Share

Ketahuan

“Tih!!" panggil Mawar.

Ratih terjingkat kaget dan menoleh ke arah Mawar.

"Kamu dipanggil Pak Samuel, tuh!” lanjut Mawar.

Memang sejak perkenalan CEO barunya tadi, Ratih hanya diam dan memundurkan tubuhnya seakan berusaha menyembunyikan visualnya. Acara perkenalan CEO sudah usai dan kini tinggal perkenalan tiap divisinya saja.

Ratih menoleh ke arah Mawar. “Pak Samuel manggil aku?” ulang Ratih bertanya. Ia sudah menuding hidungnya kini.

Mawar mengangguk sambil tersenyum. “Iya, Pak Samuel mau ngenalin kamu dengan CEO baru kita. Bukankah kamu memegang peran utama di sini.”

Ratih diam, melirik sekilas ke arah Pak Samuel dan CEO baru yang sedang asyik berbincang. Ratih menarik napas panjang kemudian buru-buru memalingkan wajah saat Derryl melihat ke arahnya.

“Mati aku! Apa yang harus aku lakukan kini?” gumam Ratih pelan. Mawar yang duduk di sebelahnya hanya diam sambil menatapnya bingung.

Padahal biasanya Ratih selalu sigap jika Pak Samuel memanggilnya, mengapa kini dia malah ogah-ogahan seperti ini.

“RATIH!!” Tak urung Pak Samuel malah yang memanggil dirinya kini.

Ratih terjingkat sambil berusaha mengarahkan poninya ke depan supaya wajahnya tidak terlalu terlihat. Kemudian dia membalikkan badan sambil tersenyum ke arah Pak Samuel. Pak Samuel membalas senyumannya kemudian sudah melambaikan tangan meminta Ratih mendekat ke arahnya.

Dengan langkah gontai, Ratih berdiri kemudian berjalan dengan menunduk menghampiri Pak Samuel dan Derryl yang berada di bagian depan ruang meeting. Ratih langsung menghentikan langkah dan masih menundukkan kepala.

“Ini Ratih Apsari, dia manager marketing kami. Selama ini penjualannya selalu melampaui target. Saya yakin kalian akan bisa bekerja sama dengan baik nantinya,” ulas Pak Samuel.

Derryl mengangguk kemudian sudah melihat ke arah Ratih yang terus menunduk di depannya. Derryl mengulurkan tangan siap berjabat tangan dengan Ratih.

“Senang bertemu dengan Anda, Bu Ratih,” sapa ramah Derryl. Ratih tidak menjawab hanya mengangguk sambil menutupi wajahnya.

Tentu saja ulah Ratih yang nyeleneh ini membuat Pak Samuel heran. Pria tua bertubuh tambun itu hanya mengulum senyum melihat ulah bawahannya.

“Ratih, Pak Derryl sedang mengulurkan tangan hendak berkenalan denganmu. Apa kamu tidak mau menyambutnya?”

Ratih kembali terkejut, memang dia sudah lama mengenal Pak Samuel bahkan sudah menganggap Pak Samuel seperti ayahnya sendiri. Itu juga yang membuat Pak Samuel berkata santai kepada Ratih. Bergegas Ratih mengulurkan tangan menyambut tangan Derryl dan sekali lagi tanpa bersuara. Ia sangat takut kalau mengeluarkan suara, Derryl akan mengingat siapa dia sebenarnya.

“Akh ... sepertinya Ratih malu kepada Anda, Pak Derryl. Mungkin karena Anda sangat tampan jadi dia sedikit malu-malu,” imbuh Pak Samuel.

Ratih membelalakan mata mendengar ucapan Pak Samuel, tapi sama sekali tidak mau mengangkat kepalanya kali ini. Derryl yang berdiri di depannya hanya tersenyum.

“Pak Samuel bisa saja. Namun, saya harap untuk seterusnya Anda tidak boleh malu lagi pada saya, Bu. Karena kita akan semakin sering bekerja sama nantinya.”

Lagi-lagi mata Ratih terbelalak dan masih dengan kepala menunduk. Untung saja tidak ada satu pun yang tahu apa yang dilakukan Ratih saat ini.

Pak Samuel dan juga Derryl sudah undur diri meninggalkan Ratih serta beberapa orang di ruang meeting tersebut. Sepertinya Pak Samuel hendak mengantar Derryl berkeliling kantor. Perlahan Ratih mengangkat kepala sambil menatap rombongan Pak Samuel dan Derryl berlalu pergi.

“Akh ... syukurlah dia tidak mengenaliku.” Ratih berkata seperti itu sambil mengurut dadanya perlahan.

“Memangnya kenapa?” Tiba-tiba Mawar sudah berkata di sebelahnya. Ratih melirik sekilas kemudian menggelengkan kepala dengan cepat. Khusus kali ini Ratih tidak mau menceritakan kepada Mawar.

Kejadian semalam bersama Derryl adalah salah satu hal yang tidak ingin diingatnya. Itu adalah salah satu sejarah kelam dalam hidupnya selain perceraian tentu saja.

