Share

Part6

Author: Oscar
last update Last Updated: 2022-08-25 13:34:36

Begitu aku dan Zein menyepakati perjanjian, aku langsung mempersiapkan semuanya. Mulai dari cincin, mahar, bahkan segala keperluan Zein. Dia hanya tinggal duduk manis dan terima bersih. 

Bahkan hantaran dan seserahan yang dibawa oleh keluarganya, juga berasal dariku. Sungguh laki-laki yang beruntung secara kasat mata. Tapi kalau soal batin, jangan ditanya. Aku juga tidak mau tau. 

Termasuk baju-baju dan juga celana kerjanya. Semua bahan yang dia pakai terkesan murahan dan juga tak nyaman. Bahannya panas. Aku bahkan bisa merasakannya meski hanya melihatnya dari kejauhan. 

Tapi bukan berarti aku ingin membuatnya merasa nyaman. Ini hanya demi gengsiku yang harus selalu berjalan berdampingan dengannya. 

"Besok pulang kerja, kita belanja, ya. Masakan kamu enak. Nggak usah susah-susah nyari pembantu," ujarku lagi. 

"Syukurlah kalau kamu suka."

"Belajar masak dimana?"

"Di rumah. Kan Ibuk sering sakit. Jadi sebelum pergi kerja, aku yang masakin."

"Emang dulu kerja dimana?"

"Di bang."

"Bang?" Aku mengernyit. Maksudnya bang yang tulisannya b-a-n-k? "Bank mana?"

"Bang unan."

Spontan nasi yang berada di mulutku menyembur keluar. Sebagian menempel di wajahnya. 

"Kenapa aku disembur, Yas?" Dia mengelap wajahnya dengan tisu. 

"Nggak lucu!" sahutku, sembari meminum air karena sedikit tersedak. 

"Padahal aku pengen buat kamu ketawa aja tadi."

"Lelucon kek gitu udah basi tau."

"Buktinya kamu masih nanyak."

"Iya deh, iya. Terserah kamu aja."

"Habis kamu murung terus sejak dari kafe tadi."

Benar juga. Suasana hatiku mendadak galau karena komentar-komentar pedas teman-temanku. Ditambah lagi sikap Zein yang terlalu ramah dengan Silvi. Bagaimana kalau semua karyawan wanita yang meminta tolong, dia tanggapi seperti itu. Bisa rusak reputasiku nanti. 

.

Kami kembali berangkat ke kantor bersama. Zein tampak sangat keren memakai kemeja bermerk yang aku belikan. Entah berapa pasang yang kubelikan untuknya. Hingga dia tak perlu repot-repot lagi memikirkan baju murahannya yang masih tertinggal di rumah Papi dan juga rumah orang tuanya. 

Sepulang dari kantor, kami langsung berangkat ke supermarket. Membeli kebutuhan dapur dan juga keperluan sehari-hari. Sengaja aku tak memakai jasa asisten rumah tangga, agar aku dan Zein merasa bebas. Tak perlu menutup-nutupi, atau bersandiwara lagi dengan hubungan palsu kami. 

Bahkan asisten rumah tangga yang ditawarkan oleh Mami aku tolak mentah-mentah, hanya karena takut dia akan memata-matai dan mengadu pada Mami. 

Bukan tanpa sebab aku berpikiran seperti itu. Awalnya Papi dan Mami merasa heran dengan sikapku yang sudah siap menikah hanya dalam waktu dua bulan saja. Padahal sebelumnya aku belum pernah memperkenalkan Zein pada mereka. Mami curiga kalau pernikahanku hanya pura-pura, dan sebatas kontrak saja. 

Salahku sendiri meminjaminya buku-buku novel dengan tema nikah kontrak dan mendadak nikah, dari jasa penerbitanku. 

"Hello, Mami. Plis deh, itu cuman fiksi. Mana ada di kehidupan nyata," kilahku kala itu.

Padahal rencanaku sendiri, terinspirasi dari sana. Tapi tentu saja dengan alur yang berbeda. Kalau perlu plot twist, biar penonton dan pembaca pada kecewa dengan spoiler mereka sendiri. 

Kalau biasanya pengantin pura-pura, bakalan saling jatuh cinta, hal itu tidak akan pernah terjadi pada kisahku. Enak aja, masa iya akhirnya aku harus berjodoh sama laki-laki kere kayak dia. Kalau dia nya yang jatuh cinta sih, masih masuk akal. 

Secara aku kan masih cantik dan yang pastinya kaya raya. Semua orang pasti merasa hidupku sempurna. Begitu aku menyandang status janda, semua pria pasti langsung ngantri buat melamar. Bukankah saat sekarang ini, status janda lebih mempesona.

