Seolah ada bel raksasa yang berdentang di atas kepala Mika, dia melongo sesaat memandangi lurus mata Raga yang juga tak kalah tajam menatapnya.
Satu yang paling menyesaki pikiran Mika, mungkinkah ini kesempatannya untuk mengenal cinta? Apa aku boleh jujur tentang pernikahanku sama Mas Janu? Tapi kalau aku jujur ... enggak, emangnya aku ini keliatan kayak cewek putus asa yang mau pacaran sama siapa aja?
Otak Mika terbelah jadi beberapa bagian. Harus dia akui, Selama ini dia selalu penasaran bagaimana rasanya jatuh cinta dan memiliki kekasih. Janu mungkin memang menikahinya, tapi pria itu sama sekali tak pernah menunjukkan tanda-tanda ketertarikan. Dan Janu juga bilang bahwa mereka boleh-boleh saja memiliki hubungan di luar perjanjian pernikahan mereka.
Jadi, sah-sah saja kan apabila Mika memulai petualangannya sendiri?
"Eum ..." Mika bergumam.
"Pfttt!!"
Kepala gadis itu sontak terangkat tatkala dia dengar suara tawa yang di
"Bisa kita bicara bentar?" tanya Janu lagi, mulai mendesak.Rossa melirik om dan tantenya lagi. "Sebentar ya, Om," katanya."Jangan lama. Sebentar lagi jadwal penerbangan kita!" tegas sang Om.Rossa mengangguk pelan lalu ikut berjalan bersama Janu menuju pintu keluar bandara. Untuk beberapa lama mereka hanya berdiri berhadapan saling memandang seolah menunggu siapa yang akan bicara lebih dulu."Kamu harus betul-betul pergi sekarang?" tanya Janu akhirnya."Ya. Kayak yang aku bilang kemarin di rumah Bapak, om aku pindah tugas ke Kalimantan.""Kamu nggak akan kembali lagi?"Helaan napas Rossa menjadi lebih panjang. "Aku nggak tau soal itu, belum aku pikirkan.""Bukannya kamu bilang kamu mau lepas dari jerat om kamu? Terus kenapa kamu ikut pergi?"Alih-alih terharu dengan perhatian yang diberikan Janu, amarah Rossa justru meninggi. "Emangnya ada pilihan lain buat aku?! Emangnya aku udah lulus?! Selama aku masih di bawah peng
Hampir satu menit lamanya Mika terdiam memandang pintu rumah bundanya dengan mata kosong. Apa yang terjadi terakhir kali mereka jumpa masih membebani hati, tapi dia kuatkan juga niatnya lantas mengetuk pintu kemudian."Bun ... Bunda ..." sapa Mika ragu-ragu.Ternyata sang Bunda tengah memasak di dapur ketika pintu dibuka oleh Mika sebab tak dikunci. "Mika! Bunda kira kamu nggak akan ke sini lagi ..." ucap Bunda terlihat agak canggung."Ya Bunda juga nggak berusaha untuk menghubungi aku," sahut Mika sambil duduk di sofa tua.Kompor yang masih menyala dipadamkan lebih dulu untuk kemudian Bunda ikut bergabung dengan Mika di ruang depan. "Mika ..." Suara bunda Mika terdengar lesu. "Bunda malu," ungkapnya sambil duduk di depan Mika."O, Bunda masih bisa ngerasa kayak gitu? Wajarlah," sahut Mika agak sinis, amarahnya belum padam sepenuhnya."Kamu ke sini mau ngomel-ngomel lagi? Bunda kan udah mengakui kesalahan ...""Nggak, kok. Aku juga ud
