DIPAKSA MENIKAHI PRIA LUMPUH
"Alisha, dengarkan Ibu baik-baik. Aku tahu sudah lama kamu ingin pergi jauh dari kehidupanku dan Rista. Sayangnya pernikahan kamu kemarin gagal, jadi kamu tak bisa keluar dari rumah itu.Perlu kamu ketahui, biaya pernikahan kamu kemarin itu sangat banyak. Uang ayahmu sudah habis-habisan untuk pernikahanmu yang sia-sia itu.Apalagi ditambah biaya rumah sakit ayahmu yang juga tak sedikit. Kamu pikir uang dari mana untuk membiayai semua itu hah?Nenek Halimah sudah berbaik hati membiayai pengobatan ayahmu. Sebagai gantinya, kamu harus menikah dengan cucu kesayangannya.Kamu tak punya pilihan, selain menerima perjodohan ini, karena ayahmu sudah setuju. Kalau tidak, rumah yang kita tempati sekarang akan diambil paksa olehnya.Kamu sayang kan sama ayahmu? Jadi jangan sampai berani menolak perjodohan ini atau kita semua akan hidup menggelandang di jalanan.""Aku tak mau Bu, kalian tak bisa seenaknya begitu mengatur hidupku. Kenapa tidak Rista saja yang kalian jodohkan?""Kamu masih berani membantah perintahku? Harusnya kamu sadar, karena ulahmu, suamiku jadi sakit seperti itu!Harusnya kamu berterima kasih kepadaku, karena sudah mencarikan jodoh untukmu. Kalau bukan karena aku, mana ada pria yang mau menikahi perawan tua seperti kamu. Dasar pembawa sial!"Kata-kata itu meluncur deras dari mulut Bu Rosma, seakan aku ini hanyalah seonggok batu yang tak punya perasaan. Bagaimana mungkin mereka merencanakan semua ini, tanpa berbicara dulu kepadaku? Bukankah aku yang akan menjalaninya, tapi kenapa sepertinya aku tak punya hak atas diriku sendiri?Kemana ayahku yang dulu selalu membelaku? Kenapa sekarang justru menurut begitu saja atas rencana Bu Rosma? Apakah selemah itu kondisi Ayah saat ini?Setelah mengatakan semua itu, Ibu segera pergi meninggalkanku yang masih shock, tanpa memberi kesempatan untuk berpikir apalagi menolak. Wanita itu keluar dari kamarku, dengan senyuman penuh kemenangan. Sementara aku, hanya bisa terduduk lesu di atas tempat tidur, merenungi nasibku yang sungguh malang.Kalau tak memikirkan nasib ayah, bisa saja aku kabur dari tempat ini. Namun, bagaimana kalau setelah ini Bu Rosma menjadikan ayah sebagai ajang balas dendam, sedangkan kondisi ayah sudah tak sekuat dulu. Maafkan aku ayah, karena telah membuatmu jadi menderita seperti ini.Benarkah yang dikatakan Bu Rosma, kalau aku ini anak pembawa sial? Ibu meninggal gara-gara aku, dan ayah juga masuk rumah sakit karena ulahku. Tuhan, kenapa Kau timpakan ujian seberat ini?"Permisi?" sapa sebuah suara di depan pintu kamar, yang membuyarkan lamunanku. Akupun bergegas membuka pintu, dan tampaklah beberapa orang wanita berdiri di hadapanku, dengan membawa koper yang berisi peralatan make-up. Rupanya mereka datang karena di tugaskan untuk merias wajahku."Mbak, saya tidak bisa menjadi pengantin wanitanya, tolong jangan lakukan semua ini, aku mohon!" Meski aku sudah berusaha memohon, namun perias itu tetap menjalankan tugasnya."Maaf Nona, kami hanya menjalankan tugas. Kalau mau protes, silahkan kepada orang yang menyuruh saya saja!" jawab perias itu tegas.Aku yang masih bingung hanya pasrah, tak mampu berbuat apa-apa. Ucapan ibu kembali terngiang-ngiang di telingaku, haruskah aku menerima perjodohan ini? Sanggupkah aku menjalani rumah tanggaku