Share

Rahasia Selena Si Pelakor

Aku berusaha mengingat mirip dengan siapa suara anak Pak Raja? Tiba-tiba wajah adik madu berkelebat di memori. Ya, suaranya mirip Selena.

Ya, aku ingat sekarang. Obrolan Selena dengan seseorang di telepon tadi pagi, peternakan orang tuanya kebakaran. Apa mungkin Selena anak Pak Raja, jika diruntun dengan kejadian kebakaran peternakan milik keluarga Selena sama persis dengan musibah yang dialami Pak Raja.

"Maaf, Mbak. Saya hanya bisa memberi tenggang waktu 2 minggu untuk pengembalian uangnya," sahutku tegas.

"Sombong banget, sih, baru jadi orang kaya segitu saja belagu. Resto kamu ramai, berkat ayam potong dari kami yang kualitasnya bagus," ujar wanita disebrang telepon terdengar tidak terima.

Tidak salah, itu memang suara Selena. Wanita itu ternyata anak Pak Raja. Tunggu, tadi pagi Selena bilang ke Mas Aksa dan ibu kalau orang tuanya ditipu karena ada pelanggan ayam potongnya belum membayar barang yang dikirim dari Raja ayam potong. Jadi, Selena berbohong ke mereka meminta uang untuk menambah modal yang ternyata untuk mengembalikan uang resto.

Ya Ampun, Selena. Ternyata kamu licik juga, ingin memeras Mas Aksa. Seandainya Mas Aksa dan ibu tahu sudah dibohongi Selena bagaimana reaksi mereka, ya.

"Maaf, ya, Mbak. Tanpa ayam mentah dari Raja ayam potong, restoku dari dulu sudah ramai. Kalau tidak mengingat Pak Raja orangnya baik, sudah dari dulu resto kami pindah ke supplier lain," balasku.

Hening. Sesaat wanita dari sambungan terdiam. "Tunggu, aku seperti mengenal suara kamu. Jangan bilang Aira pemilik resto ayam bakar madu, Mbak Aira istri pertama Mas Aksa," tebaknya.

Aku terkekeh, Selena baru menyadari pemilik resto ayam bakar madu milikku.

"Oh, jadi benar kamu Selena. Dunia begitu sempit, ya," jawabku tertawa sumbang.

"Hahaha, Mbak Aira kamu jangan mimpi mengaku resto ayam bakar madu itu milik kamu. Bangun, Mbak. Kerja sebagai karyawan rendahan saja mengaku bos. Cepat berikan telepon ini ke bos kamu, Mbak," teriak Selena.

Jadi, Selena masih belum percaya kalau aku pemilik resto yang sudah bekerja sama dengan Raja ayam potong. Sungguh miris, Pak Raja yang baik, begitu kebapakkan memiliki anak seperti Selena tidak punya adab.

"Terserah, kamu mau percaya atau tidak. Yang pasti 2 minggu kamu harus mengembalikan uang resto," tegasku.

"Eh, tunggu Mbak Aira. Kalau benar resto itu milik kamu berarti aku tidak usah mengembalikan uang itu karena aku juga istri Mas Aksa. Jadi, harta yang kamu punya juga milikku," ucapnya enteng.

Dasar wong edan, apa hak dia tidak mengembalikan uang resto. Usaha ini milik orang tuaku dan Mas Aksa juga tidak berhak dengan semua harta peninggalan orang tuaku.

"Kamu gadis bodoh, ya. Apa kamu tidak pernah mengenyam bangku sekolah. Di mana-mana harta milik orang tua bukan termasuk harta bersama dengan suami karena dihasilkan sebelum menikah," tegasku.

"Hahaha, Mbak Aira semakin halu. Tenang saja aku juga nggak percaya, kok, resto itu milik Mbak Aira. Ya sudah, tolong sampaikan bos kamu mbak, pembayarannya nanti atau suruh potong saja dari gaji Mbak Aira."

Selena mematikan sambungan telepon sepihak. Dasar kurang ajar, tangan ini rasanya sudah gatal ingin menampar mulutnya.

"Ai, gimana?" tanya Nadia.

"Seperti diawal 2 minggu kamu tagih ke Raja ayam potong, kalau mereka tidak mau membayar kita memakai jalur hukum," titahku.

Nadia mengernyit kening. "Ada apa, Ai. Apa kamu kenal dengan anak Pak Raja?"

Aku membuang napas berat. "Dia adik maduku, Nad," lirihku.

"Apa!" pekik Nadia terkejut.

Memang, aku belum cerita masalah rumah tanggaku ke Nadia. Aku juga masih shock suamiku menikah lagi.

Nadia menarik tanganku menuju sofa. "Kamu harus jelaskan semuanya. Ai" Wajah Nadia nampak serius.

"Mas Aksa, sudah menikah lagi, Nad," ungkapku sedih.

"Kurang ajar, berani-beraninya Aksa menyakiti kamu, Ai. Suami seperti Aksa harus dikasih pelajaran," ujar Nadia terlihat geram.

Sahabatku paling anti dengan pelakor, diusianya sudah menginjak 25 tahun dia masih betah melajang. Bukan tanpa sebab dia tidak mau menikah, Nadia gadis cantik. Banyak pria yang ingin mempersuntingnya harus mundur, karena Nadia masih trauma dengan yang namanya pernikahan.

Orang tua Nadia bercerai karena ayahnya selingkuh dan memilih menikah dengan selingkuhannya yang masih muda. Aku dan Nadia sama-sama kekurangan kasih sayang orang tua, kami berjanji akan selalu bersama dalam susah atau pun senang.

"Iya, Nad. Aku akan beri pelajaran untuk keluarga Mas Aksa, karena ibu dan Ratu yang membuat Mas Aksa menikahi Selena."

