Share

Lelucon

Author: Namiya
last update Last Updated: 2024-09-23 11:20:47

Bima menaruh kembali lembaran berkas ke hadapan Kenan yang sedang memijit pelipisnya. Tampak sekali laki-laki itu begitu frustasi.

“Jadi, Pak Kenan belum berkata jujur juga sama Bu Hania?”

“Belum. Karena Hania tidak memberikan saya kesempatan untuk bicara jujur tadi. Kamu lihat sendiri bagaimana cerewetnya Hania jika sudah serius, kan?”

“Itu artinya, Bu Hania menganggap serius ajakan Pak Kenan untuk menikah secara KON-TRAK!” Bima sengaja memberikan penekanan di akhir kalimatnya. Saking jengkelnya pada atasan yang super pengecut itu.

Tingkahnya kalau di berhadapan dengan klien atau karyawan, bak singa yang sedang siap melahap mangsanya. Tapi kalau sedang berhadapan dengan Hania, atasannya ini akan berubah seperti kura-kura yang siap bersembunyi dalam tempurung kapan saja. 

“Tak perlu kamu tegaskan juga, Bima. Kamu mau mengolok-olok saya maksudnya?”

“Itu agar Pak Kenan tidak lupa bahwa Bu Hania hanya mengikuti apa yang Pak Kenan lakukan. Ada sebab dan akibat dari semuanya.”

“Berisik!”

“Jadi, poin apa yang perlu saya tambahkan?”

“Aaarrrggghhh!!!” Kenan mengacak-acak rambutnya saking frustrasi. 

“Bagaimana jika tambahan poinnya adalah hak dan kewajiban Pak Kenan dan Bu Hania yang harus terpenuhi selayaknya suami-istri sungguhan?”

“Maksudnya apa?”

“Terkesan singkat, namun memiliki makna luas, Pak. Yang dimaksud adalah Pak Kenan dan Bu Hania akan menjalani pernikahan kontrak ini seperti pernikahan sungguhan. Tanpa Bu Hania sadari tentunya. Dan ini akan menjadi cara agar Pak Kenan bisa mendekati Bu Hania dengan cara ‘halal’. Lalu setelah situasi di rasa membaik, misal Bu Hania akhirnya jatuh cinta dengan Pak Kenan, maka Pak Kenan bisa langsung memutuskan perjanjian ini dan meminta Bu Hania untuk melanjutkan pernikahan tanpa adanya kontrak. Bagaimana?”

Wajah Kenan perlahan memancarkan rona bahagia. “Bisakah seperti itu?”

“Tentu saja. Bahkan ada yang menikah secara kontrak hanya demi keturunan, lalu setelah itu bercerai. Atau yang hanya sekedar untuk memuaskan nafsu belaka dengan dalih berada di perantauan. Jadi, tak masalah jika Pak Kenan mencantumkan tentang hak dan kewajiban layaknya suami-istri sungguhan di surat perjanjian itu. Hal ini biasanya dibuat sebagai perjanjian pranikah, Pak. Sudah banyak pasangan yang memakai perjanjian pranikah ini untuk menegaskan hak dan kewajiban mereka selama menjalani pernikahan nanti sesuai hukum yang benar. Agar tidak ada salah satu pun yang dirugikan di pernikahan nanti. Karena banyak sekali kasus di lapangan, pasangan suami istri yang sudah menikah tak tahu apa yang menjadi hak dan kewajiban mereka. Contohnya, yang harusnya menafkahi itu suami, tapi kenyataan di lapangan malah istrinya yang bekerja banting tulang. Atau suami ingin memiliki keturunan, tapi istrinya menolak dengan alasan tidak siap.”

“Apa mungkin Hania akan menyetujuinya?”

“Nah, itu dia masalahnya. Saya tidak yakin. Tapi, kita bisa lihat nanti saat Bu Hania membaca kembali poin tambahan dari Pak Kenan. Bagaimana, Pak? Pak Kenan akan mencobanya, kan? Kecuali kalau Pak Kenan terlalu pengecut untuk memperjuangkan Bu Hania.”

“Tentu!”

***

“Maksudnya hak dan kewajiban sebagai suami-istri itu apa, Pak Kenan?”

Hania memang sudah menduga jika dibalik pernikahan kontraknya dengan Kenan, ada tujuan tersembunyi lain yang laki-laki itu sembunyikan. Bukan hanya sekedar ingin melakukan aksi dijodoh-jodohkan. 

Tapi, bagaimana mungkin ini soal keturunan? Mana kalimatnya diperhalus dengan hak dan kewajiban lagi? Dipikir Hania akan dengan mudah dibodohi apa?

