“I—iiya saya, Pak,” jawab Ratih gugup.
Derryl berdecak sambil menatap kesal ke arah Ratih. Ratih hanya diam sambil bangkit dari jatuhnya. Derryl melihat Ratih kesusahan kemudian mengulurkan tangan membantunya berdiri.
“Jadi kamu kerja di sini juga?” tanya Derryl kemudian.
Ratih tidak menjawab hanya mengangguk sambil menundukkan kepala.
“Itu alasan kamu menutupi wajah tadi?” Kembali Derryl menebak dan langsung diiyakan dengan anggukkan Ratih.
Derryl menghela napas panjang sambil menggelengkan kepala kemudian sudah kembali duduk di kursi kerjanya. Ratih hanya diam masih bergeming di tempatnya sambil sesekali melirik ke arah Derryl.
“Duduk!! Sampai kapan kamu berdiri di sana terus?”
Ratih menarik napas panjang kemudian berjalan menghampiri meja kerja Derryl, menarik kursi di depannya dan duduk dengan manis di sana. Perlahan Ratih mengangkat kepala dan tanpa sengaja empat netra itu kembali bertemu. Ratih merutuki dirinya dan cepat-cepat menunduk lagi. Derryl hanya mengulum senyum melihat ulah konyol Ratih kali ini.
“Saya akan tutup mulut, Pak,” ucap Ratih tiba-tiba.
Seketika Derryl terkejut dan mengernyitkan alis sambil menatap Ratih dengan bingung. Tangannya sudah ia letakkan di atas meja dan saling terpaut satu sama lain.
“Tutup mulut untuk apa?” Derryl penasaran.
Terdengar helaan napas panjang keluar dari mulut Ratih berbarengan saat dia mengangkat kepalanya. Untuk beberapa detik matanya kembali bersiroboh dengan mata pemuda tampan di depannya ini. Namun, secepat kilat Ratih memutus pertemuan itu. Ia buru-buru mengalihkan pandangannya.
“Untuk ... untuk tadi malam. Saya yang salah, saya yang bodoh, Pak. Maafkan saya.”
Kembali Derryl terkejut mendengar ucapan Ratih. Kini dia mengubah posisi tangannya menjadi menopang dagu. Sementara matanya tak lepas dari visual manis di depannya ini.
“Memang semalam kamu ngapain?”
Ratih langsung terbelalak kaget saat Derryl mengatakan hal itu. Dia kembali mengangkat kepala dan melihat dengan tajam ke arah Derryl. Untuk beberapa saat Ratih membisu hanya bibirnya yang bergerak-gerak hendak bersuara.
“Pak ... apa saya harus menjelaskan detil di sini?”
“Hmm ... kalau perlu jelaskan saja. Karena saya tidak paham dengan maksudmu.”
Ratih berdecak kemudian menggelengkan kepala. Lagi-lagi helaan napas panjang kembali keluar dari bibir merahnya.
“Kemarin saya salah masuk mobil dan juga sempat memarahi Bapak. Lalu saya turun di pub, mabuk kemudian esok paginya saya terbangun di apartemen Bapak dengan keadaan yang ---"
Ratih menjeda keterangannya sambil menatap ke arah Derryl, sementara Derryl membalas dengan tatapan tajam seakan menunggu kelanjutan cerita Ratih. Ratih menghela napas panjang.
"Saya rasa Bapak tahu apa yang saya maksud.”
“Oh ... yang itu.” Derryl manggut-manggut sambil mengelus dagunya.
“Iya, yang itu. Bapak sudah paham maksud saya?”
“Sedikit. Terus apa lagi?”
Ratih terlihat kesal mendengar ucapan Derryl. Andai saja dia bukan bos besarnya pasti Ratih sudah habis-habisan mengomelinya. Meski usia Derryl lebih muda darinya, gara-gara jabatan terpaksa Ratih menghormatinya kali ini.
“Begini, Pak. Intinya semalam adalah kesalahan dan kebodohan saya. Jadi Bapak tidak perlu bertanggung jawab apa pun yang terjadi pada saya. Termasuk jika saya hamil nanti.”
Derryl diam, melipat tangan di depan dada sambil menatap Ratih dengan intens. Ratih yang ditatap sedemikian rupa sedikit risih, tapi dia berusaha profesional. Dia harus menuntaskan selisih pahamnya sekarang juga. Toh, pada akhirnya Ratih akan bertemu terus dengan Derryl.
“Sebenarnya saya tidak masalah dengan hal itu. Saya akan tanggung jawab ... kalau kamu hamil nantinya,” ucap Derryl kemudian. Memang suaranya terdengar lembut dan halus, tapi sudah berhasil membuat Ratih diam membeku di tempatnya.