nanti? Bagaimana kalau ternyata calon suamiku tak seperti yang aku harapkan?Ketakutan dan keraguan semakin merajai hati. Aku masih belum siap menjalani semua ini.Tanpa menghiraukan perasaanku, para perias itu langsung melaksanakan tugasnya. Namun, sepertinya mereka harus berjuang lebih keras, karena air mataku tak berhenti mengalir, sehingga membuat make-up nya tak bisa menempel dengan sempurna.Kini di hadapanku, tampak seorang gadis cantik dengan kebaya putih. Namun, dari pancaran cermin itu, tampak kesedihan yang tak dapat disembunyikan.Rasa takut, kembali menghinggapi perasaanku, karena sudah kedua kalinya aku mengenakan baju pengantin seperti ini. Aku merasa seakan mengulang kesedihan yang sama. Kalau dulu aku berharap pernikahan bisa berjalan dengan lancar, namun kali ini aku justru berharap pernikahan ini bisa digagalkan.Aku memang ingin menikah, dan membuktikan pada semua orang bahwa aku bukan perawan tua seperti yang mereka bilang. Namun, aku juga tak berharap menikah dengan cara paksa seperti ini. Bukankah pernikahan seharusnya dilandasi rasa cinta? Namun kenapa, pernikahanku justru diawali dengan dusta? Ya Tuhan, rencana apa yang telah Kau persiapkan untukku, hingga ujian ini terasa begitu berat bagiku.Setelah semua persiapan selesai, ibu kembali memasuki kamarku. Dia dengan senyum palsunya, menggandeng tanganku untuk keluar menuju ruang tamu, di mana ijab kabul akan dilaksanakan."Ingat kata-kataku! Jangan sampai pernikahan ini gagal hanya karena air mata buayamu itu!Harusnya kamu berterima kasih kepadaku, karena telah membantu mewujudkan keinginanmu untuk minggat dari rumah itu!"Meski ibu mengucapkannya dengan berbisik, namun kalimat yang keluar serasa anak panah yang menghujam tepat di jantungku. Kalau saja tak mengingat dia adalah wanita pilihan ayah, mungkin sudah kusobek-sobek mulutnya yang tajam itu. Biar dia bisa merasakan betapa sakitnya menjadi aku.Sesampainya di ruang tamu, aku hanya bisa menunduk pasrah, tak berani melihat sosok pria yang nantinya akan menjadi suamiku. Siapapun yang menikahiku, itu sudah tidak penting bagiku, karena hidupku sudah hancur sejak kebebasanku direnggut paksa oleh ibu tiriku.Tepat pukul delapan pagi, acara ijab kabul dilaksanakan. Pernikahan diadakan di dalam rumah dan hanya keluarga inti yang menyaksikannya."SAH ... SAH ... SAH ...." Ucap para saksi.Rasanya masih tak percaya dengan semua ini. Dalam sekejap saja, aku sudah menjadi seorang istri, dari pria asing yang menikahiku.Ibu dan Rista tampak tersenyum puas, melihatku menderita seperti ini. Setelah ini, bisa kupastikan mereka akan berfoya-foya, merayakan kemenangan karena berhasil mengeluarkanku dari rumah kami.Sementara Ayah, kulihat hanya bisa menunduk dan menitikkan air mata. Entah air mata bahagia, atau justru sebaliknya. Ayah, kenapa engkau tampak serapuh ini? Di mana ayah yang dulu selalu aku banggakan?"Bu, tahu nggak? Ternyata pengantin prianya seorang duda. Sudah tuwir dong! Bukan hanya itu saja, ternyata kakinya juga lumpuh!" Kata Rista berbisik di belakangku."Iya, karena itu aku jodohkan sama Alisha. Kalau dia tajir dan sempurna, baru Ibu jodohkan sama kamu.Lihat saja, rumahnya saja jelek seperti ini!""DUAR!"Kata-kata Rista dan Ibu barusan, sontak membuatku tak percaya. Bagaimana mungkin aku bisa menjadi seorang