“Maksudnya, saya dan kamu akan sama-sama mendapatkan hak dan melaksanakan kewajiban layaknya suami istri sungguhan.” 

“Biar saya perjelas. Maksud Pak Kenan, Pak Kenan berharap saya memberikan keturunan. Begitu?”

Kenan dibuat kaget dengan perkataan Hania barusan. Ia bahkan tak berpikir sejauh itu memaknai ‘hak dan kewajiban suami-istri’ yang diusulkan Bima. 

Mencuri pandang pada Bima untuk meminta bantuan, Bima malah memberikan anggukan kepala sebagai tanggapan. Benar-benar membuat frustasi!

“Jadi … maksudnya itu … eeehhh … jadi ….”

“Benar. Itu maksudnya, Bu Hania.” Bima langsung memotong perkataan Kenan yang mendadak jadi gagap. Kenan langsung melotot padanya namun Bima hanya angkat bahu.

“Oh.” Hania membalas dengan nada lemah.

“Tapi, Pak Kenan benar-benar bersedia memberikan uang bulanan untuk keluarga saya sebanyak nominal yang tertera?”

“Ya. Bukan masalah. Uang sebanyak itu bukan masalah besar, Nia.”

“Pak Kenan juga siap tinggal hanya berdua dengan saya secara terpisah dari keluarga saya maupun keluarga besar Pak Kenan?”

“Tentu.” Ide Hania satu ini benar-benar membuat Kenan senang sebenarnya. Bukan masalah besar. Banyak rumah milik keluarga Prince yang bisa ia tinggali dengan Hania nanti.

“Dan Pak Kenan setuju jika pernikahan kontrak ini terputus dua tahun lagi?”

“Untuk satu itu, saya ingin menggantinya.” 

“Menggantinya dengan apa?”

“Setelah kamu memberikan keturunan pada saya, baru pernikahan ini terputus.”

Kata Bima, salah satu hal yang mempererat hubungan pernikahan adalah keberadaan anak. Jadi Kenan pikir, dengan adanya anak, Hania tentu nanti akan sulit lepas darinya nanti. Itu artinya, Kenan akan bisa hidup selamanya bersama Hania.

Rencana ini benar-benar jitu!

“Baik. Kalau begitu, saya setuju dengan semua poin yang Pak Kenan ajukan.”

Senyum Kenan seketika terbit. Berbeda dengan Hania yang malah menatapnya dengan wajah kusut. Begitu juga dengan Bima yang juga sama-sama memasang wajah kusut ke arah Kenan sambil memegangi ponselnya.

“Pak, Pemimpin ada di ruang kerja Pak Kenan sekarang.”

Hania dan Kenan yang mendengar itu seketika saling bersitatap tajam.

***

“Kamu pikir rencana pernikahanmu dan Putri itu hanya lelucon, Kenan?”

Laki-laki rambut beruban itu menyerbu Kenan sambil menggebrak meja. Menunjuk muka Kenan sesekali dengan tatapan jengkel. Pak Rahwana tampak begitu murka.

“Mau ditaruh dimana muka keluargamu ini kalau Pak Rama tahu tindakanmu? Huh! Pecat asistenmu itu! Berikan dia imbalan setimpal dan kirim dia ke luar Negeri secepatnya. Jangan biarkan perempuan itu menginjakkan kakinya di Negara ini lagi.”

“Kehidupan pribadi Kenan akan Kenan atur sendiri semuanya, Pah.”

“Apa maksud kamu? Kamu membuat malu keluarga dengan keputusan kamu itu. Asistenmu itu tak selevel dengan kita.”

“Permisi. Kenan masih ada kesibukan lain.”

“Papah tidak akan merestui pernikahan kalian, Kenan!”

“Kenan tak akan meminta restu Papah. Papah cukup hadir di pernikahan kami. Sisanya biar kami yang urus.”

“Lancang kamu, Kenan!”

“Dan, Pah. Berhenti memperlakukan Kenan seperti anak kecil yang harus selalu menuruti perkataan Papah. Sama seperti Papah yang mengabaikan perasaan Kenan dengan menyakiti Mamah. Kali ini abaikan juga Kenan dan biarkan Kenan memilih jalan kehidupan Kenan sendiri.”

Kenan keluar dari ruangan itu sambil melepaskan jasnya. Melucuti dasi yang menggantung di leher yang semuanya ia jatuhkan begitu saja ke lantai. Diikuti Bima yang memunguti satu per satu barang-barang miliknya.