"Jadi apa sekarang saya bisa lihat laporan penjualan bulan kemarin?"
Ratih mengangguk tanpa suara kemudian sudah menyerahkan berkas yang sedari tadi ia bawa.
"Kamu boleh kembali ke ruanganmu!" Tanpa menunggu Derryl mengulang kata-katanya, Ratih langsung bangkit dari duduknya dan bergegas pergi keluar dari ruangan Derryl.
“Gila!! Ada ya orang aneh kayak Pak Derryl. Kenapa juga aku harus bertemu dengan dia?” maki Ratih dengan kesal.
Gara-gara terlalu memikirkan ucapan Derryl tadi, akibatnya Ratih tidak bisa fokus bekerja. Ujung-ujungnya dia terpaksa lembur malam ini. Namun, tetap saja Ratih sulit berkonsentrasi dan masih teringat ucapan tak masuk akal dari Derryl.
“Apa kata dunia kalau tahu aku nikah dengan berondong macam dia. Surat cerai belum dapat sudah hamil dengan pria lain. Ya Tuhan, kenapa lengkap banget hukuman Tuhan untukku. Kenapa gak Mas Wisnu saja yang mendapatkannya.”
Berulang Ratih menghela napas panjang. Wanita berwajah manis itu melirik tumpukan berkas di atas meja kemudian melirik jam di dinding ruangannya.
“Sudah, aku lelah. Besok saja dilanjut lagi. Aku ingin tidur cepat malam ini.” Ratih mengakhiri pekerjaannya. Ia langsung bangkit usai membereskan segalanya, kemudian sudah berjalan keluar ruangan menuju lift.
Baru saja Ratih hendak masuk ke dalam lift yang terbuka, kakinya langsung terhenti dan membeku seketika. Dari dalam lift yang pintunya terbuka itu sudah keluar sosok pria berwajah manis yang sangat dikenal Ratih.
“Untuk apa lagi kamu ke sini, Mas?” tanya Ratih kemudian. Wisnu, pria yang baru keluar dari dalam lift itu hanya tersenyum kemudian menghampiri Ratih.
“Aku ingin menjemputmu, Tih. Aku ingin menyelesaikan masalah kita.”
Ratih berdecak sambil menggelengkan kepala. “Aku rasa jawabanku sudah jelas kemarin. Aku minta cerai. Bahkan aku sudah minta pengacaraku untuk mengurus segalanya.”
Kini giliran Wisnu yang berdecak. “Kamu tidak memberiku kesempatan, Tih? Sungguh, aku masih mencintaimu. Lagipula apa salahnya dimadu. Bukankah Fani sedikit meringankan bebanmu nantinya."
Ratih terdiam dan hanya tertegun menatap pria yang hampir 8 tahun mengarungi rumah tangga dengannya. Ia benar-benar tak mengerti jalan pikiran Wisnu. Mengapa dia menjadi seegois ini?
“Maaf, Mas. Keputusanku sudah bulat. Aku mau cerai!” Ratih mengatakan hal itu sambil melengos bergegas pergi. Namun, tangan Wisnu sudah mencekal lengannya membuat Ratih berhenti melangkah.
“Apa kamu pikir bercerai itu enak? Kamu akan sendirian, Tih. Tidak ada yang menemanimu. Apa kamu lupa kalau kamu sebatang kara di dunia ini? Tanpa aku, kamu tidak ada apa-apanya. Kamu akan kesepian. Apa kamu mau mati sendirian?"
Ratih mengibaskan tangannya menarik dari cekalan Wisnu kemudian menyimpannya di depan dada. "Aku tidak masalah dengan hal itu. Aku akan baik-baik saja."
Wisnu berdecak sambil menatap Ratih dengan sinis.
"Apa kamu pikir dengan bercerai dariku, kamu bisa memikat pria lain? Ingat, Tih!! Kamu sudah tidak muda bahkan mandul. Mana ada pria yang mau denganmu. Sudah, ikuti saranku. Izinkan aku menikah dengan Fani dan aku tidak akan menceraikanmu."
Ratih geram mendengar ucapan Wisnu. Hatinya memang sudah terluka karena pengkhianantannya, tapi kini hanya rasa benci yang teramat sangat pada pria yang pernah ia cintai itu.
"Bagaimana jika aku memberimu harta gono gini, Mas? Kamu mau menceraikanku?" tantang Ratih.
Wisnu terdiam, jakunnya naik turun sibuk menelan saliva sambil menatap Ratih dengan tajam. Ratih tersenyum menyeringai kesenangan.
"Tepat sekali. Kamu memang mata duitan! Aku yakin itu alasanmu tidak mau melepaskan aku. Kamu tidak ingin kehilangan sumber danamu, bukan?"
