Jujur saja Ryan merasa fisiknya sangat begitu lelah sekali. Apalagi kemarin benar-benar dikerjain oleh mama mertuanya. Dan pagi buta begini ia sudah stan by di depan pagar rumah mama mertuanya untuk mengantar istrinya menuju ke kantor.
Rasa kantuk pun tak bisa Ryan hindari karena semalam ia tidak bisa tidur. Sepanjang malam ia selalu terjaga karena memikirkan istrinya yang jauh di sana.
Hatinya terasa sepi juga hampa. Ryan benar-benar butuh sosok Kiki disampingnya saat ini. Ia butuh pengobat lelahnya di kala pulang kerja.
“Sayang … miss you,” gumamnya sambil memejamkan matanya.
Lagi khusyu terpejam, telinganya mendengar suara gerendel pagar terbuka sampai membuat Ryan langsung membuka mata dan duduk dengan tegap. Ia melihat istrinya keluar pagar dengan pakaian kerja yang begitu pas di tubuhnya.
Tak ingin kehilangan jejak Kiki, Ryan langsung turun mobil dan mengejar langkah kaki yang tampak menuju ke tukang ojek online yang memang
Saat ini yang dilakukan Kiki dan Ryan hanya berdiri dan terbengong melihat Mirza juga Ghaitsaa yang tengah jalan bersama itu. Terlebih Kiki mengerutkan keningnya karena merasa bingung akan sikap boss-nya yang bikin ia bingung. Entah Laudia Arabella atau Ghaitsaa, sih.“Boss kamu pacaran sama tuh cewek polos?” tanya Ryan yang masih memperhatikan pergerakan Mirza dan Ghaitsaa yang tengah masuk ke salah satu restoran yang berada di mall Grand Indonesia.Kiki hanya mengangkat kedua bahunya karena ia memang tidak tahu soal hubungan kedua orang itu. Lagian ia juga nggak mau terlalu ikut campur. Kiki benar-benar trauma soal kejadian waktu itu saat pengambilan gambar di atas gedung kantor itu.“Mau samperin ke mereka?”“Jangan Mas, biarin ajalah. Bukan urusan kita juga kan?”“Tumben,” ceplos Ryan yang membuat Kiki memutarkan bola matanya jengah. Dan Ryan yang melihat itu hanya meringis saja mendapat respon se
Saat ini semua bola mata tengah menatap ke arah Desi yang sedang berdiri di pintu dapur sambil bertolak pinggang. Dan tentu saja tatapan sinis Desi unjukkan kepada Ryan.“Maa ….”“Pilih Mama atau lelaki ini?” tantang Desi kepada Kiki.Mendapat pilihan yang begitu sulit membuat Kiki tak bisa memilih. Yang dilakukan Kiki hanya berdiri diam sambil menggigiti bibir bawahnya saja.“Mama tahu kok pasti kamu akan pilih Mama, kan? Secara kalau Mama kan udah kandung kamu selama sembilan bulan, udah rawat kamu sampai gede. Sedangkan lelaki itu hanya nyakitin kamu aja, Ki. Mama aja nyesel dulu dukung dia dapatin kamu,” cetus Desi sambil berjalan dan berdiri di dekat Kiki.Berbeda dengan Wirawan yang hanya mengembuskan napas kasar mendengar ucapan istrinya yang begitu menyakiti hati Ryan dan Kiki itu.“Ma,” panggil Wirawan lirih.“Apa? Papa mau bela dia?” tunjuk Desi kepada Ryan y
Setelah selesai mandi, dan izin kepada istrinya. Malam ini Ryan tengah menyetir ke apartemen Mirza. Semoga saja pria itu sudah kembali ke apartemen setelah tadi melihat tuh orang tengah pergi dengan perempuan polos.Selama perjalanan pun Ryan selalu berdoa agar Kiki segera terbuka hatinya untuk memaafkan segala kesalahan yang pernah diperbuatnya.Mengingat waktu semakin malam membuat jalanan sedikit lenggang. Apalagi jarak apartemen ke apartemen Mirza sangat dekat jika melalui jalan pintas. Ya lewat situlah melipir-melipir SCBD.Setelah sampai, Ryan langsung memarkirkan mobilnya dan langsung berjalan menuju unit Mirza. Sampai di depan unit Mirza, ia berdiri dengan tangan ke dalam saku celana dan satunya ia gunakan untuk memencet bel.Ting nong. Ting nong. Ting nong.Ceklek.“Eh Pak Boss,” sapa Ryan tersenyum lebar.Mirza sendiri hanya memutarkan bola matanya jengah dan menatap bingung ke arah Ryan. “Ngapain?”