Langkah Kenan berbelok ke area tangga. Sesaat setelah menuruni beberapa anak tangga, laki-laki itu terduduk sambil memegangi dadanya yang mendadak sesak. Bima yang melihat itu segera berbalik arah, pergi meninggalkan Kenan sendirian entah kemana.

Tak beberapa lama kemudian, Hania muncul dengan raut wajah khawatir. Segera memberikan Kenan beberapa butir pil dan sebotol minuman. Kenan langsung meneguknya tanpa bicara.

“Perlu saya panggilkan Dokter Brian sekarang juga?”

Kenan menggeleng sambil menyandarkan punggung di dinding. Menatap Hania yang berdiri dengan wajah khawatir di depannya lekat-lekat.

“Ternyata untuk bisa menikah denganmu, banyak yang harus saya lewati,” kata Kenan dengan napas terengah-engah. Tampak kesusahan mengurai kata namun berusaha tetap bicara.

“Harusnya Pak Kenan sudah memprediksinya.” Hania merebut botol minuman yang sudah habis dari tangan Kenan. “Masih mau melanjutkannya? Saya tidak keberatan dengan konsekuensinya jika Pak Kenan mau membatalkannya sekarang.”

Kenan tersenyum sinis. “Jangan asal bicara. Kamu tak akan pernah sanggup menghadapi konsekuensinya jika pernikahan kita sampai batal. Dan sepertinya pernikahan kita harus dipercepat, Hania.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DIPAKSA JADI JODOH   Berita Palsu

    Hania menggebrak pintu apartemen dengan wajah murka. Matanya dengan cepat menyelidik ke setiap sudut ruangan yang tampak kacau balau sebelum terakhir dia meninggalkan tempat ini karena terpaksa. “Maya! Di mana kamu?” teriak Hania lantang.Tujuannya kembali ke apartemen ini bukan untuk kembali tinggal di sini, melainkan untuk mencari Maya yang ia curigai sudah menyebarkan surat perjanjian nikah kontraknya dengan Kenan ke publik.Ya. Publik tiba-tiba gempar oleh selebaran surat perjanjian nikah kontraknya dengan Kenan yang sudah batal itu. Tersebar dengan cepat memenuhi berbagai media sosial. Bahkan sampai masuk berita gosip selebriti, padahal Kenan maupun Hania bukanlah publik figur!Nihil! Tak ada siapapun di tempat ini yang Hania duga sebagai tempat keberadaan Maya. Tersangka utama yang membuat kerusuhan seperti ini. Kalau bukan dia, memang siapa lagi yang berani membuat Hania selalu dalam kesulitan?Seolah apa yang selama ini Hania korbankan, tak cukup memuaskan Maya. Ada saja hal

  • DIPAKSA JADI JODOH   Sudah Selesai

    “Karena aku mencintaimu, Hania! Aku menyukaimu! Aku jatuh cinta padamu! Aku ingin kamu menjadi milikku!”Kenan berteriak lantang sekencang-kencangnya, meledakkan segala hal yang selama ini dipendamnya. Tak perlu ditanya lagi seperti apa berisiknya jantungnya sekarang.Tapi, melihat Hania yang diam saja, muncul perasaan khawatir. Ini bukan reaksi yang ia harapkan!Setidaknya, katakan sesuatu! Menampakkan raut wajah terkejut sekaligus bahagia misalnya.Tapi, ini?Ekspresi Hania begitu datar. Bibir terkatup rapat dengan tatapan setajam singa yang tengah berhadapan dengan rivalnya. Apakah ungkapan Kenan barusan seperti sebuah bom berbahaya sampai Hania harus bereaksi demikian?Kenan berdecak sebal. “Kamu ini benar-ben–”“Kalau perkataan Mas itu benar, untuk apa Mas menerima tawaran Putri?” Hania menarik salah satu sudut bibirnya. “Untuk membuat aku cemburu?” serangnya sengit.Melihat Kenan yang diam saja, Hania tahu jika tebakannya tak meleset. Apalagi hal ini sempat suaminya itu singgun

  • DIPAKSA JADI JODOH   Kamu Sungguh-sungguh?