"Salahkan juga Aksa, Ai. Jika memang dia pria setia, mau disuruh menikah lagi berapa kali pun pasti dia akan menolak dengan tegas. Aksa dengan keluarganya sama saja, mereka harus membayar sakit hati kamu, Ai."

"Iya, Nad. Aku sudah merencakan misi balas dendam."

"Bagus, Ai. Jangan jadi wanita lemah, aku akan membantu kamu memberi pelajaran pelakor itu." Nadia tersenyum licik, aku yakin Nadia punya banyak cara untuk membalas Selena. Satu banding satu, Nadia dengan Selena. Sifat keras, jago bela diri Nadia pasti bisa membuat Selena kena mental.

Tak terasa sudah waktunya makan siang, resto semakin ramai. Kebiasaanku selalu ikut turun tangan melayani pelanggan. Berkali-kali aku mengucap syukur, karyawan sejak tadi hilir mudik mengantar pesanan. Sepertinya aku harus memperluas lagi ruangan resto.

Beberapa menu baru menjadi favorite pelanggan. Nadia dan karyawan membuat inovasi menu baru dan langsung digandrungi anak muda. Bahan mentah tadi pagi dikirim Ajun ayam potong sudah menipis, sepertinya aku harus menambah pesanan ayam potong lagi.

"Laras, biar aku saja yang membawa pesanan ke nomor 12. Kamu lebih baik mencatat pesanan pembeli yang baru datang."

"Terima kasih, Mbak Aira," jawab Laras sembari menyerahkan nampan berisi Ayam bakar madu beserta menu lainnya.

"Aku yang seharusnya berterima kasih dengan kamu dan karyawan yang lain karena sudah memberikan pelayanan terbaik untuk pelanggan. Oh, iya, nanti ada bonus untuk kalian," kataku.

Wajah lelah Laras seketika berubah ceria. "Beneran, Mbak? Terima kasih, Mbak Aira," jawabnya antusias.

"Sama-sama, semangat bekerja," ucapku.

Laras mengangguk mantap, senyum gadis itu tersungging. Aku menghampiri meja nomor 12.

"Pesanan nomor 12," kataku lalu menaruh nampan di atas meja.

"Aira," panggilnya. Aku yang sedang fokus menata pesanan di atas meja, seketika mendongakkan wajah menatap pria tampan disampingku.

"Mas Sean."

Senyum manis terukir dari sudut bibirnya. "Aira, kamu kerja di sini lagi?"

"Iya, Mas," jawabku.

"Apa kamu sedang ada masalah dengan Aksa?" tanyanya.

Mas Aksa dan Mas Sean mereka dulu sering makan di Resto. Mereka sahabat, satu kerjaan. Tapi, semenjak aku dan Mas Aksa menikah pria dengan tatapan tajam bak elang itu mengundurkan diri dari tempatnya bekerja lalu pindah keluar kota.

"Aku tidak ada masalah dengan Mas Aksa. Ya sudah, aku ke dalam dulu, ya, Mas. Mau mengantar pesanan yang lain, selamat menikmati," potongku. Aku mengambil nampan hendak meninggalkan meja nomor 12, akan tetapi baru selangkah lenganku dipegang Mas Sean.

"Aira, kamu tidak bisa membohongiku. Nanti pulang kerja ada yang ingin aku katakan, aku tunggu kamu," tukasnya.

"Maaf, Mas. Aku tidak bisa, aku tidak mau orang menganggapku wanita tidak benar karena berbicara dengan pria lain," tolakku halus.

Mas Sean menghela napas panjang. "Tapi ini tentang Aksa, Ai. Ada yang ingin aku bicarakan dengan kamu," ucapnya terlihat memohon.

Aku masih berpikir menimbang permintaan Mas Sean. Walau aku sudah dikhianati tapi aku akan terus menjaga marwahku sebagai seorang istri selama aku masih berstatus istri Mas Aksa.

"Please, Ai," mohonnya.

"Ya sudah, setelah resto tutup kita bicara," jawabku.

Akhirnya, aku menyetujui permintaan Mas Sean tentu saja aku akan mengajak Nadia. Aku tidak mau hanya berduaan saja dengan pria lain.

"Nanti malam aku ke sini lagi, Ai," jawabnya terlihat bahagia.

Kulangkahkan kaki meninggalkan meja nomor 12 menuju ruang kerjaku. Nadia terlihat sedang mencatat bahan-bahan yang sudah habis.

"Ai, ada apa?" tanyanya. Dia menghentikan aktifitasnya mencatat.

"Kamu ingat Sean, Nad?"

Nadia mengangguk. "Temannya Aksa, kan. Memangnya ada apa?"

"Dia sedang makan di sini, terus tadi dia bilang ada yang ingin disampaikan tentang Mas Aksa. Menurut kamu aku salah nggak, sih, bicara dengan pria lain?" tanyaku meminta sarannya.

"Kalau penting tidak salah, Ai. Siapa tahu ada rahasia besar yang disembunyikan suami kamu, Ai."

"Aku juga berpikiran seperti itu. Kalau begitu nanti kamu temani aku, ya, aku tidak mau berduaan saja dengan Mas Sean agar tidak jadi fitnah. Apa lagi aku masih bersuami."

"Ok, Ai."

Beberapa kali Mas Aksa mengirim pesan cinta, namun aku menghiraukan pesannya. Resto semakin sore semakin ramai, aku, Nadia dan karyawan lain sampai kuwalahan. Omset hari ini naik 3x lipat dari hari biasanya. beberapa kali aku mengucapkan rasa syukur yang tak terhingga.

Aku akan buktikan ke keluarga Mas Aksa, kalau aku bukan benalu mereka. Kupastikan mereka akan menyesal sudah meremehkanku.

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status