sinta atas semua kejadian ini. Rencana yang sempurna kurasa.Setelah semua selesai. Aku baru membuka gawai. Sekarang Mama Maisa belum bisa ditemui. Aku harus segera pulang dan mengambil gelas bekas jus jeruk itu untuk diperiksa ke lab. Akan kupastikan itu menjadi salah satu bukti untuk menyudutkannya.“Hallo! Sindi &hel
BAB 39 – POV Amanda Aku terdiam sejenak. Tujuanku sekarang hendak ke rumah sakit di mana wanita itu di rawat. Sindi benar-benar bisa diandalkan. Dia memberikanku alamat lengkap. Aku segera meluncur ke sana dengan rangkaian rencana yang sudah kusiapkan.Sebelum ke tempat wanita kampungan itu di rawat. Aku mampir dulu ke studio photo untuk mencetak photo-photo tidak senonoh itu. Dia pasti tidak akan berbicara apapun dan tidak ada bukti untuk menyangkalnya.Aku harus menjatuhkan mentalnya sekarang mumpung jiwa wanita itu sedang terguncang. Aku pastikan dia akan lebih memilih mundur dan meninggalkan rumah utama itu sekarang.Mobil yang kukendarai berbelok ke sebuah rumah sakit. Pastinya rumah sakit yang dikirimkan oleh Sindi alamatnya padaku.Segera kumenuju front office dan mencari nama pasien atas nama Sinta. Dengan dalih akan berkunjung akhirnya perawat itu dengan mudahnya menunjukkan nomor ruang rawatn
BAB 40 - POV AshrafAku tidak menyangka jika istriku akan berucap demikian. Dia terus terang tidak mengijinkan Amanda untuk turut serta bersamaku. Sedikit aneh, selama ini dia selalu bersikap biasa bahkan ketika bertemu mantan kekasihku---Elisa. Namun aku memakluminya karena saat ini dia tengah mengandung anakku, buah cinta kami yang baru memasuki usia kandungan empat bulan.Sebetulnya aku tidak tega harus membatalkan tiket pesawat Amanda. Namun melihat kekhawatiran di wajah istriku membuatku tega tidak tega tetap harus membatalkannya. Alasan yang paling membuatku terkejut. Dia bilang kalau Amanda menaruh rasa padaku. Apa wanita hamil selalu bertingkah begitu? Mungkin dia sedang ngidam, selama ini Sinta tidak pernah meminta yang aneh-aneh, baru kali ini saja.Namun apapun alasannya, saat ini prioritasku adalah dia. Istri dan calon anakku. Saat keberangkatan pagi itu, aku sangat merasa bersalah. Terlebih malamnya aku lup
BAB 41 - POV Ashraf[Tuan, salah satu intel kita sudah berhasil menemukan lelaki dalam photo itu!] Sebuah pesan dari Farrel membuat mataku berbinar dan membulat sempurna.[Tolong amankan segera, sebelum dia melarikan diri! Kamu pasti sudah tahu apa yang harus kamu lakukan ‘kan?] [Siap, Tuan!] [Segera informasikan ke saya apapun perkembangannya!] [Siap, Tuan!] Aku kembali memeriksa lagi materi untuk bahan meeting. Sebetulnya semuanya sudah Farrel siapkan, tapi memang ada beberapa poin yang kurasa masih kurang sempurna.Fokusku beralih pada laptop, meski pikiran bercabang tapi aku tidak boleh terlihat tidak professional. Semua harus berjalan sempurna di depan klien. Akhirnya materi ini sudah terlihat perfect. Bersamaan dengan itu panggilan masuk dari Farrel kembali berdering.“Gimana, Rel?” Tanpa basa-basi aku langsung menan
BAB 42 Aku masih berada di ruangan serba putih ini. Dokter Tika cukup sigap memberikan obat penguat kandunganku. Dengan telaten dia memeriksa denyut jantung calon bayiku yang kurasa sedang kesakitan.Membayangkan dia terluka hatiku menjadi sakit. Kudengar suara detak jantung yang lemah dari alat pendeteksi denyut jantung yang biasa dilakukan setiap pemeriksaan kehamilan. Tampak dokter Tika menarik napasa panjang.“Beruntung tepat waktu, Non!” ucapnya sambil menepuk punggung tanganku lembut.Ada lelehan air bening yang tak kuasa kutahan. Aku mengelus perutku berulang-ulang. Kupejamkan mata sejenak sambil beristighfar dalam hati.“Astagfirulloh … ampuni aku jika terlalu mencintainya Ya Allah … mungkin kejadian ini untuk mengingatkanku agar mencintai apapun di dunia ini sewajarnya karena semua adalah titipan … Astagfirullohhaladjim … Astagfirullohhaladjim …,”
BAB 43 - POV SintaPak Hasan berjalan mendahuluiku dan Ami. Kalau kuperhatikan sepertinya usianya seumuran Bapak. Dia tiba di sebuah kontrakan yang membelakangi arah jalan. Di depannya terdapat tanah kosong berukuran kurang lebih dua ratus meteran lagi. Ada tiang tinggi dengan tali untuk menjemur pakaian di sana.“Bu … lihat siapa yang datang!” teriaknya. Muncul dari dalam kontrakan itu seorang wanita yang usianya sepertinya terpaut tidak jauh darinya.“Ami!” pekiknya sambil berhambur memeluk Ami.“Bibi!” Ami memeluk balik perempuan itu.“Ya Allah … Mi … Bibi kangen banget, udah lama kamu gak ke sini!” ucapnya setelah melepas pelukan pada Ami. Aku masih berdiri di belakangnya.“Bibi … ini Non Sinta---istrinya Tuan Ashraf---majikan Ami! Non … ini Bibi Sanah---istrinya Paman Hasan,” ucapnya sambil menoleh padaku.
BAB 44 - POV Amanda [Non, kami menemukan target! Apakah benar itu orangnya?] Sebuah pesan masuk kuterima bersamaan dengan photo tiga orang wanita yang sedang berdiri hendak menyebrang. Bibirku melengkung sempurna.[Benar, segera lenyapkan dia … wanita yang berkerudung tapi bukan yang lebih tua! Yang agak muda … ingat waktumu cuma beberapa hari lagi sebelum Kakak sepupuku pulang!] tulisku.[Baik, Non!] [Setelah wanita itu selesai … lenyapkan juga kohar!] [Siap, Non!] Aku melipat tangan di dada sambil melempar gawai begitu saja ke atas tempat tidur. Sudah beberapa hari aku pulang ke rumah utama. Begitupun dengan Mama Maisa. Bahkan semenjak pulang dari rumah sakit, dia sangat baik padaku. Bahkan dia mengijinkanku sesekali untuk tidur di kamar calon suamiku.Namun keberadaan Kohar yang sudah mulai berbalik menggigit membuatku khawatir. Set