Sontak Wisnu terbelalak marah bahkan tangannya terangkat hendak menampar Ratih. Namun, entah mengapa tiba-tiba tidak bisa bergerak dan berhenti di udara.
"Apa pantas seorang pria memukul wanita, Tuan?" ucap seseorang.
Wisnu dan Ratih menoleh ke arah suara. Ada tangan Derryl yang menahan tangan Wisnu sehingga tidak bisa menampar Ratih. Ratih hanya diam melihat ke arah Derryl. Wisnu menurunkan tangannya sambil menatap penuh amarah ke arah Derryl.
“Anda siapa? Mengapa ikut campur urusan saya? Apa Anda tahu kalau kami suami istri yang sedang berselisih. Biarkan kami menyelesaikan urusan kami dan jangan ikut campur,” sergah Wisnu.
Derryl hanya tersenyum sambil melipat tangannya ke depan dada. Ratih yang berdiri tak jauh dari Derryl hanya diam sambil meliriknya sekilas.
"Saya tidak melihatnya seperti itu. Saya melihat tadi Anda sedang melakukan KDRT dan hal ini bisa saya laporkan ke pihak berwajib. Lagipula kalau tidak salah dengar, istri Anda minta cerai tadi. Hmm ... akan semakin panjang ceritanya."
Wisnu diam, netra coklatnya tampak berputar ketakutan begitu mendengar gertakan Derryl. Sementara Derryl hanya tersenyum.
"Sebaiknya Anda pulang dan jangan pernah kesini apalagi mengganggu Ratih," lanjut Derryl.
Wisnu semakin tercengang mendengar ucapan Derryl. Ia menatap penuh amarah ke arah Derryl kemudian melirik sekilas ke arah Ratih yang hanya terdiam di belakang Derryl.
"Memangnya kamu siapa berani melarangku."
Derryl kembali tersenyum menoleh ke arah Ratih yang berdiri di belakangnya kemudian menarik Ratih mendekat ke arahnya seraya mengulurkan tangan ke Wisnu. Ratih hanya bengong melihat ulah Derryl kali ini. Dia sama sekali tidak bisa berpikir apa yang dilakukan Derryl kali ini.
Pelan Derryl mengulurkan tangan kirinya ke pinggang Ratih seakan sedang memeluk sementara tangan kanannya sudah terulur ke arah Wisnu.
“Kenalkan! Saya Derryl Dariawan, kekasih Ratih.”
Beberapa bulan berselang sejak kejadian itu, Ratih kembali sibuk dengan aktivitasnya. Begitu juga Derryl, mereka bahkan sudah memilih tinggal di rumah sendiri yang disiapkan Derryl. Pagi itu tidak seperti biasanya. Ratih bangun kesiangan dan entah mengapa dia merasa pusing.Derryl yang sudah bersiap sedari tadi hanya melirik istri cantiknya yang masih bergelut di balik selimut.“Kamu gak kerja, Sayang? Udah siang, nanti terlambat, loh,” ujar Derryl.Ratih hanya mengangguk sambil menyibak selimut dan bangkit dengan ogah-ogahan menuju kamar mandi. Derryl memilih menunggu di ruang makan sedangkan Ratih masih meneruskan aktivitas mandinya. Belakangan ini dia merasa tidak enak badan bahkan mengalami mual terus menerus. Itu sebabnya kali ini Ratih berinisiatif menggunakan test pack.Ratih terperangah kaget begitu melihat hasil dari test pack yang menunjukkan kalau dia positif hamil. Ratih mengulum senyum sambil berulang kali mematut wajahnya di depa
Pagi itu, Ratih mulai beraktivitas kembali di kantor. Banyak karyawan yang menyambutnya dengan suka cita. Apalagi saat meeting pagi, semua menghampiri Ratih dan memberinya ucapan selamat atas kesembuhannya. Sasi yang paling senang karena bosnya bisa kembali aktif.“Syukurlah, Bu. Akhirnya Ibu aktif kembali. Saya benar-benar bingung selama Ibu gak ada,” urai Sasi.Mereka baru saja usai melakukan meeting dan sudah berada di ruangan Ratih. Mawar seperti biasa selalu ikut nimbrung pembicaraan mereka. Dia juga jadi orang kedua yang begitu senang dengan kehadiran Ratih kembali.“Tih, aku mendengar kabar tentang Wisnu dan semua yang dilakukannya. Aku bener-bener gak nyangka, Tih,” ucap Mawar mengalihkan pembicaraan.Ratih hanya tersenyum dan mengangguk. “Iya, aku juga sangat terkejut, Mawar. Entahlah apa yang menyebabkan dia berbuat seperti itu. Sudah semestinya dia bertanggung jawab atas semuanya sekarang.”Mawar dan S
“Sumpah, Pak. Bukan saya pelakunya. Saya hanya tamu dan mau menginap di sana, tapi malah menemukan mayat,” jelas Anggi.Akibat teriakannya tadi membuat petugas security yang sedang berpatroli kompleks berhenti dan menghampiri Anggi. Security tersebut kaget saat melihat temuan Anggi dan segera melaporkannya ke polisi. Kini Anggi terpaksa harus ditahan polisi karena dia yang pertama menemukan mayat tersebut. Padahal tadinya Anggi ingin melarikan diri kini ternyata harus terciduk juga di kantor polisi.“Iya, Nona. Saya tahu. Kami hanya akan mencari informasi saja dari Anda. Namun, sebetulnya kami sedari tadi juga mencari Anda. Anda terlibat dalam kasus pencemaran nama baik.”Anggi terdiam hanya menundukkan kepala usai mendengar penjelasan petugas polisi itu. Padahal dia berharap bisa sembunyi dari polisi. Kenapa juga dia malah harus bertemu polisi?“Kalau boleh tahu rumah siapa itu sebenarnya?” tanya polisi tersebut.