Kiki pun langsung berpikir keras soal perkataan Ryan barusan. Apalagi mengatakan jika boss-nya itu tidak normal sama sekali dan suka sama Ryan.“Kalau Pak Mirza emang nggak normal bagus dong,” ceplos Kiki yang justru membuat Ryan bingung.“Kok bagus sih? Harusnya kamu tuh keluar dan jangan kerja di kantor itu kalau boss-nya aja nggak normal gitu.”“Justru bagus, Mas,” sahut Kiki ngegas.“Lha gimana ceritanya ada boss nggak normal tapi bagus.”“Iya baguslah jadinya kamu nggak cemburuan sama dia. Kan kamu bilang sendiri kalau Pak Mirza sukanya kamu bukan perempuan kan? Jadi bagus buat aku sih. Bakalan aman misal aku deket-deket apa temple-tempel dia kan?”“Eh apaan? Enggak enggak enggak. Kenapa jadi begini deh.”“Kan kamu sendiri yang bilang tadi.”“Eh bukan gitu maksudku sayang.”“Terus apa maksudnya?”Ryan p
Beberapa bulan kemudian.Hari ini tepat tiga bulan Ryan tidur di sofa dan tentu saja belum hiya-hiya selama ini. Ryan mencoba bertahan tidak jajan di luar karena takut kehilangan Kiki benar-benar. Meski saat ini keduanya sudah tinggal bersama dengan kedua orang tua Ryan dikarenakan apartemen milik Ryan sudah terjual dan akan ditempati sang pembeli, Laudia Arabella.Kiki yang merasa tidak tega pun akhirnya mulai menyadari jika suaminya saat ini benar-benar berubah. Bahkan waktu yang dimiliki suaminya pun hanya untuk kantor dan di rumah aja selama menjalani hukuman.Dan yang lebih membuat Kiki terharu saat mama Nina bertanya soal anak. Disitu Ryan membela dirinya secara tak sadar dengan bilang jika Ryan masih banyak job kerja. Padahal kalau dipikir mereka berdua udah lama nggak berhubungan.“Mas.”“Hmm, kok kamu belum tidur?”Ryan buru-buru memposisikan untuk duduk saat melihat istrinya tampak sedih. Apalagi saat
Selesai meeting di Semarang, kini mereka berdua kembali ke Jakarta. Kiki yang melihat boss-nya tampak kesal pun hanya bisa menatapnya saja tanpa berbicara apapun.“Pak.”“Apa?”“Boleh tanya sesuatu nggak?”“Tanya apa?”“Bapak sebetulnya udah pacaran belum sih sama Ghaitsaa?”Kiki menanti jawaban dari bossnya. Pasalnya ia sering dapat kabar jika Ghaitsaa sering diantar jemput gitu ke kantor. Dan Mbak Silla yang sering ngelihat. Namun, saat ditanya soal hubungan si Ghaitsaa cuma jawab ‘sekadar manusia harus selalu berbuat baik’. Ngeselin banget kan jawaban itu anak lugu.“Sebetulnya sih … ah sudah kenapa kamu jadi tanya-tanya soal pribadi saya sih.”“Kan cuma pengin tahu aja. Soalnya saben Ghaitsaa deket sama laki-laki lain pasti Bapak uring-uringan deh. Kalau emang Bapak suka kenapa nggak dipacarin aja sih, Pak.”“