"Mas baru pulang?" sapa Mika yang sedang menuruni tangga untuk ke dapur, dan tepat saat itu pintu utama terbuka dan Janu masuk dengan muka datar.Sesaat Janu cuma terdiam, menatap Mika dengan wajah tanpa ekspresi. Yang terbayang di pikirannya hanya pengakuan Rossa tadi. Perlukah untuk menanyakannya langsung kepada Mika? Janu sendiri tak tahu mesti berbuat apa sekarang."Mas kenapa? Mau makan? Aku siapkan dulu ya." Mika yang kebingungan pun bergegas untuk mencairkan suasana yang kaku.Setelah Mika sampai di pantri, Janu ikut menghampiri. Dia kumpulkan nyali untuk membuka keresahan yang tertimbun di dadanya. "Ka ...""Hm?" toleh Mika terheran-heran. "Mas mau minum teh?"Janu menggeleng. "Ada sesuatu yang serius yang harus Mas tanyakan ke kamu,""Apa? Ngomong aja, Mas. Ada apa?" Mika menunggu dengan perasaan tak nyaman dan was-was."Kamu ada hubungan sama Raga?" tanya Janu tepat pada sasaran.Seketika wajah Mika memucat, tangannya
Rossa sedang asyik membaca sebuah novel ketika pintu kamarnya dibuka oleh tantenya."Kamu nggak belajar, Ros?" tanya tante Rossa pelan."Udah tadi. Mau rehat sebentar, Tan," sahut Rossa tanpa beralih dari novel yang dia pegang.Tante Rossa menarik napas sebentar lalu duduk di tepi tempat tidur Rossa. "Ros ... Tante mau ngomong sesuatu sama kamu, om kamu belum cerita ya?""Hm?" toleh Rossa penasaran."Itu ..." Tante Rossa menggaruk tengkuknya ragu-ragu. "Om kamu pindah tugas, Ros. Kayaknya kita bakal pindah bulan depan."Novel di tangan Rossa otomatis berpindah ke atas kasur, sejenak tubuh Rossa membeku. "Hah?! Pindah gimana? Ke mana?!" Matanya melotot, mukanya mulai pucat."Ya ke luar kota," jawab Tante dengan entengnya. "Ke Kalimantan.""Kalimantan?! Jauh banget!" pekik Rossa panik. "Terus sekolah aku gimana, Tan?!""Ya mau nggak mau kamu harus ikut pindah. Ini om kamu nanti mau ke sekolah kamu buat ngurus perpindahan."
Air muka Raga sedikit berubah mendapat pertanyaan bernada seperti itu dari Mika. "Kenapa kamu penasaran?""Jangan salah paham, ya! Bukan ada maksud aku buat ... menggoda kamu! Jangan mikir ke arah sana!" ujar Mika langsung membuat klarifikasi."Hm, siapa juga yang bilang kamu menggoda aku? Nggak ada yang bilang begitu, berarti kan kamu yang ngarep aku mikir ke arah sana.""Heh! Enak aja! Maksud aku tuh ... kamu kan udah ditinggal sama mantan tunangan kamu, apa iya kamu nggak pernah terpikir tentang dia?"Ekspresi Raga terlihat menjadi lebih murung ketimbang sebelumnya, wajah milik seseorang terbayang di benaknya, seseorang yang sudah setengah mati dia coba untuk lupakan."Nggak perlu dibahas," tandas Raga tegas."Kenapa?" Mika masih penasaran."Kalau kamu cuma penasaran doang, jangan ditanya. Kecuali kamu mau bantu aku buat melupakan dia."Mika tertohok mendengar serangan mendadak dari Raga, maka tak dia lanjutkan lagi rasa ing
Menjelang mendekati rumah ibunya, langkah Mika perlahan melambat sebab dia sadari ada sesuatu yang lain di depan pintu rumah ibunya, terdapat sepasang sepatu asing di teras. Sepasang sepatu laki-laki.Kayak bukan sepatu Ayah, dan kalaupun Ayah, ngapain dia di sini?batin Mika terheran-heran. Dia melangkah lebih dekat, dan dia dengar suara dari dalam. Sayup-sayup mulanya, tapi lama-lama kian keras."Kamu bilang mau kasih uang itu secepatnya buat aku!"Suara seorang laki-laki, hati Mika berdegup ganjil. Suara itu tidak dia kenali."Kamu tau kan? Anak aku juga perlu kuliah, dia nggak bisa minta uang dari suaminya terus ..."Kenapa cara bicara Bunda lain banget?batin Mika lagi."Itu bukan urusan aku! Kamu kira uang lima ratus ribu aja cukup?!"Mendengar suara pria itu meninggi dan menjadi lebih intens, Mika langsung membuka pintu tanpa pikir panjang. Seketika dia membeku tatkala dilihatnya ibunya sedang berdua