Share

Part 2

DIPAKSA MENIKAHI PRIA LUMPUH

"Alisha, dengarkan Ibu baik-baik. Aku tahu sudah lama kamu ingin pergi jauh dari kehidupanku dan Rista. Sayangnya pernikahan kamu kemarin gagal, jadi kamu tak bisa keluar dari rumah itu.

Perlu kamu ketahui, biaya pernikahan kamu kemarin itu sangat banyak. Uang ayahmu sudah habis-habisan untuk pernikahanmu yang sia-sia itu.

Apalagi ditambah biaya rumah sakit ayahmu yang juga tak sedikit. Kamu pikir uang dari mana untuk membiayai semua itu hah?

Nenek Halimah sudah berbaik hati membiayai pengobatan ayahmu. Sebagai gantinya, kamu harus menikah dengan cucu kesayangannya.

Kamu tak punya pilihan, selain menerima perjodohan ini, karena ayahmu sudah setuju. Kalau tidak, rumah yang kita tempati sekarang akan diambil paksa olehnya.

Kamu sayang kan sama ayahmu? Jadi jangan sampai berani menolak perjodohan ini atau kita semua akan hidup menggelandang di jalanan."

"Aku tak mau Bu, kalian tak bisa seenaknya begitu mengatur hidupku. Kenapa tidak Rista saja yang kalian jodohkan?"

"Kamu masih berani membantah perintahku? Harusnya kamu sadar, karena ulahmu, suamiku jadi sakit seperti itu!

Harusnya kamu berterima kasih kepadaku, karena sudah mencarikan jodoh untukmu. Kalau bukan karena aku, mana ada pria yang mau menikahi perawan tua seperti kamu. Dasar pembawa sial!"

Kata-kata itu meluncur deras dari mulut Bu Rosma, seakan aku ini hanyalah seonggok batu yang tak punya perasaan. Bagaimana mungkin mereka merencanakan semua ini, tanpa berbicara dulu kepadaku? Bukankah aku yang akan menjalaninya, tapi kenapa sepertinya aku tak punya hak atas diriku sendiri?

Kemana ayahku yang dulu selalu membelaku? Kenapa sekarang justru menurut begitu saja atas rencana Bu Rosma? Apakah selemah itu kondisi Ayah saat ini?

Setelah mengatakan semua itu, Ibu segera pergi meninggalkanku yang masih shock, tanpa memberi kesempatan untuk berpikir apalagi menolak. Wanita itu keluar dari kamarku, dengan senyuman penuh kemenangan. Sementara aku, hanya bisa terduduk lesu di atas tempat tidur, merenungi nasibku yang sungguh malang.

Kalau tak memikirkan nasib ayah, bisa saja aku kabur dari tempat ini. Namun, bagaimana kalau setelah ini Bu Rosma menjadikan ayah sebagai ajang balas dendam, sedangkan kondisi ayah sudah tak sekuat dulu. Maafkan aku ayah, karena telah membuatmu jadi menderita seperti ini.

Benarkah yang dikatakan Bu Rosma, kalau aku ini anak pembawa sial? Ibu meninggal gara-gara aku, dan ayah juga masuk rumah sakit karena ulahku. Tuhan, kenapa Kau timpakan ujian seberat ini?

"Permisi?" sapa sebuah suara di depan pintu kamar, yang membuyarkan lamunanku. Akupun bergegas membuka pintu, dan tampaklah beberapa orang wanita berdiri di hadapanku, dengan membawa koper yang berisi peralatan make-up. Rupanya mereka datang karena di tugaskan untuk merias wajahku.

"Mbak, saya tidak bisa menjadi pengantin wanitanya, tolong jangan lakukan semua ini, aku mohon!" Meski aku sudah berusaha memohon, namun perias itu tetap menjalankan tugasnya.

"Maaf Nona, kami hanya menjalankan tugas. Kalau mau protes, silahkan kepada orang yang menyuruh saya saja!" jawab perias itu tegas.

Aku yang masih bingung hanya pasrah, tak mampu berbuat apa-apa. Ucapan ibu kembali terngiang-ngiang di telingaku, haruskah aku menerima perjodohan ini? Sanggupkah aku menjalani rumah tanggaku nanti? Bagaimana kalau ternyata calon suamiku tak seperti yang aku harapkan?

Ketakutan dan keraguan semakin merajai hati. Aku masih belum siap menjalani semua ini.

Tanpa menghiraukan perasaanku, para perias itu langsung melaksanakan tugasnya. Namun, sepertinya mereka harus berjuang lebih keras, karena air mataku tak berhenti mengalir, sehingga membuat make-up nya tak bisa menempel dengan sempurna.

