“Pak Derryl, apa-apaan, sih!” seru Ratih.
Ia mendorong tubuh Derryl dan mengurai pelukannya. Derryl hanya diam dan memperhatikan Ratih dengan seksama.
“Maaf, Pak. Saya gak mau menyakiti hati sesama perempuan. Kasihan Bu Priska,” lanjut Ratih.
Derryl kini makin bingung bahkan menatap Ratih dengan kedua alisnya yang terangkat.
“Memangnya kenapa dengan Priska?”
Ratih menghela napas panjang sambil melihat Derryl dengan sebal. Semua pria selalu sama, melupakan yang lama kalau ada yang baru.
“Bukannya Pak Derryl dan Bu Priska pernah punya hubungan spesial. Kemarin Bu Priska mengatakannya kepada saya.”
Derryl kini yang tampak menarik napas panjang dan mengangguk. “Kalau tentang itu memang benar. Priska memang mantan pacar saya, tapi kejadiannya sudah lama banget dan kami sudah melupakannya. Kami sudah tidak memiliki rasa apa-apa satu sama lain.”
“Melupakannya? Bukannya
Derryl mengulum senyum sambil sesekali melirik ke arah Ratih yang duduk di sebelahnya. Hari ini mereka sengaja berangkat ke kantor bareng untuk menghemat waktu. Gara-gara pagutan mereka yang sedikit lama, membuat mereka berangkat terlambat.“Hati-hati dong, Pak!” seru Ratih saat Derryl hampir saja menabrak pengemudi motor di depan.“Kok, ‘Pak’ manggilnya?” ujar Derryl.Sontak Ratih terkejut dan menoleh dengan cepat ke arah Derryl. Derryl meliriknya sekilas dengan mata yang masih fokus ke lalu lintas di depannya.“Terus minta dipanggil apa?”Derryl tersenyum. “Sayang kek atau apa gitu yang beda dikit. Masa udah jadian ama belum sama aja manggilnya.”Ratih berdecak sambil melirik Derryl dengan kesal. “Kamu ingin semua orang tahu tentang hubungan kita?”Derryl tersenyum dan mengangguk dengan mantap. Sontak Ratih memelotot ke arahnya membuat Derryl terkekeh.&l
“Heh!! Siapa juga yang manggil ‘sayang’?” ujar Derryl.Ratih yang berada di tengah-tengah mereka hanya diam dan tampak sedang menahan tawa. Kini Kresna tampak bingung dan berulang menggaruk kepalanya yang tidak gatal.“Apa saya salah dengar, ya? Beneran Bapak gak manggil ‘sayang’?” ulang Kresna bertanya.Derryl segera menggelengkan kepala. Kemudian Kresna melirik ke arah Ratih.“Ibu juga gak denger?”Ratih bergegas menggelengkan kepala. “Enggak. Saya gak denger apa-apa.”“Waduh, gawat!! Kayaknya cuman saya aja yang denger suara itu. Jangan-jangan di sini ada penghuninya.” Kresna langsung berhenti dan melihat kanan kiri memperhatikan area produksi tempat mereka berada. Sesekali ia peluk tangannya sambil bergidik.Ratih dan Derryl yang melihatnya hanya terdiam sambil berusaha menahan tawa yang siap meledak. Mereka tidak mau Kresna bahkan karyawan di peru
“PRISKA!!”Karena seruan Derryl itu membuat Ratih menoleh ke belakang juga. Mereka langsung terkejut saat mendapati Priska sedang berdiri di belakang sambil melipat tangan di depan dada tersenyum manis menatap mereka. Ternyata Priska mampir ke toilet dulu sebelum kembali ke mobil dan sayangnya baik Derryl ataupun Ratih tidak memperhatikannya.“Jadi kalian pacaran?” tuduh Priska.Derryl dan Ratih tidak menjawab, tapi tangan Ratih sudah menarik tangan Derryl untuk menjauh dari pinggulnya. Dia malu dan juga gugup harus mengatakan apa. Ini adalah salah satu hal yang ditakutkan Ratih.“Iya, kami pacaran!” Derryl malah langsung menjawab tanpa menunggu isyarat dari Ratih. Seketika Ratih menoleh ke arah Derryl dengan mata melotot marah kepadanya.Sementara Priska langsung tertawa melihat interaksi dua orang dewasa yang tampak mengemaskan di depannya ini. Ratih kini melihat ke arah Priska dengan tatapan bingung, sedangkan