istri dari suami yang lumpuh? Apakah mereka sengaja ingin membuatku semakin menderita? Rupanya inilah arti dari senyuman keduanya tadi.Ya Allah, rupanya belum puas ibu menyiksaku selama ini. Kini justru aku di jodohkan dengan pria lumpuh.Kalau memang ini yang terbaik, aku ikhlas atas segala kehendak-Mu Ya Robbi. Aku percaya, akan ada pelangi setelah hujan. Air mata yang selalu menetes karena kesedihanku, akan berganti senyum bahagia yang diimpikan semua orang.Kini aku telah bersuami. Bagaimanapun juga, akan kubaktikan seluruh hidupku untuknya. Namun, sanggupkah aku menjalaninya?Bersambung............DIPAKSA MENIKAHI PRIA LUMPUHTujuh belas tahun kemudian"Selamat Sayang, sebentar lagi kamu akan resmi menjadi seorang istri. Jadilah istri yang baik, baktikan seluruh hidupmu untuk suami dan anak-anakmu nanti." Kukecup pipi Zahra dengan lembut, kemudian memasangkan kalung warisan Merry di leher Zahra. Namun, calon pengantin itu justru menangis terisak-isak.Seminggu yang lalu, kami telah sepakat memberitahukan tentang Merry, ibu kandungnya yang telah tiada. Gadis itu sangat syok mengetahui bahwa aku bukanlah ibu kandungnya. Awalnya memang dia tak terima, ada ibu selain aku. Namun berkat pengertian yang kami berikan, akhirnya dia bisa menerimanya. Apalagi umurnya juga sudah dewasa, jadi lebih mudah untuk menerima nasihat yang kami berikan. Tak lupa, kami juga mengajaknya berdoa dan berziarah ke makam ibunya.Mas Rendi memang memutuskan untuk memberitahukan tentang Merry setelah dia dewasa."Terimakasih Bunda, telah sabar merawat dan mendidikku selama ini. Bagiku, Bunda yang terbaik
DIPAKSA MENIKAHI PRIA LUMPUHPart 88"Mas, ini ada titipan untukmu!" ujarku pada Mas Rendi malam itu, setelah kami selesai menidurkan Zahra dan Dio."Apa itu, dari siapa?" Mas Rendi mengernyitkan keningnya, sambil memandangi amplop tersebut."Terimalah, ini titipan dari Merry. Tadi ibunya datang kemari, dan memberikan ini untukmu.""Untuk apa lagi dia mengirim amplop ini? Apa belum cukup dia membuat kekacauan di keluarga kita?""Jangan begitu Mas, bagaimanapun juga, dia ibunya Zahra. Apalagi dia sudah meninggal, jadi sebaiknya kita bisa memaafkannya." Mendengar jawabanku, seketika Mas Rendi membenahi tempat duduknya dan menoleh ke arahku."Apa? Meninggal?" tanya Mas Rendi seolah tak percaya atas apa yang baru saja di dengarnya."Iya Mas, ibunya sendiri yang mengatakan itu padaku. Daripada penasaran, lebih baik Mas buka saja isinya. Aku permisi dulu, mau melihat anak-anak sebentar." Aku baru saja ingin beranjak dari tempat duduk, ketika Mas Rendi menarik tanganku."Tetaplah di sini be
DIPAKSA MENIKAHI PRIA LUMPUH Part 87Tiga Tahun Kemudian"Bunda, ada tamu di depan! Katanya pengen ketemu sama Bunda." kata Zahra, siang itu. "Siapa tamunya?" tanyaku penasaran. "Zahra nggak tahu Bund, tapi sepertinya orang asing." jawab Zahra lagi. "Baiklah, Bunda temuin tamunya dulu ya. Tolong ajak dedek Dio main dulu ya!" kataku sembari berlalu meninggalkan kedua anakku di dalam kamar. "Siap Bunda," sahut Zahra semangat, kemudian mengacungkan kedua jempolnya ke arahku.Zahra kini sudah berumur delapan tahun, sehingga sudah bisa menemani adiknya bermain.Aku berjalan perlahan menuju ruang tamu, merasa penasaran, siapa tamu yang dimaksud oleh Zahra. Sesampainya di ruang tamu, aku melihat seorang nenek, sedang duduk dengan wajah menunduk. Siapa dia, sepertinya aku belum pernah melihat wanita itu sebelumnya?"Assalamu'alaikum?" sapaku kepada nenek itu, yang langsung berusaha bangkit ketika melihat kedatanganku. "Wa'alaikumussalam, dengan Nak Alisha?" tanya nenek itu yang membuatk