    “Bagaimana pendapatmu?” tanya Kenan sesaat setelah Putri menghilang dari pandangannya. Diliriknya Hania yang tak banyak bicara sejak mereka tiba di tempat ini. Hania membuang nafas sebelum menjawab pertanyaan itu tanpa sedikitpun menoleh pada Kenan.“Pendapat apa?” balas Hania sambil melemparkan pandangan kembali ke arah lapangan golf. Baginya, pemandangan yang didominasi warna hijau itu lebih menyenangkan dipandang daripada bersitatap sedetik saja dengan Kenan.Entahlah. Rasanya Hania enggan sekali melihat Kenan sekarang.“Tentang pernikahan kontrak Mas dengan Putri. Kamu tidak akan berpendapat apapun? Atau bertanya apapun misalnya?”Sungguh! Jika boleh jujur, isi kepala Hania sekarang benar-benar kosong. Ia tak tahu harus berbuat apa selain ingin segera pergi atau menghilang dari hadapan Kenan. “Gak ada,” jawab Hania singkat sambil melepaskan genggaman tangan Kenan yang terasa melonggar. Ada sedikit perasaan kesal setelahnya. Hania tiba-tiba melangkah menuju beberapa anak tangga,

  • DIPAKSA JADI JODOH   Tawaran Main

    Genggaman tangan Kenan terasa tak nyaman. Ingin sekali Hania menepisnya kasar, namun berkali-kali perasaan itu ia enyahkan. “Kamu hanya istri kontraknya, Nia!” Kalimat itu terus bergulir di kepalanya sekarang. Seperti pengingat akan semua tindakan yang hendak Kenan lakukan setelah ini, bukanlah hal penting untuk ia pedulikan.Termasuk ketika keduanya harus menemui Putri di lapangan golf ini sekarang. Bermaksud untuk membahas kelanjutan dari tawaran Putri yang ingin menjadi istri kedua Kenan. Hania tak berhenti menyadarkan dirinya bahwa posisinya saat ini sama sekali tak penting bagi Kenan, apalagi jika sampai ikut campur urusannya terlalu dalam.“Kamu hanya perlu memberikan Kenan anak dan setelah itu bercerai, Nia. Jangan pedulikan dia memiliki istri satu atau bahkan lebih. Itu bukan urusanmu!” batin Hania berbisik tak henti.Sambil menikmati secangkir teh hangat, sesekali mengalihkan pandangan ke arah hamparan rumput hijau yang membentang sejauh mata memandang, Hania lekat memperha

  • DIPAKSA JADI JODOH   Gegabah

    Tahu begini, Hania tak perlu menerima tawaran Kenan.Cara pria itu memegang pisau saat memotong wortel mirip seperti bocah kecil yang baru pertama kali menyentuh alat-alat dapur. Teledor, ceroboh, dan menimbulkan kecemasan bagi siapa saja yang melihatnya. Belum lagi, potongan wortel itu melebihi ukuran yang Hania inginkan. “Mas, wortelnya potong dadu. Bukannya segede jempol orang dewasa. Susah mateng dan gak bisa ditelan sekaligus nantinya.” Keluh Hania. Kali saja Kenan mendengar usulannya ini dan segera memperbaiki kesalahannya karena ia benar-benar merasa gemas sekali ingin mengusir Kenan dari sini.“Yang penting kepotong, kan? Ada kok masakan yang pake wortel utuh tanpa dipotong.” Balas Kenan tampak tak terima. Ia sedikit pun tidak menoleh pada Hania yang sedang menatapnya tajam. Tetap fokus memotong sisa wortel yang ada.“Tapi, ukurannya gak sesuai masakan yang mau aku buat, Mas.”“Buat masakan sesuai ukuran yang Mas buat aja kalau gitu.”Hania memijit pelipis. Kepalanya menda

  • DIPAKSA JADI JODOH   Nyaris Saja

    “Kertas apa itu yang ada di tangan kamu?”Alif menelan salivanya dalam-dalam sambil meremas ujung-ujung kertas yang sangat ingin ia lenyapkan detik ini juga.“Ah! Ini–” Alif memutar otaknya untuk mencari jawaban. Ia tak ingin Maya melihat apa yang dilihatnya saat ini. “Aku butuh untuk mencatat sesuatu. Tadi ada beberapa kertas berserakan di lantai. Kupikir ini kertas yang tak Hania akan pakai. Isinya juga,” Alif mengacungkan sekilas kertas itu, “sudah aku baca dan bukan hal penting. Kamu tidur lagi saja, May.”Terburu-buru Alif keluar dari kamar. Lega karena Maya tak sampai melihat secara langsung isi kertas yang sekarang ada di tangannya.Tak mau melakukan keteledoran yang sama, Alif segera melipat beberapa lembar kertas itu dan menyembunyikannya di saku lagi. Ia terduduk di sofa sambil mengingat-ingat isi kertas yang berhasil ia baca sebagian.“Pernikahan kontrak? Apa mungkin Hania dan Pak Kenan menikah kontrak?” gumam hatinya.Berulang kali ia mencoba tak mempercayai isi kertas itu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status