Share

Part 3

DIPAKSA MENIKAHI PRIA LUMPUH

Part 3

Setelah acara pernikahan selesai, semua anggota keluargaku bersiap untuk kembali ke Jakarta. Tinggallah aku seorang diri di sini, bersama orang asing yang aku sendiri belum tahu seperti apa sifat dan kebiasaannya.

"Selamat menikmati penderitaanmu Sayang! Sekarang hidupku bebas tanpa gangguan tikus busuk sepertimu!" Sebelum pergi, ibu masih sempat melontarkan kata-kata yang membuatku semakin merasa terbuang.

Bagi orang yang tak mengerti, hubungan antara aku dan ibu tampak baik-baik saja, karena wanita itu mengatakannya sembari memelukku, dan berbisik di telingaku.

Setelah ibu, kini giliran Rista yang berpamitan kepadaku. Ibu dan anak itu sama-sama bermulut pedas.

"Selamat tinggal Kakak cantik, semoga kerasan ya tinggal di sini. Kalau bisa, jangan pulang sekalian, karena aku sudah muak melihat wajahmu!"

Ingin rasanya kurobek mulut kedua ib*is betina itu, kalau saja tak mengingat ini bukan di rumah orang lain.

Tiba saatnya Ayah berpamitan kepadaku. Sebelum pergi, berulang kali Ayah memelukku, seakan berat untuk meninggalkanku. Titik bening itu mendadak muncul di kedua sudut matanya yang keriput, membuat pertahananku jebol seketika.

Marah dan kecewa yang tadi kurasakan pada ibu dan Rista, kini berganti kesedihan yang mendalam saat bersama ayah.

"Maafkan Ayah Nak, ini semua memang salahku, tak bisa menjagamu dengan baik selama ini. Namun percayalah, semua ini Ayah lakukan demi rasa sayangku kepadamu. Kamu berhak bahagia, karena Ayah yakin suamimu nanti bisa memberikan apa yang selama ini tak bisa Ayah penuhi."

Kalimat Ayah itu justru membuatku semakin rapuh, seakan memang aku sengaja dibuang ke tempat ini. Namun aku tak bisa berbuat apa-apa karena semua telah terjadi.

"Ayo Yah, sudah siang ini!" Teriak Ibu dari dalam mobilnya.

"Jaga diri baik-baik ya Nak, Surgamu ada pada suamimu sekarang!" Ayah segera mengurai pelukannya setelah mendengar teriakan Ibu.

Melihat kepergian ayah, ingin rasanya aku berteriak memintanya agar membawaku turut serta. Bagiku, ini semua terlalu cepat, seakan tubuhku baru saja dilempar ke jurang yang dalam, tanpa tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Kesedihanku tak terkira, namun aku tak bisa berbuat apa-apa, selain tetap tinggal di tempat ini. Kulambaikan tangan ke arah mobil yang perlahan menghilang dari pandangan, karena terhalang rimbunan pohon mangga di halaman.

Hatiku terasa kosong dan hampa, entah apa yang harus kulakukan di tempat ini. Aku memang ingin menikah, tapi bukan dengan cara seperti ini, apalagi dengan orang asing yang belum kuketahui masa lalunya.

"Ayo kita masuk Nak, biarkan mereka pergi!Mulai saat ini, kami adalah keluargamu, jadi jangan sungkan-sungkan ya, anggap saja di rumah sendiri agar kamu merasa nyaman!"

Aku terlalu sibuk dengan pikiranku senditi, hingga tak menyadari kalau Nenek Halimah masih berdiri di belakangku. Wanita tua itu menuntunku masuk ke dalam rumah. Sementara aku, hanya bisa patuh mengikuti langkahnya.

"Duduklah Nak, ada yang ingin aku sampaikan kepadamu!"

"Baik Nek," jawabku patuh.

"Begini Nak, mungkin kamu belum tahu siapa suamimu, karena memang kami belum pernah memberitahukan sebelumnya. Oleh karena itu, aku akan menceritakannya kepadamu.

Saat ini, suamimu dalam kondisi lumpuh. Meski masih bisa disembuhkan, namun perlu kesabaran ekstra untuk merawatnya. Dia baru saja mengalami kecelakaan, yang menyebabkannya jadi seperti sekarang.

Berhubung kamu sudah menikah dengan Rendi, otomatis semua kebutuhannya menjadi tanggung jawabmu, termasuk urusan mandi dan tidur.