“DERRYL!!! Apa maksudnya ini?” sergah Tuan Robby.Derryl terkejut, menyudahi makannya dan melihat dengan bingung ke arah Tuan Robby. Derryl langsung menerima ponsel yang disodorkan Tuan Robby. Dia semakin terperangah kaget saat melihat apa yang ada di dalam ponsel itu. Ratih yang duduk di sebelahnya mendekat dan ikut melihat apa yang terjadi.Ratih langsung menoleh ke arah Derryl dan menatapnya penuh tanya. Sementara Derryl hanya menghela napas panjang.“Aku bisa menjelaskannya, Pa, Ma dan Sayang ... .”Tuan Robby hanya diam, mata marahnya sudah menyalang melihat ke arah Derryl. Sementara Nyonya Siska yang tidak tahu apa-apa segera merampas ponsel di tangan Derryl dan melihatnya.“Ryl!! Apa-apaan ini? Kamu main gila dengan siapa?” seru Nyonya Siska.“Aku gak main gila, Ma. Kejadiannya tidak seperti yang terlihat di sana. Percayalah.”“Lalu bagaimana yang sebenarnya terjadi, Bang?&r
“Kamu baru datang, Bang?” tegur Ratih.Dia melihat Derryl masuk ke dalam kamar dengan mengendap-endap. Derryl pikir tadi Ratih sudah tidur, ternyata istri cantiknya itu belum tidur dan sedang menunggu kedatangannya. Derryl tersenyum sambil berjalan menghampiri.“Aku pikir kamu sudah tidur tadi.” Derryl langsung duduk di tepi kasur dan mengecup kening Ratih.Ratih tersenyum sambil memposisikan tubuhnya menjadi duduk bersandar. Derryl hanya diam sambil berulang menghela napas panjang sembari menatap Ratih dengan intens. Ratih melihat ada kegelisahan di mata Derryl.“Ada apa, Bang? Apa ada masalah di kantor?” tanya Ratih.Derryl kembali menghela napas panjang dan menggeleng dengan cepat.“Tidak. Tidak ada masalah, hanya saja ---“Derryl menggantung kalimatnya dan kini melihat Ratih dengan sendu. Ratih tersenyum menyentuh wajahnya dan membelainya lembut.“Ada apa? Aku tahu pasti
“Maaf, Ma. Kayaknya aku gak bisa pulang cepat,” ucap Derryl di panggilan telepon.Akibat banyaknya kerjaan di kantor, membuat Derryl tidak bisa menjemput Ratih seperti janjinya tadi. Hingga usai jam makan siang dia masih bergelut di kantor. Entah mengapa hari ini pekerjaan seakan menumpuk dan semua harus diselesaikannya.[“Iya, gak papa, Ryl. Mama ‘kan sudah bilang kalau bisa mengurusnya. Sudah, kamu selesaikan saja urusanmu di kantor. Ratih aman sama Mama.”]Derryl tersenyum mendengar jawaban Nyonya Siska di seberang sana. Ia beruntung mamanya sangat pengertian kali ini.“Terus Ratih mana, Ma? Aku mau ngobrol sebentar dengannya,” pinta Derryl.[“Dia sedang tidur, Ryl. Mama sengaja tidak membangunkannya. Nanti kalau dia sudah bangun, baru Mama ajak pulang. Kalau urusan administrasi sudah beres semua.”]“Ya udah, terserah Mama saja. Nanti kalau udah selesai aku langsung balik, kok.&r