“Akhrgg ... .”Helaan napas panjang keluar dari mulut Derryl berbarengan dengan erangan. Pria tampan berwajah oriental itu teringat akan ucapan Priska sore tadi. Sepertinya dia memang harus memikirkan cara untuk menyelesaikan satu persatu masalah yang siap menghampirinya.Cepat atau lambat semua juga akan tahu tentang hubungannya dengan Ratih. Derryl harus bergerak cepat untuk mengatasi semua. Dia tidak mau kalau pada akhirnya Ratih yang tersakiti. Sebuah bunyi bip membuyarkan lamunan Derryl. Ia segera meraih ponsel dan melihat ada pesan masuk di sana. Tak lain dan tak bukan Ratih-lah pengirimnya.“Kamu sudah selesai? Aku mau pulang,” gumam Derryl. Sebuah senyuman tergambar di wajahnya.Masih dengan tersenyum, Derryl menjawab pesan itu. “Iya, Sayang. Aku udah selesai, tungguin bentar lagi aku keluar.”Derryl tersenyum usai mengeja pesan itu berulang. Dia bergegas bangkit dan membereskan semua berkas sebelum menin
“Siapa yang datang?” tanya Derryl sambil berjalan mendekat.Ratih bergeming di posisinya sambil berulang menggigit bibirnya.“Mawar. Mawar tadi telepon kalau sudah berada di depan pintu. Dia ... dia yang membunyikan bel.”Sontak Derryl terperangah kaget.“Terus ... terus kamu bilang apa? Kamu bilang kalau aku di sini?”Ratih menggeleng dengan cepat. “Enggak. Hanya saja dia masih menunggu di depan. Masa aku tidak membukakan pintunya.”Derryl tampak panik, berjalan mondar mandir sambil menepuk keningnya berulang. Kemudian tak lama ia berhenti sambil berdiri sejajar di depan Ratih.“Ya udah bukain saja,” putus Derryl.“Terus Abang gimana? Mau sembunyi?” Derryl terdiam sesaat, lagi-lagi warna merah merambah wajah putihnya saat Ratih memanggilnya ‘abang’.“Eng ... iya. Aku ... aku sembunyi saja kalau gitu.”Ratih mengangguk
“Duh, kok kamu segitu kagetnya sih. Kayak ketahuan maling aja,” ujar Mawar berkomentar.Ratih hanya diam sambil berulang melirik ke arah pintu kamarnya. Kalau tujuan Mawar ke sini untuk menginap itu artinya dia tidak akan pulang. Lalu bagaimana dengan Derryl? Masa iya, dia harus sembunyi di kamar semalaman.“Eng ... kok kamu dadakan, gak ngasih tahu. Kamarku berantakan dan aku belum merapikannya.”“Gampang. Aku bantuin merapikan, yuk! Kita langsung ke kamarmu saja.” Mawar berdiri dan langsung menarik tangan Ratih.Ratih bergegas menahannya dan meminta Mawar duduk lagi. “Eng ... gak usah. Kamu tamu, gak usak repot-repot. Tunggu di sini aku rapikan dulu!”Mawar mengangguk dan kini malah mengambil remote TV. Ia sudah menyalakan TV dan langsung asyik menonton tayangan drama di salah satu chanel. Sementara Ratih bergegas masuk setelah sebelumnya dibukakan kunci oleh Derryl.Ratih tampak terkejut saa
“Kok malah ngumpat? Kamu marah ke siapa, Tih?” tanya Mawar.Ratih terdiam, dadanya kembang kempis sibuk mengatur udara sementara matanya tampak menyalang marah. Ratih sudah tidak melihat Derryl, karena dia baru saja pergi mengendarai mobil dengan wanita seksi itu di dalamnya.“Sama kamu-lah. Ngapain juga kamu ngajak berangkat duluan tadi,” rutuk Ratih.Mawar tampak bingung. Padahal jelas-jelas yang ngajak berangkat duluan tadi Ratih. Dengan bersungut-sungut, Ratih masuk mobil lalu menstater dengan menginjak gas penuh sehingga menimbulkan bunyi menderu.Mawar menoleh ke arah Ratih. Entah mengapa Ratih tampak marah kali ini. Apa dia marah saat melihat Pak Derryl tadi? Atau jangan-jangan memang ada sesuatu di antara Pak Derryl dan Ratih? Mawar hanya sibuk menerka tanpa tahu jawaban yang pasti.“Pakai seat beltmu!! Karena aku bakalan ngebut kali ini!!” pinta Ratih.Mawar hanya diam dan bergegas menganggukkan k
“Abang?” seru salah seorang karyawan yang berdiri di belakang Ratih.Memang saat ini di dalam lift tidak hanya ada mereka bertiga saja, tapi beberapa karyawan yang lain. Ratih hanya diam tidak menjawab saat ditanya seperti itu. Derryl merasa kasihan melihatnya.“Liftnya gak papa, mungkin hanya bergoyang sedikit saja,” sahut Derryl. Ia berkata seperti itu untuk menenangkan Ratih.Sepertinya ucapan Derryl berhasil. Tak lama lift berjalan lagi dan langsung bergerak turun ke lobby. Ratih bergegas keluar lebih dulu dan helaan napas panjang keluar spontan dari mulutnya.“Are you okay, Bu Ratih?” tanya Alice penuh perhatian.“Iya. Saya baik-baik saja. Saya punya sedikit trauma dengan lift yang berhenti mendadak.”Alice hanya manggut-manggut mendengarkan penjelasan Ratih.“Terus tadi Bu Ratih manggil ‘Abang’ saat lift sempat berhenti. Memang siapa dia? Saudara Bu Ratih?”