“Aah ... hoek!!” Tiba-tiba Ratih muntah mengeluarkan semua isi perutnya.
Parahnya Ratih memuntahkan semuanya tepat di atas perut Derryl. Derryl memelotot sambil menatap cairan lengket yang sudah menempel di tubuhnya.
“What’s the hell?” maki Derryl kesal.
Dia ingin marah ke Ratih, tapi wanita itu sudah ambruk ke samping tubuhnya kemudian terlelap tak bergerak di sana.
“Ya Tuhan, mimpi apa aku bertemu wanita aneh ini,” gumam Derryl.
Akhirnya malam itu terpaksa dia membersihkan kamar, kasur dan juga tubuhnya. Sementara Ratih masih terus tertidur tak bergerak meski Derryl berulang kali memindah posisinya. Keadaan kembali tenang hingga pagi menjelang.
“Aku di mana?” ujar Ratih dengan pelan. Matanya terus mengerjap sambil melihat ke sekeliling ruangan dengan seksama.
Ratih sangat terkejut begitu mendapati dirinya terbangun di sebuah tempat asing. Parahnya lagi dia tertidur tidak berpakaian lengkap hanya bra dan brief yang menempel di tubuhnya kali ini. Ratih mengerjapkan mata sambil berulang memijat keningnya. Rasa pusing seperti berputar masih membuat dia kesakitan.
“Sial! Gara-gara kebanyakan minum, aku jadi seperti ini.”
Perlahan Ratih turun dari kasur kemudian memunguti baju dan memakainya dengan tergesa. Ia tidak tahu ada di mana saat ini yang pasti ini bukan rumahnya dan juga bukan di hotel.
“Kenapa aku tidak mengingat sama sekali apa yang terjadi semalam?” keluh Ratih sambil memijat keningnya.
Ia sudah bersiap pergi keluar dari kamar tersebut, tapi tiba-tiba kakinya membeku saat melihat sosok yang baru keluar dari kamar mandi. Apartemen Derryl memang hanya mempunyai satu kamar dengan kamar mandi dalam dan kebetulan saat Ratih masih tidur, Derryl memutuskan mandi lebih dulu.
Sayangnya Derryl lupa tidak membawa baju ganti ke dalam kamar mandi. Sehingga begitu usai mandi ia langsung keluar hanya mengenakan handuk yang menutupi tubuh bagian bawahnya. Kini tubuh Derryl yang putih dengan dada lebar dan perut sixpack sudah menjadi pemandangan terindah bagi Ratih.
“Ka—kamu siapa?” tanya Ratih dengan gugup.
Derryl tersenyum berjalan mendekat. Rambutnya yang setengah basah dengan beberapa buliran air yang masih menempel di tubuh indahnya membuat Ratih tidak bisa fokus di satu titik saja kali ini. Sepertinya Ratih lupa dengan mas sopir gantengnya ini.
“Jangan bilang kalau kita sudah menghabiskan malam bersama.” Belum sempat Derryl menjawab, Ratih kembali bersuara. Kini nada suaranya terdengar penuh amarah dan dengan ancaman.
“Heh? Apa maksudmu?” Derryl bingung dengan pertanyaan Ratih.
Ratih hanya diam kemudian menatap Derryl dengan tajam bahkan matanya kini menelisik leher putih Derryl yang sudah penuh bekas merah. Ratih beranggapan dia sudah melakukan hal yang memalukan terhadap Derryl. Ia memelotot dengan tangan menunjuk leher Derryl.
“Akh ... aku benar-benar gila. Kenapa aku melakukannya?” Derryl hanya diam sambil menatap Ratih dengan bingung.
Perlahan Ratih mendekat, rambutnya yang berantakan dengan riasan tak karuan sama sekali tidak menghapus kecantikan khas seorang wanita Asia. Wanita berusia 32 tahun itu berdiri sejajar di depan Derryl. Dadanya kembang kempis dengan napas tersenggal menatap penuh ketakutan sekaligus amarah ke arah Derryl.
“Kenapa kamu diam saja? Kenapa kamu tidak mencegahnya? Apa kamu sengaja ingin menjebakku?” cercah Ratih dengan berondongan kata.
Derryl masih diam dan kini sibuk menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Aku gak ngerti maksud ucapanmu apa? Sumpah!”
Ratih makin membelalakkan mata menatap tak percaya ke arah Derryl. Ia tampak kesal dan kini sudah memukul keningnya berulang. Derryl penasaran dengan tingkah aneh Ratih saat ini dan dia sudah menelisik memperhatikan Ratih.