Pasangan suami istri ini kini sudah berada di kamar dengan Kiki yang terus menerocos soal Abang Surya. Pasalnya, Kiki masih nggak yakin jika kakak kandung dari suaminya itu udah berubah. Siapa tahu saja hanya alibi dia biar keluar pesantren.“Tapi aku nggak yakin Abang Surya tobat.”“Jangan suuzon.”“Tapi kalau pura-pura gimana? Jangan tinggalin aku sendirian di rumah ini.”Ryan langsung mengelus lembut pipi istrinya. Wajah merajuknya membuat Ryan ingin melahap bibir merah merona itu dengan rakus.“Ih ….” Kiki langsung membuang muka kala Ryan ingin mengecup bibirnya. “Lagi capek.”“Bibir doang.”“Nggak mau.”Ryan mendengkus, ia pun langsung berjalan ke arah kamar mandi untuk membersihkan diri dengan waktu singkat. Selesai, Ryan langsung kembali keluar kamar untuk membahas soal kepulangan abangnya itu.“Kamu mau ke mana?&rdquo
Hari ini sengaja Kiki meminta menginap di rumah Mama Desi. Pasalnya ia masih kepikiran soal ucapan mama mertuanya tentang aset-aset Ryan yang terjual dan masalah keturunan. Kiki ingin menenangkan diri sejenak, dan untung saja suaminya mau menuruti keinginan dirinya ini.“Tapi nanti kalau Mama Desi jutek sama kamu jangan diambil hati, ya, Mas.” Kiki mencoba memberikan kekuatan kepada suaminya jika mamanya akan bersikap jutek. Pasalnya karakter mama Desi memang seperti itu jika sudah sebal dengan orang.“Gapapa kok, kan udah biasa kalau Mama Desi jutekin aku. Justru kalau baik manis malahan aku curiga ada sesuatu.”Saat mendengar balasan sang suami, Kiki langsung mencubit perut milik Ryan yang sudah memulai berisi.“Perut kamu kok makin lama makin gendut sih.” Kiki mulai meraba-raba perut sang suami hingga tanpa sadar membuat Ryan terasa geli.“Awas lho salah pegang bahaya. Ini lagi di jalan.”&l
Setelah makan siang bersama dengan Alex. Adeeva memilih untuk kembali ke rumah untuk berganti pakaian sebelum nanti Baim menjemputnya. Apalagi pakaian yang dikenakan terasa bau asap sate.Saat sedang berganti pakaian, dan kembali mempertebal make-up yang dipakai. Adeeva terkejut dengan kedatangan Kiki yang menghampirinya.“Bun,” sapa Adeeva, meski fokusnya saat ini sedang di depan cermin. Tangannya sibuk memegang lipstik untuk memoles bibirnya agar tidak pucat. Apalagi ia tadi habis makan yang otomatis sedikit berantakan dan mulai terhapus.“Tadi pergi kemana?” tanya Kiki.“Ke warung sate dekat-dekat sini.”“Terus sekarang mau ke mana lagi?”“Mau ke taman bermain sama Baim. Katanya buat ngehibur Ayesha.”“Tujuan dia ke sini untuk apa?”“Siapa, Bun? Baim?”“Pria bule itu.”“Alex?”“Hm.”