Tadinya aku hanya ingin menyewa jasa Zein selama tiga bulan saja. Itupun sudah terlalu lama hanya untuk sekedar melewati malam pertama. Namun aku takut akan menambah kecurigaan Mami, hingga membuatku memperpanjangnya menjadi satu tahun. Dalam satu tahun ini, kami bisa membuat alasan pertengkaran agar bisa berpisah tanpa masalah. 

Maaf ya, Zein. Meskipun kamu berharap jadi suamiku untuk selamanya, aku tidak akan bisa. Kamu sama sekali nggak masuk kriteria suami idamanku. Aku bahkan menyarankannya untuk segera mencari cadangan. Agar setelah berpisah dan menyandang status duda, dia tidak terlalu patah hati dan juga bersedih. Yah, aku tahu kalau pesonaku ini sudah pasti membuatnya jatuh hati. 

Aku celingak-celinguk mencari keberadaan Zein yang sedang membawa troli belanjaan. Bukankah tadi dia masih berada di sampingku saat sedang memilih-milih belanjaan. 

Mataku kembali terbelalak, dan hatiku memanas, saat kulihat dia sedang mengobrol serius dengan seorang wanita. Bahkan wanita itu seperti sedang memohon dengan wajah memelas sambil memegangi lengannya.  

 

Siapa itu? 

                              **************

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Muhammad Al Wafi
keren ceritanya
goodnovel comment avatar
joko suprapto
ceritanya bagus kak
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part106

    "Pasti karena aku cantik kan, Zein?" ucapku penuh percaya diri. "Iya, kamu cantik."Pipiku bersemu kemerahan kaya artis-artis korea. "Selain itu....""Selain itu, apa?" tanyaku penasaran, karena ia menghentikan kata-katanya. "Selain itu, kamu kalau jalan lucu. Mirip badut." Dia tertawa ringan. "Ish... Zein! Udah mulai nakal, ya. Goda-godain aku."Dia semakin tertawa. Dan aku merasa senang melihat wajah cerianya lagi. Tanpa sadar aku menerkam tubuhnya dan masuk dalam dekapannya. "Eh, eh, kenapa nih? Main peluk-peluk aja. Pasti kangen uwu-uwu nih," godanya lagi. "Enggak, kok. Cuman terharu aja. Aku pikir kita nggak akan bisa lagi kek gini. Aku takut banget," aku menangis sesenggukan. Zein ikut memelukku dengan erat. "Ini semua berkat doa kamu, Yas. Kamu istri yang baik buat aku. Makasih ya, Yas. Udah mau nerima aku apa adanya.""Aku juga ya, Zein. Makasih udah nyelamatin aku dari rasa malu dan menutupi semua aibku di masa lalu.""Jangan bicarakan itu lagi, Yas. Bagiku kamu tetap

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part105

    Akhirnya operasi Zein selesai. Kami yang tadinya harap-harap cemas dengan hasilnya, mendadak menarik napas lega. Operasinya berjalan lancar. Kini Zein harus mendapat perawatan pasca operasi di ruangan ICU. Tanpa terasa air mataku mengalir begitu aja. Ternyata, jarak hidup dan kematian itu hanya sepersekian detik saja. Apa yang mau kita banggakan lagi di dunia ini? Adik-adikku mengusap bahuku dengan lembut. Mencoba menguatkan aku yang terlalu down karena masalah ini. Ditambah lagi usia kandunganku yang semakin tua. Apa yang kulakukan kalau Zein belum pulih dan tak bisa berjalan?Kuatkah aku mengahadapi kelahiran ini sendiri, tanpa Zein yang seharusnya mendampingi? Dokter bilang, Zein tidak mungkin langsung sembuh dan normal seperti sedia kala. Butuh waktu untuk masa pemulihan. Asal dia semangat, semua bisa berjalan lebih cepat. Setelah satu harian di ruang ICU, akhirnya Zein kembali ke ruangan. Ruangan VVIP yang super mewah pastinya. Tentunya setelah dia sadar, dan tekanan darahnya

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part104

    Sebenarnya, Zein nggak mau kalau Ibuk tahu dia sedang dirawat di rumah sakit seperti ini. Katanya takut nyusahin Ibuk, dan membuat orang tua itu cemas. Akan tetapi, setelah kompromi sama Papi dan Mami, kami mutusin agar Ibuk tetap di beritahu secepatnya. Soalnya, jika diberitahu belakangan nanti, seperti yang Zein katakan. Takutnya Ibuk malah berkecil hati, dan merasa tidak dianggap sebagai keluarga. Kan jadi repot lagi urusannya. Taulah kalau golongan dari kalangan bawah inikan, perasaannya terlalu sensitif menilai sesuatu hal. Ini fakta ya, bukannya aku yang ngarang. Makanya aku minta tolong sama Bino untuk menjemput ke sana langsung. Setelah si Bino nanti sudah sampai, Baru Mami yang akan nelpon, bilangin kalo Zein sedang sakit dan mobil lagi menuju rumah mereka buat menjemput. Mudah-mudahan Ibuk nggak kenapa-napa. . "Sayang, kami pulang dulu, ya!" Aku pamit pada Zein setelah menjelang sore. Malam ini, Ada Nita dan Papi yang bersedia menemani Zein disini. Sebenarnya, Papi dis