“Kamu masih pusing? Apa perlu aku antar ke rumahmu?”
Ratih menghela napas panjang sambil menggelengkan kepala. Kemudian mendongakkan kepala melihat ke arah Derryl. Kini sorot matanya berbeda seakan penuh kebencian disertai amarah yang siap meledak bagai gunung berapi.
“Jangan mentang-mentang kamu ganteng. Aku akan memaafkanmu. Kamu benar-benar lelaki berengsek. Teganya kamu membuatku mabuk dan mengajakku begituan. Apa kamu gak tahu kalau aku udah nikah. Nih, nih ini cincin kawinku!” Ratih menunjukkan cincin kawinnya ke arah Derryl
Derryl hanya mengernyitkan alis sambil memundurkan tubuhnya. Dia tidak tahu apa yang sedang dibicarakan Ratih yang pasti wanita di depannya ini sudah salah sangka padanya. Ratih menghela napas lagi sambil melirik Derryl. Kemudian dengan kesal melepas cincin kawinnya. Derryl heran dengan ulah Ratih kini.
“Kenapa dilepas? Katanya itu menunjukkan statusmu.”
Ratih tidak menjawab hanya diam kemudian memasukkan cincin itu ke dalam saku bajunya.
“Kamu gak perlu tahu. Gara-gara Wisnu berengsek aku jadi ketemu kamu dan menghabiskan malam bersamamu. Akh ... benar-benar menyebalkan.”
“Aku tidak kenal Wisnu dan aku tidak menyebalkan seperti yang kamu kira. Aku hanya ---“
“STOP! JANGAN BICARA!” Ratih sudah meletakkan telunjuknya ke depan bibir Derryl membuat pria tampan berwajah oriental itu menghentikan kata-katanya.
“Sudah jangan dibahas. Anggap saja semalam aku sial bertemu kamu dan kamu beruntung sudah mendapatkan apa yang kamu inginkan. Ini sebuah kesalahan dan kebodohanku. Jadi aku tidak akan menuntut apa-apa padamu. Termasuk jika aku hamil nanti.”
Derryl kini yang terbelalak kaget usai mendengar uraian Ratih. Ia ingin menjawab, tapi tangan Ratih kembali menutup mulutnya. Akhirnya Derryl hanya membelalakkan mata menatap penuh kesal ke arah Ratih.
“Udah, gak perlu aku dengar penjelasanmu. Jadi jangan sampai kita bertemu lagi. Case close!”
Ratih membalikkan badan kemudian berlalu pergi begitu saja meninggalkan Derryl yang bengong.
“Dia memang wanita gila! Dasar Aneh!” maki Derryl penuh kekesalan.
**
“Kamu dari mana, Tih? Kok jam segini baru datang,” tegur Mawar salah satu rekan sekantor Ratih.
Ratih tidak menjawab hanya mendengus kesal. Gara-gara terbangun di apartemen Derryl, Ratih terpaksa berangkat kerja terlambat. Ia berangkat naik taxi online dan mandi dadakan di sebuah SPBU. Mobil Ratih masih tertinggal di restoran ikan bakar kemarin.
“Kenapa? Kamu kelihatan suntuk apa ada masalah?” Ratih hanya diam kemudian duduk di samping Mawar dan berurai air mata. Tentu saja Mawar bingung melihatnya.
“Ada apa? Kamu berantem dengan Wisnu lagi?” tebak Mawar. Ratih menggeleng kemudian mengangkat kepala menatap Mawar dengan sendu.
“Aku mau cerai dengan Mas Wisnu, dia ketahuan selingkuh dengan sekretaris barunya.”
“APA?!!!” Sontak Mawar terkejut mendengar ucapan Ratih. Mereka berdua sudah bersahabat lama sejak zaman kuliah dan bahkan bekerja di kantor yang sama hanya divisinya saja yang beda.
“Kamu yakin, Tih?”
Ratih menganggukkan kepala dengan mantap. Kemudian sudah menceritakan tentang pertengkarannya dengan Wisnu kemarin siang. Bahkan alasan Wisnu berselingkuh juga turut ia sertakan.
Mawar hanya menghela napas panjang sambil menggelengkan kepala. “Ya udah terserah kamu. Kalau itu memang pilihan yang terbaik, aku mendukungmu."