Merasa bingung membuat Adeeva lebih memilih untuk segera pergi ke kamar mandi dan berdandan secantik mungkin. Saat sedang memoleskan lipstik, telinganya mendengar suara bel dipencet. Adeeva sudah menduga jika itu adalah Alex. Buru-buru Adeeva segera melanjutkan kegiatan dandan-nya dan segera keluar kamar untuk membuka pintu.Namun, saat sedang berjalan menuju ke arah pintu. Bundanya sudah lebih cepat membuka dan Adeeva bisa menangkap suara seseorang yang memang tidak asing di telinganya. Adeeva berdeham pelan sebelum keluar menuju ruang tamu.Saat yang bersamaan, tamu itu masuk karena bundanya mempersilakan. Dan di saat itu pula Adeeva melihat tatapan mata tajam dari bundanya yang memberikan peringatan karena pria yang diceritakan Adeeva sebagai kekasih atau selingkuhan di Barcelona itu benar-benar datang.“Hai Alex, apa kabar?” sapa Adeeva sambil tersenyum ramah.“Baik. Senang bertemu denganmu. Aku pikir tidak bisa menemukanmu. Untung s
Drrt. Drrt. Drrt.Adeeva langsung meraba-raba ke arah sembarang untuk mencari ponselnya. Apalagi ia semalam sudah menghabiskan waktu telepon berjam-jam dengan Baim. Ya, hubungan Adeeva dan Baim saat ini mulai semakin dekat juga intens. Terlebih Adeeva selalu berbinar dan senang jika sudah membahas soal Ayesha. Dan, Baim pun sudah mengetahui konflik atau keadaan Adeeva yang tidak bisa memiliki anak hingga memperboleh Ayesha untuk dianggap sebagai anak-nya. Baim merasa prihatin mendengar kisah Adeeva yang dicampakkan oleh pria bule itu. Baginya, pria seperti itu sangatlah tidak gentleman.“Halo.”“Morning,” sapa seseorang di seberang telepon sana. Adeeva yang terkejut langsung segera membuka matanya. Ia melotot tak percaya jika yang menelepon saat ini adalah Alex.Dengan susah payah, Adeeva mencoba menjawab sapaan Alex. Ia berdeham pelan dan menelan ludahnya susah payah agar kerongkongannya tidak terasa kering.“A-
Adeeva pun terkejut saat memahami ucapan Kiki. Dia langsung terpekik hingga membuatnya meloncat dari atas kasur yang membuat Kiki semakin bingung.“Bunda, seriusan Adeeva tidak ada hubungan apa-apa sama dia. Kami profesional aja sebagai pemilik kafe dan customer. Bunda ingatkan kalau Adeeva pernah cerita jika ada customer menyebalkan? Nah dia itu customernya—yang ternyata klien Ayah.”“Kok dunia bisa sesempit ini, sih?” komentar Kiki menanggapi.Adeeva pun hanya mengangkat kedua bahunya tidak tahu. Ia langsung berjalan mendekat ke arah ranjang dan duduk di depan Kiki.“Kata Ayah dia duda anak satu. Istrinya meninggal saat lahiran. Katanya pendarahan gitu, Bun. Adeeva ngelihat anaknya itu kasihan banget. Anaknya padahal cantik banget, Bun. Nasib dia malang banget enggak bisa melihat dan merasakan sesosok Ibu.”“Siapa sih nama itu customer?” tanya Kiki, penasaran.“Baim.”
Adeeva merasa canggung saat ini. Bahkan lidahnya terasa kelu untuk mengucapkan kata perpisahan. Maksudnya akan pamit pulang. Alhasil ia hanya diam mematung saja saat ini. Hingga akhirnya Baim langsung berdeham pelan dan menyuruhnya duduk.“Silakan duduk, saya enggak mau membuat seorang tamu kakinya keram karena terlalu lama berdiri.”Adeeva tersenyum, dan segera duduk. “Terima kasih.”“Hm.”Bahkan kini Baim ikut duduk di seberang Adeeva. Ia membuang muka saat Adeeva ingin menatapnya. Entah kenapa ia menjadi salah tingkah sendiri seperti ini. Bahkan Baim sudah berkali-kali berdeham untuk menetralkan rasa gugup yang dirasakannya.Tak lama, Bi Surti turun dari lantai atas. Bibirnya mengulas senyum tipis melihat interaksi yang sangat begitu kaku itu.“Bi,” panggil Baim.“Iya, ada apa? Tadi Ibu Ziva hebat banget lho bisa membuat Ayesha tertawa. Dia sepertinya nyaman digendongan Ibu Adee