Kamu tak perlu kaget, karena memang inilah tujuan kami menikahkanmu dengannya. Bukan maksud kami memperbudak kamu, tapi memang selama ini kami kesulitan melayani Rendi untuk urusan mandi, karena dia tidak bisa melakukannya sendiri.

Selama ini Kang Sukri, suamiku yang selalu memandikannya. Namun sepertinya Rendi kurang nyaman karena mungkin ada rasa sungkan bila yang mengurusnya lebih tua.

Kemudian kami berpikiran untuk menikahkan Rendi denganmu. Bukan tanpa alasan kami memilihmu, karena kami sudah tahu siapa dirimu yang sebenarnya.

Asal kamu tahu, Rendi adalah pria yang baik. Hanya saja dia pernah kecewa dengan mantan istrinya sehingga membuatnya trauma dengan seorang perempuan.

Kalau kamu berhasil merebut hati suamimu, maka kau akan menjadi ratu di hatinya, karena dia tipe pria yang setia.

Semoga keputusan kami memilihmu sudah tepat, sehingga kondisi Rendi bisa membaik seperti semula."

Kata-kata Nenek Halimah terdengar lembut namun tegas, membuatku hanya mampu mengangguk pasrah. Kini aku sadar, tugasku semakin berat, karena merangkap sebagai seorang asisten pribadi sekaligus istri. Aku dituntut untuk bisa menjalankan kedua peran itu secara bersamaan.

"Apakah kamu sudah mengerti maksud pembicaraan kita?"

"Iya Nek, saya sudah mengerti."

"Bagus! Kalau begitu, kita ke kamar suamimu sekarang!,"

Setelah mengatakan semua itu, Nenek Halimah mengantarkanku ke kamar Mas Rendi. Kamarnya sederhana namun tetap terlihat nyaman untuk ditempati.

Mas Rendi terlihat duduk di tepi ranjang, sembari tangannya sibuk memegang ponsel. Dia sama sekali tak menghiraukan kedatanganku ke kamar ini.

"Alisha, ini kamar suamimu! Masuklah, aku akan keluar, karena masih ada hal lain yang harus aku selesaikan." Nenek Halimah keluar, kemudian menutup pintu, meninggalkanku bersama suami yang terasa sangat asing bagiku.

"Apa yang Nenek janjikan sehingga kamu bersedia menikah dengan pria lumpuh sepertiku?"

Kalimat sambutan itu sontak membuat dadaku bergemuruh menahan amarah. Bagaimana mungkin suami yang baru menikahiku bisa mengucapkan kata-kata kasar kepadaku?

"Kamu berbicara denganku?" tanyaku pura-pura bodoh.

"Memangnya ada orang lain di kamar ini selain kamu? Kenapa diam, kamu marah aku bilang begitu? Atau jangan-jangan uangnya masih kurang?"

Kembali dia memakiku dengan kasar, ingin rasanya keluar dari kamar ini, namun aku takut bila Nenek akan memarahiku.

"Jangan menghinaku seperti itu, karena aku tak menerima sepeserpun uang dari keluargamu." Jawabku apa adanya.

"Kamu jangan pura-pura bodoh! Mana ada wanita normal yang mau menikah dengan pria lumpuh sepertiku, kecuali wanita itu memang berniat untuk menjual diri."

Untung saja aku sudah mempersiapkan mental sebelum masuk ke kamar ini, hingga makiannya tak terlalu kumasukkan ke dalam hati. Biarlah dia mau bilang apa, aku enggan meladeninya. Hidupku sudah terlalu banyak drama dan air mata. Diam, mungkin hanya itulah caraku agar orang yang harusnya kupanggil suami itu tak semakin merendahkanku.

Aku bergegas mengambil ransel yang tadi kubawa untuk berganti baju, karena sedianya hanya menghadiri hajatan jadi aku tak membawa banyak baju ganti.

"Eh ... mau kemana? Jangan mandi di situ, sana ke kamar mandi belakang!"

Ya ampun, ingin rasanya aku berteriak melampiaskan amarah. Bahkan hanya urusan mandi saja tak boleh numpang di sini. Jangan-jangan nanti malam aku juga akan dipaksa tidur di luar. Haduh ... ada-ada aja deh.

Bersambung ......

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Ardhya Rahma
suaminya galak
goodnovel comment avatar
Silver Girl
pengen ketawa ...
goodnovel comment avatar
Herlina Teddy
yuk, bikin dia bucin, Alisha
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status