Ratih kembali tersenyum kemudian menganggukkan kepala.
“Oh ya, kenapa semua terlihat sibuk hari ini. Aku lihat anak OB juga terus membersihkan lantai dari tadi. Apa ada tamu penting kali ini?” Ratih kini mengalihkan bahan pembicaraan mereka.
“Kamu lupa kalau hari ini kita kedatangan CEO baru. Minggu lalu Pak Samuel sudah pamitan kalau undur diri dari posisinya dan akan digantikan dengan CEO baru. Katanya sih masih muda, fresh graduate, lulusan dari luar negeri lagi.”
Ratih berdecak sambil melipat tangan di depan dada.
“Hmm ... aku paling males kalau bos kita fresh graduate seperti itu. Alamat kita yang malah ngajarin si Bos. Ujung-ujungnya nambahin kerjaan orang aja.” Ratih sudah ngedumel gak karuan.
“Ya .. kita lihat aja nanti. Yuk, buruan ke ruang meeting. Aku gak mau terlambat, penasaran ama tampang bos baru kita.”
Ratih hanya diam sambil berjalan mengekor langkah Mawar. Tepat dugaan Ratih kalau hampir semua karyawan sudah berkumpul di ruang meeting. Banyak beberapa dari mereka yang tidak kebagian tempat duduk kali ini. Untung saja Ratih sebagai salah satu manager di sana mendapat tempat duduk paling depan.
Cukup lama mereka menunggu hingga akhirnya, pintu ruang meeting terbuka. Tampak Pak Samuel, CEO lama berjalan masuk lebih dulu. Di belakang Pak Samuel ada beberapa orang pria yang berdiri mengekor. Ratih tidak antusias untuk melirik bagaimana tampang CEO barunya. Ia sudah illfeel dulu saat mendengar kata fresh graduate tadi.
“Selamat pagi semua!” sapa Pak Samuel dengan ramahnya.
“Pagi!!” Sontak seluruh karyawan yang hadir di sana membalas.
“Baik, kali ini saya akan memperkenalkan CEO baru kita. Kita sambut Pak Derryl Dariawan.” Tepuk tangan riuh reda bergema memenuhi seisi ruangan itu. Semua mata kini tertuju ke arah pria yang sudah berdiri di depan bersebelahan dengan Pak Samuel.
Ratih yang tadinya acuh, mau tidak mau mengarahkan matanya melihat ke depan. Seketika jantungnya berhenti, dadanya terasa sesak dan keringat dingin sudah bercokolan di keningnya. Ratih berulang mengerjapkan mata dengan napas tersenggal. Ia sangat terkejut saat melihat CEO barunya adalah pria yang ditemuinya tadi pagi dan sudah menghabiskan waktu dengannya semalam.
Pelan Ratih mengumpat, “Mampus aku!”
Beberapa bulan berselang sejak kejadian itu, Ratih kembali sibuk dengan aktivitasnya. Begitu juga Derryl, mereka bahkan sudah memilih tinggal di rumah sendiri yang disiapkan Derryl. Pagi itu tidak seperti biasanya. Ratih bangun kesiangan dan entah mengapa dia merasa pusing.Derryl yang sudah bersiap sedari tadi hanya melirik istri cantiknya yang masih bergelut di balik selimut.“Kamu gak kerja, Sayang? Udah siang, nanti terlambat, loh,” ujar Derryl.Ratih hanya mengangguk sambil menyibak selimut dan bangkit dengan ogah-ogahan menuju kamar mandi. Derryl memilih menunggu di ruang makan sedangkan Ratih masih meneruskan aktivitas mandinya. Belakangan ini dia merasa tidak enak badan bahkan mengalami mual terus menerus. Itu sebabnya kali ini Ratih berinisiatif menggunakan test pack.Ratih terperangah kaget begitu melihat hasil dari test pack yang menunjukkan kalau dia positif hamil. Ratih mengulum senyum sambil berulang kali mematut wajahnya di depa