Kini di hadapanku, tampak seorang gadis cantik dengan kebaya putih. Namun, dari pancaran cermin itu, tampak kesedihan yang tak dapat disembunyikan.

Rasa takut, kembali menghinggapi perasaanku, karena sudah kedua kalinya aku mengenakan baju pengantin seperti ini. Aku merasa seakan mengulang kesedihan yang sama. Kalau dulu aku berharap pernikahan bisa berjalan dengan lancar, namun kali ini aku justru berharap pernikahan ini bisa digagalkan.

Aku memang ingin menikah, dan membuktikan pada semua orang bahwa aku bukan perawan tua seperti yang mereka bilang. Namun, aku juga tak berharap menikah dengan cara paksa seperti ini. Bukankah pernikahan seharusnya dilandasi rasa cinta? Namun kenapa, pernikahanku justru diawali dengan dusta? Ya Tuhan, rencana apa yang telah Kau persiapkan untukku, hingga ujian ini terasa begitu berat bagiku.

Setelah semua persiapan selesai, ibu kembali memasuki kamarku. Dia dengan senyum palsunya, menggandeng tanganku untuk keluar menuju ruang tamu, di mana ijab kabul akan dilaksanakan.

"Ingat kata-kataku! Jangan sampai pernikahan ini gagal hanya karena air mata buayamu itu!Harusnya kamu berterima kasih kepadaku, karena telah membantu mewujudkan keinginanmu untuk minggat dari rumah itu!"

Meski ibu mengucapkannya dengan berbisik, namun kalimat yang keluar serasa anak panah yang menghujam tepat di jantungku. Kalau saja tak mengingat dia adalah wanita pilihan ayah, mungkin sudah kusobek-sobek mulutnya yang tajam itu. Biar dia bisa merasakan betapa sakitnya menjadi aku.

Sesampainya di ruang tamu, aku hanya bisa menunduk pasrah, tak berani melihat sosok pria yang nantinya akan menjadi suamiku. Siapapun yang menikahiku, itu sudah tidak penting bagiku, karena hidupku sudah hancur sejak kebebasanku direnggut paksa oleh ibu tiriku.

Tepat pukul delapan pagi, acara ijab kabul dilaksanakan. Pernikahan diadakan di dalam rumah dan hanya keluarga inti yang menyaksikannya.

"SAH ... SAH ... SAH ...." Ucap para saksi.

Rasanya masih tak percaya dengan semua ini. Dalam sekejap saja, aku sudah menjadi seorang istri, dari pria asing yang menikahiku.

Ibu dan Rista tampak tersenyum puas, melihatku menderita seperti ini. Setelah ini, bisa kupastikan mereka akan berfoya-foya, merayakan kemenangan karena berhasil mengeluarkanku dari rumah kami.

Sementara Ayah, kulihat hanya bisa menunduk dan menitikkan air mata. Entah air mata bahagia, atau justru sebaliknya. Ayah, kenapa engkau tampak serapuh ini? Di mana ayah yang dulu selalu aku banggakan?

"Bu, tahu nggak? Ternyata pengantin prianya seorang duda. Sudah tuwir dong! Bukan hanya itu saja, ternyata kakinya juga lumpuh!" Kata Rista berbisik di belakangku.

"Iya, karena itu aku jodohkan sama Alisha. Kalau dia tajir dan sempurna, baru Ibu jodohkan sama kamu.Lihat saja, rumahnya saja jelek seperti ini!"

"DUAR!"

Kata-kata Rista dan Ibu barusan, sontak membuatku tak percaya. Bagaimana mungkin aku bisa menjadi seorang istri dari suami yang lumpuh? Apakah mereka sengaja ingin membuatku semakin menderita? Rupanya inilah arti dari senyuman keduanya tadi.

Ya Allah, rupanya belum puas ibu menyiksaku selama ini. Kini justru aku di jodohkan dengan pria lumpuh.

Kalau memang ini yang terbaik, aku ikhlas atas segala kehendak-Mu Ya Robbi. Aku percaya, akan ada pelangi setelah hujan. Air mata yang selalu menetes karena kesedihanku, akan berganti senyum bahagia yang diimpikan semua orang.

Kini aku telah bersuami. Bagaimanapun juga, akan kubaktikan seluruh hidupku untuknya. Namun, sanggupkah aku menjalaninya?

Bersambung............

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Ardhya Rahma
Kasihan juga
goodnovel comment avatar
Silver Girl
ada bahagia dibalik derita
goodnovel comment avatar
Herlina Teddy
semoga Alisha kuat
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status