Aku terduduk lemas di kursi teras. Nadia mengeryit kening. "Ada apa, Ai?" tanya Nadia bingung sembari menghempaskan bobot tubuh di kursi sampingku."Nad, aku lupa membawa buku nikah," lirihku sedih.Nadia terlonjak kaget. "Coba kamu cari dulu di koper siapa tahu kamu bawa, Ai." Nadia mencoba menangkanku.Aku menggeleng lemah seraya menghela napas panjang. Baru saja terlepas dari rumah neraka, masa harus kembali ke rumah itu lagi. Nadia terlihat gusar, sesekali memijit pelipisnya. Aku yakin lupa memasukan buku nikahku ke dalam koper."Ai, lebih baik kamu istirahat. Besok kita pikirkan lagi cara mengambil buku nikah kamu agar bisa mengajukan gugatan cerai secepatnya. Aku yakin Aksa dengan ibunya yang matre itu tidak akan tinggal diam, apa lagi mereka sudah tahu kamu pemilik resto yang sebenarnya," ucap Nadia memberi saran.Benar kata Nadia, aku harus istirahat. Sungguh raga ini sangat lelah, aku kembali berdiri mengambil kunci rumah. Pintu terbuka, pemandangan pertama kulihat foto kelua
Aku mengeraskan rahang mendengar Mas Aksa menantang Mas Sean untuk memperebutkanku. Dengan kesal aku meninggalkan mereka masuk ke dalam ruangan kerjaku. Aku tidak perduli apa yang akan mereka lakukan.Memangnya aku barang seenaknya mereka perebutkan. Aku ingin segera lepas dari Mas Aksa tapi bukan berarti aku memilih Mas Sean."Ai, ada apa ribut-ribut?" tanya Nadia. Bertepatan dengan Nadia baru akan keluar dari ruangan kerjaku."Mas Aksa dan Mas Sean sepertinya akan berantem, Nad," jawabku sedikit kesal dengan kelakuan dua pria dewasa tapi seperti anak kecil.Nadia tercengang kaget. "Serius mereka mau adu jotos, Ai? Kenapa tidak sekalian di ring tinju saja biar tahu siapa yang masuk rumah sakit dan yang masuk liang lahat," ucapnya serius.Aku menyipitkan mata melihat gadis cantik didepanku. "Aku itu serius, Nad. Malah kamu bercanda," protesku dengan bibir manyun."Cie yang jadi rebutan cowok ganteng," sindir Nadia bercanda."Apaan, seh, nggak lucu. Udah, ah. Biarin saja mereka reunian
Aku bisa mengandalkan Laras, gadis itu sangat tegas apa lagi tadi aku sedikit menjelaskan seperti apa watak ibu mertua dan adik iparku itu. Laras juga gadis yatim piatu. Dulu, dia hidup di jalanan mencari uang dengan cara mengamen. Aku dan papa bertemu Laras di lampu merah, melihat gadis berusia 15 tahun itu papa begitu iba. Akhirnya, papa mengajak Laras bekerja di resto kami, yang saat itu papa baru merintisnya. Terbiasa hidup di jalanan yang keras membuat watak gadis itu juga tegas tidak takut dengan apa pun apa lagi hanya berhadapan dengan ibu dan Ratu. Berhadapan dengan preman saja Laras berani.Aku masih berdiri dibalik meja kasir, mereka tidak akan melihat keberadaanku karena meja kasir agak tinggi. Aku mempertajam indra pendengaranku. "Mbak, aku mau bungkus menu spesial di resto ini," titah Ratu angkuh.Laras tersenyum sinis. "Apa Mbak yakin mau pesen menu mahal lagi?" tanya Laras terlihat santai. "Hei, Mbak. Kamu menghina kami!" tegur ibu kesal."Maaf, ya, Bu. Ibu lihat di
Entah mengapa mendadak kepalaku pusing mungkin karena tamparan ibu yang begitu kuat dan tiba-tiba. Andai, bukan orang tua sudah sejak tadi aku balas tamparannya. Semarah apa pun, aku tidak akan membalas orang tua dengan menyakiti fisiknya. Aku berusaha berdiri tegap di depan ibu, wanita yang sudah melahirkan suamiku masih tertawa bahagia pasti sedang membayangkan akan mendapatkan harta gono-gini dari perceraianku dengan putranya."Ibu jangan bermimpi ingin mendapatkan harta gono-gini dari harta orang tuaku, memangnya putra ibu sudah memberiku apa? Ibu tidak sedang amnesia, kan. Apa ibu lupa berapa nafkah yang diberikan Mas Aksa, 1 juta itu pun untuk kebutuhan makan kalian. Sisa gaji Mas Aksa semuanya masuk ke dalam kantong ibu, jadi jangan berharap tinggi takutnya nanti jatuhnya sakit dan ibu tidak bisa bangun lagi," ucapku mengingatkannya.Seketika tawa ibu terhenti, biar saja angannya melambung tinggi membayangkan akan mendapatkan kekayaan orang tuaku. Ibu harus menerima kenyataan t