Pagi itu, Ratih mulai beraktivitas kembali di kantor. Banyak karyawan yang menyambutnya dengan suka cita. Apalagi saat meeting pagi, semua menghampiri Ratih dan memberinya ucapan selamat atas kesembuhannya. Sasi yang paling senang karena bosnya bisa kembali aktif.“Syukurlah, Bu. Akhirnya Ibu aktif kembali. Saya benar-benar bingung selama Ibu gak ada,” urai Sasi.Mereka baru saja usai melakukan meeting dan sudah berada di ruangan Ratih. Mawar seperti biasa selalu ikut nimbrung pembicaraan mereka. Dia juga jadi orang kedua yang begitu senang dengan kehadiran Ratih kembali.“Tih, aku mendengar kabar tentang Wisnu dan semua yang dilakukannya. Aku bener-bener gak nyangka, Tih,” ucap Mawar mengalihkan pembicaraan.Ratih hanya tersenyum dan mengangguk. “Iya, aku juga sangat terkejut, Mawar. Entahlah apa yang menyebabkan dia berbuat seperti itu. Sudah semestinya dia bertanggung jawab atas semuanya sekarang.”Mawar dan S
“Sumpah, Pak. Bukan saya pelakunya. Saya hanya tamu dan mau menginap di sana, tapi malah menemukan mayat,” jelas Anggi.Akibat teriakannya tadi membuat petugas security yang sedang berpatroli kompleks berhenti dan menghampiri Anggi. Security tersebut kaget saat melihat temuan Anggi dan segera melaporkannya ke polisi. Kini Anggi terpaksa harus ditahan polisi karena dia yang pertama menemukan mayat tersebut. Padahal tadinya Anggi ingin melarikan diri kini ternyata harus terciduk juga di kantor polisi.“Iya, Nona. Saya tahu. Kami hanya akan mencari informasi saja dari Anda. Namun, sebetulnya kami sedari tadi juga mencari Anda. Anda terlibat dalam kasus pencemaran nama baik.”Anggi terdiam hanya menundukkan kepala usai mendengar penjelasan petugas polisi itu. Padahal dia berharap bisa sembunyi dari polisi. Kenapa juga dia malah harus bertemu polisi?“Kalau boleh tahu rumah siapa itu sebenarnya?” tanya polisi tersebut.
“DERRYL!!! Apa maksudnya ini?” sergah Tuan Robby.Derryl terkejut, menyudahi makannya dan melihat dengan bingung ke arah Tuan Robby. Derryl langsung menerima ponsel yang disodorkan Tuan Robby. Dia semakin terperangah kaget saat melihat apa yang ada di dalam ponsel itu. Ratih yang duduk di sebelahnya mendekat dan ikut melihat apa yang terjadi.Ratih langsung menoleh ke arah Derryl dan menatapnya penuh tanya. Sementara Derryl hanya menghela napas panjang.“Aku bisa menjelaskannya, Pa, Ma dan Sayang ... .”Tuan Robby hanya diam, mata marahnya sudah menyalang melihat ke arah Derryl. Sementara Nyonya Siska yang tidak tahu apa-apa segera merampas ponsel di tangan Derryl dan melihatnya.“Ryl!! Apa-apaan ini? Kamu main gila dengan siapa?” seru Nyonya Siska.“Aku gak main gila, Ma. Kejadiannya tidak seperti yang terlihat di sana. Percayalah.”“Lalu bagaimana yang sebenarnya terjadi, Bang?&r
“Kamu baru datang, Bang?” tegur Ratih.Dia melihat Derryl masuk ke dalam kamar dengan mengendap-endap. Derryl pikir tadi Ratih sudah tidur, ternyata istri cantiknya itu belum tidur dan sedang menunggu kedatangannya. Derryl tersenyum sambil berjalan menghampiri.“Aku pikir kamu sudah tidur tadi.” Derryl langsung duduk di tepi kasur dan mengecup kening Ratih.Ratih tersenyum sambil memposisikan tubuhnya menjadi duduk bersandar. Derryl hanya diam sambil berulang menghela napas panjang sembari menatap Ratih dengan intens. Ratih melihat ada kegelisahan di mata Derryl.“Ada apa, Bang? Apa ada masalah di kantor?” tanya Ratih.Derryl kembali menghela napas panjang dan menggeleng dengan cepat.“Tidak. Tidak ada masalah, hanya saja ---“Derryl menggantung kalimatnya dan kini melihat Ratih dengan sendu. Ratih tersenyum menyentuh wajahnya dan membelainya lembut.“Ada apa? Aku tahu pasti