Pada akhirnya Adeeva pun menerima permintaan dari sang ART itu untuk masuk ke rumah yang didesain ala mediterania. Awalnya Adeeva menolak karena ingin langsung pulang saja. Namun, melihat sang ART yang begitu memohon membuat Adeeva terpaksa mengiyakan.“Kalau boleh tahu nama Ibu siapa?” tanya ART itu dengan sopan.“Oh, nama saya Adeeva Putri Anggara, tapi panggil saja Adeeva.”“Nama yang cantik. Hampir mirip sama mamanya Ayesha, ya.”Adeeva mengerut bingung saat mendengar ucapan itu. Adeeva enggak paham kenapa ART ini seperti gencar sekali menjodohkan dirinya dengan bos-nya itu. Padahal baru juga bertemu.“Ibu Adeeva mau minum apa?” tanya ART itu, sambil menaruh bayi gembul itu ke sebuah bouncher. Adeeva yang melihat bayi itu merasa gemas sendiri. Bawaannya pengin gigit pipi yang tampak tembam itu.“Apa aja, tapi air putih saja.”“Kalau begitu saya permisi dulu mau ambi
Sudah hampir seminggu ini Adeeva tidak melihat sesosok Baim datang ke kafenya. Apalagi pertemuan terakhir dia dengan Baim berlangsung tidak baik. Entah kenapa Adeeva menjadi kepikiran saat ini.“Zia, pelanggan aneh itu enggak ke sini?”Zia menggeleng pelan. “Udah hampir semingguan ini dia enggak datang, Kak. Bahkan sore pun tidak datang.”Adeeva yang memang berjaga pagi hingga siang saja tidak tahu kondisi kafe di sore hingga malam hari. Karena Adeeva harus menemani grandma-nya di rumah. Adeeva ingin lebih banyak menghabiskan waktu bersama sang grandma. Akan tetapi hari ini ia sengaja berjaga sampai tutup kafe karena merasa penasaran dengan pria bernama Baim itu.“Apa dia malu mau datang ke sini lagi setelah tahu kalau aku anaknya dari pemilik kafe?” gumam Adeeva, menerka-nerka. “Tapikan kalau emang suka makan di sini tinggal datang aja seperti biasa. Enggak usah pikirin soal keributan kemarin dong. Ih engga
Adeeva menatap bingung ke arah pria itu. Bahkan saat pria itu telepon dengan seseorang menggunakan bahasa sunda membuat Adeeva hanya mengerutkan kening bingung. Pasalnya ia tidak tahu arti yang diucapkan pria yang entah siapa namanya.Setelah selesai berbicara. Pria itu langsung berbalik badan dan menatap Adeeva sengit. Karena ia sudah pasti akan menang dari cewek tengil di depannya ini.“Kita tunggu sebentar lagi pemilik kafe ini akan datang,” ucapnya dengan gaya watados-nya.Adeeva semakin mengerutkan kening bingung kala mendengar ucapan ngawur pria itu. Pemilik kafe-nya ia sendiri. Memangnya menunggu siapa? Apa menunggu ayah Ryan?“Oh ya? Memang siapa nama pemilik kafe ini?” tantang Adeeva, jemawa.“Tentu Pak Ryan Anggara.”“Hahaha, itu Ayah saya.”“Halah, ngaku-ngaku kamu. Bawahan aja bisa belagu begini, ya. Anaknya Pak Ryan itu di luar negeri ikut suaminya. Masa anaknya
Mau tidak mau saat ini Adeeva maju sendiri untuk melayani customer aneh itu. Adeeva sudah siap mendengarkan semua menu pesanan dari mulutnya. Namun, sudah berdiri sekitar sepuluh menitan tidak ada ucapan apapun dari mulut pria itu yang membuat Adeeva dongkol.“Bapak mau pesan apa?” tanya Adeeva kemudian.Tetap saja Adeeva hanya didiamkan oleh pria itu. Dia lebih sibuk membolak-balik buku menu dan dilakukannya berulang yang membuat kepala Adeeva terburu mengebul mengeluarkan asap putih.“Ekhem! Bapak ingin pesan apa? Dari tadi saya perhatikan kalau Bapak hanya membolak-balik buku menu tanpa mau memesan.”Adeeva terkejut kala pria itu justru menaruh buku menu dan berdiri menghadap ke tubuh Adeeva yang tingginya benar-benar lumayan. Adeeva saja sedada pria itu hingga membuatnya langsung mendongak.“Pelayan cerewet! Kemarin-kemarin saja tidak ada kamu suasana kafe ini aman. Saya pikir kamu dipecat hingga saya merasa lega.