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part103

    "Bin!" Aku keluar dari ruangan,tempat Zein dirawat dan bergabung dengan yang lain. Tempat yang disediakan pihak rumah sakit untuk keluarga pasien, beristirahat. "Iya, Yas.""Aku minta tolong, ya. Mulai besok kamu yang ngurus perusahaan!""Siap...siap."Dih, langsung nyahut. Nolak dulu kek. Emang nggak ada segan-segannya ya ini orang. Malu dikit napa."Tapi ingat ya, Bin. Jangan ambil kesempatan!""Ya elah, Yas, Yas. Masih aja, ya! Suudzon terus.""Woiya dong, Bin. Sebagai teman yang baik, aku kan harus selalu ngingatin kamu, supaya jangan merusak persahabatan kita selama ini, hanya karena masalah uang.""Iya, iya. Makasih ya udah ngingetin aku. Entar kalo urusan kamu udah selesai sekalian aja bawa BPK sama KPK buat geledah rumah aku, Yas," jawabnya sewot. Dih, tersinggung. Sensi amat. " Untuk apa?" tanyaku pura-pura bego. "Untuk meriksa. Kalo kamu nggak percaya sama aku.""Aku percaya, loh Bin sama kamu. Makanya aku ngingetin, biar amanah yang aku kasi nggak kamu salah gunain," b

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part102

    "Dia nanyakin, Mami. Kabarnya, gimana? Udah punya anak berapa? Udah punya cucu apa belum?""Terus, nanyakin apa lagi, Pi?""Ya elah, Mami kok kepo banget. Emang ada apa sih?" tanyaku penasaran. "Dokter Faisal Itu, Yas. Mantannya Mami," jelas Papi. "Belum sempat jadian loh, Pi. Pasti Papi cemburu, deh." Timpal Mami. "Nggak lah, Mi. Buat apa Papi cemburu."Kok aku nggak ngerti dan makin kepo aja, nih. "Emang ceritanya, gimana sih, Pi? Kok Mami juga kenal?""Gini, Yas ceritanya. Dulu itu, Dokter Faisal temen dekat Papi, terus Mami naksir tuh sama dia. Tapi Mami malu bilang langsung sama dia, taulah Mami kalian inikan dulu gengsian orangnya. Jadi, Mami minta Papi yang nyampaiin jadi posnya mereka. Setelah Papi sampein, Dokter Faisal menolak dengan alasan mau fokus kuliah dan ngejar karir dulu. Kecewa tuh, Mami," jelas Papi, sambil senyum-senyum. "Nggak gitu juga, ceritanya, Pi," sergah Mami malu-malu. "Pasti Papi nggak nyampein tuh ke orangnya karena Papi suka sama Mami, iyakan, Pi."

  • DINODAI SUAMI SENDIRI   Part101

    Sekilas dia menatapku dan tersenyum. Kemudian kembali menatap bola lampu di atas ruangan. Sudah dari tadi kuperhatikan, Zein selalu saja memandang ke arah bola lampu yang menyala itu. "Zein, kamu liatin apa?" tanyaku penasaran. "Aku melihat cahaya putih yang terpancar dari bola lampu itu, Yas," jawabnya, tanpa berpaling. "Buat apa?"Dia menarik napas dalam. "Aku berharap, Tuhan masih mau memberikanku kesempatan dan sedikit cahaya dari-Nya agar aku segera sembuh, dan bisa melihat anak kita tumbuh besar, bisa menggendongnya, merawat dan bisa bermain-main dengannya kelak. Dan aku juga berharap masih bisa bekerja dan menafkahi kalian berdua.""Amin." Segera kujawab harapan Zein tadi."Kamu tau, Yas. Apa keinginanku saat ini?" tanyanya. "Apa?""Aku hanya ingin sehat dan bisa bertahan hidup.""Makanya, kamu yang semangat dong, Zein. Banyak-banyak berdoa juga. Tuhan akan cepat mengabulkan doa orang-orang yang lagi sakit." Aku menguatkan genggaman tanganku sebagai bentuk support untuknya.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status