“Maaf, Ma. Kayaknya aku gak bisa pulang cepat,” ucap Derryl di panggilan telepon.Akibat banyaknya kerjaan di kantor, membuat Derryl tidak bisa menjemput Ratih seperti janjinya tadi. Hingga usai jam makan siang dia masih bergelut di kantor. Entah mengapa hari ini pekerjaan seakan menumpuk dan semua harus diselesaikannya.[“Iya, gak papa, Ryl. Mama ‘kan sudah bilang kalau bisa mengurusnya. Sudah, kamu selesaikan saja urusanmu di kantor. Ratih aman sama Mama.”]Derryl tersenyum mendengar jawaban Nyonya Siska di seberang sana. Ia beruntung mamanya sangat pengertian kali ini.“Terus Ratih mana, Ma? Aku mau ngobrol sebentar dengannya,” pinta Derryl.[“Dia sedang tidur, Ryl. Mama sengaja tidak membangunkannya. Nanti kalau dia sudah bangun, baru Mama ajak pulang. Kalau urusan administrasi sudah beres semua.”]“Ya udah, terserah Mama saja. Nanti kalau udah selesai aku langsung balik, kok.&r
“Sumi!! Kamu apa-apaan?” seru Wisnu.Dia sangat terkejut saat melihat Sumi menyambar pisau dan menghunus ke arahnya.“Saya hanya minta pertanggung jawaban Bapak. Saya hanya mau nikah sama Bapak. Bukankah Bapak sudah janji. Saya bahkan sudah menyerahkan semua untuk Bapak. Saya cinta Pak Wisnu,” ujar Sumi dengan terisak.Wisnu diam, menghentikan makannya dan berdiri perlahan dari kursinya.“Lalu kamu sekarang mengancamku dengan pisau agar aku menikahimu?”Sumi menangis lagi sambil menganggukkan kepala. “Saya terpaksa melakukannya, Pak. Tolong, jangan biarkan saya berbuat nekad. Saya mencintai Bapak dan ingin selamanya bersama Bapak.”Wisnu menyeringai sambil menatap sinis ke arah Sumi.“Sinting, kamu!!! Mana mungkin aku nikah sama kamu. Aku hanya suka dengan badanmu, suka dengan keperawananmu saja, tidak lebih. Saat melakukannya pun aku membayangkan Ratih. Sama sekali bukan karena ci
“Bukannya dia bekas sopir keluarga Mas Wisnu?” lirih Ratih bertutur.Seketika Derryl, Tuan Robby, Nyonya Siska dan petugas polisi menatap Ratih dengan terkejut. “Anda mengenalnya, Nyonya?” tanya petugas polisi tersebut. “Eng ... tidak. Saya hanya pernah melihatnya bekerja di keluarga mantan suami saya. Waktu itu hanya beberapa bulan bekerja di sana sebagai sopir pribadi mantan mertua saya. Setelah itu saya tidak pernah melihatnya lagi. Baru kali ini melihatnya kembali.” Petugas polisi itu hanya menganggukkan kepala sambil menatap Ratih dengan seksama. “Apa orang ini yang telah menyabotase mobil dan merupakan residivis itu?” Ratih bertanya. “Iya, Nyonya. Dia ini residivis dan telah menyabotase mobil suami Anda dua kali.” Ratih terdiam dan tampak sedang berpikir. Derryl melihatnya. “Apa kamu berpikir kalau Wisnu di belakang ulahnya?” Ratih menoleh ke arah Derryl dan mengangguk. “Bisa saja, Bang. Bukankah setelah kita menikah dia juga pernah datang ke kantor dan mengirimi aku bung
“Sus, bagaimana istri saya? Apa dia baik-baik saja?” cercah Derryl.Usai kecelakaan itu terjadi, Derryl bersama Ratih sudah dibawa ambulance ke rumah sakit. Derryl tidak mengalami luka serius hanya luka gores saja di beberapa bagian tubuh. Berbanding terbalik dengan Ratih yang saat ini sedang mendapat penanganan khusus.“Sabar, Tuan. Dokter masih menanganinya, nanti kalau sudah selesai pasti akan kami beritahu.”Derryl hanya mengangguk sambil terus berjalan mondar-mandir, sesekali ia remas jemari tangan untuk mengusir kegelisahannya.“Ryl!!” Sebuah suara memanggil Derryl. Derryl menoleh dan melihat Nyonya Siska datang bersama Tuan Robby.“Ma, Pa ... Ratih. Mereka masih menolongnya. Aku gak tahu harus bagaimana. Ini benar-benar kesalahanku.” Derryl berurai air mata dan menyesali keteledorannya tadi.“Sudah, Ryl. Ini semua musibah, kamu harus mengikhlaskan semuanya,” ujar Nyonya Siska