Share

Bab 2_TERTOLAK

Author: Rora Aurora
last update Last Updated: 2023-07-04 16:36:47

Duar! Duar! Duar!

Suara pintu yang dipukul degan sentakan yang sangat kasar membangunkanku. Entah dari tidur atau pingsan, aku tidak tahu. Dengan tubuh lemah, aku berusaha bangkit. Samar mataku menoleh jam dinding, sudah pukul tujuh pagi. Aku langsung terperanjat. Subuhku terlewati. Astaghfirullah!

"Buka pintumu, Arsih!" teriak Wak Erni, istri pamanku. Suaranya yang melingking benar-benar membuat gendang telingaku seperti akan pecah. Buru-buru aku membuka pintu kamar.

"Maaf, Wak. Arsih sholat dulu," lirihku perlahan masih berusaha menjaga keseimbanganku berdiri. Kepalaku masih terasa pusing.

"Sholat apaan kamu jam seginian?!"

"Arsih benar-benar gak dengar adzan, Wak. Permisi, takutnya makin siang," ucapku berusaha melewati tubuh gendutnya.

Baru satu langkah kaki berpindah, rambutku langsung ditariknya dengan sangat keras. Aku langsung tersungkur mundur sembari memegang pangkal rambutku sendiri.

"Aaakkhh! Sakit sekali, Wak! Jangan! Tolong lepaskan!"

"Jangan sok alim kamu, ya! Kalau kamu benar-benar wanita baik-baik, wanita soleha, taat agama, kamu tak akan sampai hamil di luar nikah begini!"

"Ampun, Wak! Maafkan Arsih!" teriakku meringis kesakitan.

Tak peduli eranganku yang memilukan, wanita tua gempal itu mendorong kepalaku ke arah dinding. Aku terbentur dan seketika terasa berdenyut nyeri isi otakku. Hanya air mata yang terus mengalir untuk meredakan sakitnya. Kupegangi kepalaku sendiri. Rasanya, amat hina diri ini, sama sekali tak memiliki harga.

"Jangan nangis kamu! Seolah-olah kamu ini korban! Kamu itu pelaku! Pelaku yang tega mencoreng nama baik keluarga! Dimana kami letakkan wajah kami karena hasil dari perbuatan menjijikkanmu itu, Arsih?! Kamu memang keterlaluan!"

"An-andai malam itu, Wak Er gak paksa aku keluar sama Badai, pasti lah bencana ini tidak akan terjadi," lirihku sembari menyesapkan isakanku.

"Apa katamu?!"

Plaaaak!

Sebuah tamparan mendarat di bibirku, seolah memang sengaja untuk menghentikanku bicara. Aku langsung menutup mulut dengan air mata yang semakin deras. Ingin rasanya aku melawan tapi itu mustahil. Dia uwakku, istri kakak laki-laki dari ayahku. Darimana bisa datang nyaliku? Aku hanya bisa menahan sakit.

"Jaga bicaramu itu, ya! Jangan sampai ada yang mendengarnya dan menganggapnya benar. Jangan salahkan orang lain atas dosa besarmu. Kamu yang terlalu gatal jadi perempuan!" berang Wak Erni. Kedua bola matanya melotot seperti akan keluar dari tempatnya karena terlalu marah.

"Hentikan tangismu itu dan cepat siapkan sarapan! Ingat, kamu itu di sini hanya keponakan suamiku. Aku yang berkuasa di sini, jadi jaga sikapmu!"

Dengan napas menderu-deru, Wak Erni meninggalkanku yang meringkuk ketakutan. Setelah kejadian semalam, bagaimana aku bisa terus menjalani hariku meskipun sebagai pembantu di rumah ini?

Meski terseok-seok dalam sesegukan, aku tetap mengambil air wudhu dan menunaikan sholat subuh. Kumohon ampun atas semua dosa besar dan kecilku, yang terlihat mau pun yang tersembunyi. Meskipun aku penuh noda, bukankah Allah, Tuhanku Maha Pengampun? Aku meyakini, rahmat dan kasih sayangNYA jauh lebih luas.