Usai meeting berakhir para karyawan sudah kembali ke tempatnya melanjutkan pekerjaan masing-masing, termasuk juga Ratih. Ia terus sibuk menatap layar 14 inchi di depannya ini. Hingga tiba-tiba pintu ruangannya diketuk seseorang. Pelan Ratih mengangkat kepala melihat ke arah si Pengetuk pintu.

“Bu, diminta Pak Derryl ke ruangannya sambil membawa laporan penjualan bulan lalu,” ujar Sasi, sekretaris Ratih.

Ratih sontak terdiam, menatap tak berkedip ke arah Sasi sambil berulang menelan saliva. Tentu saja Sasi bingung melihat reaksi Ratih kali ini. Tidak biasanya wanita yang sudah hampir 5 tahun menjabat manager permasaran tampak gugup seperti itu.

“Bu ... .” Sasi membuyarkan lamunan Ratih.

“Iya, iya aku dengar. Kalau begitu siapkan saja laporannya. Aku akan segera ke sana usai mengerjakan ini.”

“Pak Derryl mintanya sebelum makan siang, Bu. Kata beliau ingin mempelajari lebih lanjut dulu.”

Sekali lagi helaan napas panjang terdengar keluar dengan sangat berat dari bibir Ratih. Lagi-lagi Sasi menatap Ratih dengan bingung.

“Apa Bu Ratih sakit?” Ratih mengelengkan kepala dengan cepat. Ia tidak mau Sasi tahu tentang kegelisahannya kali ini.

“Ya, baik. Kalau begitu kamu yang antar ke sana.” Ratih kini malah menyodorkan laporan yang baru saja disiapkan Sasi. Sasi kembali tertegun menatap Ratih.

“Maaf, Bu. Pak Derryl meminta Ibu yang menghadap.”

Ratih diam kemudian menganggukkan kepala. Dia tampak gelisah, berulang mengacak rambut ikalnya yang panjang. Sasi yang masih berdiri di depan Ratih hanya diam mengamati. Perlahan Ratih bangkit dari duduknya, tampak berulang menelan saliva sambil mengatur napas. Kemudian dengan langkah tegas berjalan keluar ruangan.

Ratih tidak mau Sasi melihat dia takut bertemu CEO baru itu. Bukan, bukan karena Ratih tidak senang hanya saja gara-gara kejadian semalam membuat Ratih ketakutan sendiri bertemu Derryl.

Ratih menghentikan langkahnya berhenti di depan ruangan Derryl. Ia celinggukan mencoba mencari apa ada orang di sekitar yang mau menemaninya masuk ke dalam. Namun, sepertinya tidak ada satu pun. Pak Samuel juga sudah pulang usai mengenalkan Derryl kepada karyawan dan lingkungan kantornya.

“Akh ... sialan!! Kenapa bisa apes gini, sih,” gumam Ratih. Ia meniupkan udara banyak di depan wajah membuat poninya terangkat. Lagi-lagi dada Ratih tampak kembang kempis gara-gara mengolah udara dengan cepat.

Tak lama tangan Ratih terulur mengetuk pintu tersebut. Setelah terdengar ada jawaban, Ratih memberanikan diri masuk.

“Bapak memanggil saya,” ucap Ratih lirih begitu masuk. Ia sengaja memelankan suaranya agar Derryl tidak mengenalinya.

Derryl yang sedang sibuk menatap laptopnya segera mengangkat kepala kemudian terlihat bingung melihat sosok yang berdiri di depannya.

“Eng ... kamu Ratih?” Derryl bertanya seperti itu karena Ratih sudah menutupi wajahnya dengan map berisi berkas laporan yang dibawanya.

“Iya, Pak. Tadi kata Sasi, Bapak memanggil saya.”

Derryl hanya manggut-manggut, tapi tatapan matanya tak teralihkan dari sosok wanita yang berdiri di depannya. Derryl mengulum senyum saat melihat Ratih tidak menurunkan berkas mapnya.

“Kamu masih malu padaku? Sehingga menutupi wajahmu dengan map?”

Dari balik map, Ratih mengumpat. Namun, dia sudah bersuara dengan manis kini. “Iya, Pak. Saya sangat pemalu apalagi kalau bertemu orang baru.”

Padahal Ratih sama sekali tidak seperti itu dan dia sudah memaki kebodohannya sendiri. Mendengar ucapan Ratih, Derryl hanya tersenyum.

“Ya sudah, mana laporannya? Aku mau lihat.” Ratih mengangguk kemudian berjalan mendekat. Kali ini kakinya berulang kali terantuk karena Ratih berjalan masih dengan menutupi wajah dengan berkas laporannya.

Derryl hanya diam memperhatikan langkah Ratih. Mungkin karena tidak melihat jalan dan sedikit gugup membuat Ratih tersandung lalu jatuh dengan keras di lantai. Sontak Derryl berdiri, bersiap menolongnya.

“Kamu tidak ---“ Seketika Derryl menggantung kalimatnya saat melihat siapa yang sedang bersimpuh di bawah sambil meringis memijat kakinya.

Pelan Ratih mendongakkan kepala melihat ke arah Derryl hingga akhirnya mata mereka bertemu.

“KAMU!!?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status