DIPAKSA MENIKAHI PRIA LUMPUH Part 86Pagi menjelang, mentari mulai keluar dari peraduannya. Harum semerbak bunga mawar dari samping kamar, menebarkan semangat tersendiri bagiku. Cicit burung-burung kecil, menambah semarak pagi itu. "Mas, kita berangkat sekarang saja ya!" kataku pada Mas Rendi, yang sudah selesai memasukkan barang-barang bawaan kami ke dalam mobil. Ya, pagi ini kami akan berangkat ke rumah sakit. Aku sudah siap dengan segala resikonya, yang penting anakku bisa lahir dengan sehat dan selamat. Setelah berpamitan kepada Bi Imah dan Zahra, kamipun berangkat ke rumah sakit. Hatiku tak tenang, harap-harap cemas memikirkan persalinanku nanti.Tak perpikirkan olehku, akan melahirkan secara caesar. Sanggupkah aku menjalaninya?Tak ingin terus dilanda kecemasan, aku memilih berzikir dan berdoa selama dalam perjalanan. Entah apa yang ada di pikiranku, namun bagiku meja operasi itu menakutkan. Namun demi lahirnya sang buah hati, aku akan berusaha kuat untuk melawan ketakutanku
DIPAKSA MENIKAHI PRIA LUMPUHPart 85Lamunanku terhenti ketika mendengar suara ketukan di pintu kamar."Masuk!" Jawabku kemudian. Ketika pintu terbuka, aku terkejut melihat siapa yang datang. Tampak Zahra sudah berdiri dengan senyum manisnya. Gadis kecil itu terlihat menyembunyikan sesuatu di balik punggungnya. Sementara Mas Rendi, berdiri di belakang Zahra dengan membawa buqet bunga mawar kesukaanku. "Selamat ulang tahun Bunda! Ini kado dari Zahra! " seru Zahra seraya berlari memelukku, kemudian menyerahkan sebungkus coklat yang dia bawa. "Selamat ulang tahun Sayang!" seru Mas Rendi seraya menyusul Zahra, yang sudah lebih dulu memelukku. Kami saling berpelukan, mencurahkan kasih sayang satu sama lain. Mungkin karena akhir-akhir ini terlalu sibuk mengurus segala sesuatu, sampai aku lupa akan hari ulang tahunku sendiri. "Terimakasih banyak kesayangan-kesayanganku, kalian semua luar biasa!" kataku seraya mencium pipi Zahra dan Mas Rendi bergantian. Aku tak menyangka mereka akan m
DIPAKSA MENIKAHI PRIA LUMPUHPart 84Tak ingin terus menduga-duga, aku segera mencari nomor Ulfa, sahabatku yang juga tetanggaku di sana. Tak perlu waktu lama, panggilanku terhubung, memperdengarkan suara indah sahabatku yang sudah lama tak bertemu. Saat ini Ulfa sudah menikah, bahkan sudah dikaruniai seorang gadis cantik. Aku sangat senang mendengar kabar tersebut, karena dulu kami sama-sama ditinggal pergi oleh calon suami. Aku sangat tahu apa yang dia rasakan waktu itu, karena akupun mengalaminya. Untuk sesaat, aku lupa dengan tujuanku meneleponnya, malah justru asyik saling bertukar kabar. Hingga Ulfa menanyakan tujuanku meneleponnya. ["Oh ya Sha, tumben kamu nelpon siang-siang gini. Ada apa?"] Tanya Ulfa, dari seberang sana. Sha, adalah nama panggilan untukku ketika sedang bersamanya. Katanya dia malas menyebut nama Alisha, kepanjangan. ["Iya nih. Barusan aku lihat berita kalau rumahku yang di sana kebakaran. Apakah itu benar?"] Tanyaku penasaran. Ulfa terdengar menghela n