Sudah 2 hari aku merasakan ketenangan, setelah kejadian itu Mas Aksa atau pun keluarganya tidak mengangguku lagi. Pengurusan duplikat buku nikah sudah selesai beruntung aku masih memiliki salinan kartu keluarga dan juga fotocopy KTP Mas Aksa sebagai syarat membuat duplikat buku nikah di dalam dompetku.Aku juga sudah membayar pengacara untuk mengurus perceraianku dengan Mas Aksa agar cepat selesai. Semoga saja Mas Aksa tidak mempersulit prosesnya. Nadia juga sudah melaporkan kasus penipuan Raja ayam potong, mungkin setelah bukti sudah kuat pihak Raja ayam potong akan dipanggil polisi.Walau sudah tidak memiliki keluarga bersyukur aku memiliki sahabat dan juga karyawan yang selalu mendukungku. Resto semakin ramai, aku dan Nadia mendesain ulang resto semenarik mungkin agar pelanggan betah berlama-lama di resto. Setiap weekend resto mendatangkan band pendatang baru. Sekalian mempromosikan lagu mereka agar cepat dikenal semua orang."Ai, setelah ini apa rencana kamu?" tanya Nadia disampin
Terdengar suara berderit, sebuah wajah menyembul dari balik pintu, dia adalah Mas Aksa. "Ai, gimana keadaan kamu?" tanyanya begitu panik. "Polisi menelpon mas, memberitahu kamu kecelakaan. Mas langsung datang kesini setelah menerima kabar dari polisi. Ai, mana yang sakit, Sayang?" cecarnya.Kupikir Mas Aksa datang sendirian karena sudah tengah malam ternyata dugaanku salah. Selena, ibu dan juga Ratu ikut serta. Bahkan ibu dan Ratu masih memakai baju tidur berbeda dengan Selena dia masih memakai pakaian lengkap seperti habis berpergian. Sepertinya dugaanku benar, pasti Selena yang pengemudi mobil berwarna hitam yang membuntutiku. Beruntung aku tidak mengalami luka yang serius hanya luka sedikit di kepala dan beberapa bagian tubuh tergores. Mobil yang baru aku beli memiliki keamanan yang bagus, sehingga meminimalisir cidera berat."Itulah, akibat istri durhaka meminta cerai dan serakah tidak mau membagi harta gono-gini. Langsung mendapatkan karmanya kontan," sindir ibu begitu pedas."
Aku membuka mata saat seorang wanita dengan jas putih masuk ke dalam ruangan."Mbak Aira, gimana kabarnya? Apa masih ada yang sakit?" tanya dokter cantik disampingku."Masih sakit sedikit, Dok," jawabku."Syukurlah, beruntung Mbak Aira tidak mengalami cidera berat hanya luka kecil. Hari ini sudah diperbolehkan pulang, setelah polisi meminta keterangan dari Mbak Aira," jelas dokter."Terima kasih, Dok.""Sama-sama, Mbak. Karena Mbak Aira sudah baik-baik saja, nanti suruh suami atau keluarga menebus obatnya, ya, Mbak.""Iya, Dok."Setelah berbincang sebentar dengan dokter mengenai peristiwa kecelakaan itu, akhirnya dokter cantik itu pergi meninggalkanku sendiri. Semenjak membuka mata aku tidak melihat Nadia. Semalam Nadia yang menemaniku. Tetapi gadis itu entah kemana dan belum juga kembali. Kemana Nadia, dia juga tidak pamit denganku.Memang sebelum tidur aku sempet melihat sahabatku sedang menelpon seseorang begitu serius, beberapa kali raut wajah Nadia tampak menahan kesal.Satu jam
"Kamu tidak berubah, Aksa. Selalu menjelekkanku di depan wanita yang aku suka," sahut Mas Sean tersenyum tipis. Pria itu begitu tenang menghadapi amarah Mas Aksa."Sean, sudah aku peringatkan jangan dekati Aira. Sampai kapan pun aku tidak akan melepaskannya!" ujarnya dengan intonasi sedikit ditekan.Mas Sean tersenyum miring. "Kenapa kamu begitu takut, Aksa?""Diam, kamu tidak akan bisa memisahkanku dengan Aira.""Aku tidak akan memaksa Aira untuk memilihku dengan cara licik seperti yang pernah kamu lakukan, Aksa. Aku ingin Aira mencintaiku dengan tulus tidak perlu dipaksa.""Hahaha, Aira hanya mencintaiku. Sean kamu harus sadar wanita yang kamu suka lebih memilihku," ucapnya ponggah.Mas Sean melangkah mendekati Mas Aksa hingga jarak mereka hanya sejengkal. Pria itu membisikkan sesuatu ke Mas Aksa, detik berikutnya tubuh suamiku membeku dengan wajah pias."Tidak, kamu jangan mengatakan apa pun. Dasar licik! Kalau sampai itu terjadi aku akan membuat kamu menyesal, Sean," ancam Mas Aks