"Arsih!"

Suara wanita jahat itu terdengar menggelegar dari dalam rumah. Karena kamarku terpisah di luar, jadi suaranya terbawa udara sebagian. Aku langsung melipat mukenahku dan bergegas keluar.

"Buat nasi goreng, sayur bayam bening dan tongkol balado. Tambahkan telur ceplok untuk Rasyid. Jangan boros bumbu. Kopi buat uwakmu juga belum. Sampah semalam juga masih berserakan. Kerja yang cepat, jangan banyak gaya!"

Setelah mengucapkan runtutan perintahnya, Wak Erni dengan pongah berjalan menuju kamarnya lalu menutup pintu dengan suara keras. Sejak aku datang ke rumah ini tiga tahun yang lalu, ia memang seperti itu. Bagai ratu tak pernah mau menyentuh pekerjaan rumah.

"Mohon bekerjasama ya, Nak," ucapku mengelus perutku yang masih rata.

Aku berusaha sekuat tenaga mengerjakan semua tugasku dengan baik. Meski aroma piring kotor dan bawang merah kupas seperti bangkai yang membuat perutku seperti diaduk. Berkali-kali aku mencoba untuk memuntahkan isi perutku. Aku menahan diriku bersama air mataku yang terus menetes sedih.

"Badai, mengapa kamu harus datang dalam kehidupanku jika hanya menambah penderitaanku?" lirihku sendirian.

Masih seperti mimpi rasanya kejadian semalam. Badai menikahiku lalu menalakku begitu saja. Seperti sampah bahkan lebih busuk lagi.

"Kopi Wak-mu!" teriak Wak Erni.

Segera kusesap sendiri air mataku. Sungguh wanita itu keterlaluan. Sejak ada aku di rumah ini, membuatkan kopi untuk suaminya sendiri ia segan. Dengan cekatan, segera kusiap kopi lalu bergegas membawanya ke teras depan. Tempat dimana Wak Yanto membuka hari setelah berjalan-jalan pagi.

"Kopinya, Wak," ucapku seperti biasa meletakkan cangkir bening khusus milik Wak Yanto. Laki-laki itu tak berbicara sepatah kata pun. Kuberanikan diri menoleh wajahnya. Yang terlihat hanya gurat kesedihan, kemarahan dan kekecewaan yang kental. Aku kembali menunduk lalu melihat ke arah tempatnya biasa menyimpan kopiah. Selalu setiap pagi, aku yang bertugas menyimpan kembali kopiah itu di kamarnya. Wak Yanto memiliki rutinitas sholat subuh berjamaah.

"Mana kopiahnya, Wak? Biar Arsih simpan di dalam," tanyaku memberanikan diri.

"Hari ini aku tidak sholat subuh berjamaah. Mukaku sudah tercoreng oleh arang aib yang begitu hitam. Aku sudah tak memiliki kehormatan lagi di kampung ini."

Setelah mengucapkan itu, Wak Yanto langsung berdiri dan masuk ke dalam rumah. Luar biasa perih hatiku mendengar ucapannya. Laki-laki yang menjadi waliku, pengganti ayahku sudah kuhancurkan harga dirinya. Bibirku bergetar bersamaan dengan tubuhku mengigil sakit. Kembali air mataku jatuh dan kali ini setiap tetesannya yang keluar terasa begitu perih di kelopak mataku.

Apakah mati lebih baik untukku saat ini?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
agustian absyari
awal yg meledak... mudah²an seru...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • DITALAK SETELAH AKAD   ENDING

    "Itu murni hasil menulis, Bi. Bukan jual sawah Bapak," ulang Kinarsih menegaskan. "Ap-apa dengan menulis bisa dapat segini?" tanya Niah tidak bisa menahan dirinya. Kinarsih mengangguk dengan senyum merekah. Ia rela hasil usaha kerja kerasnya berbulan-bulan, siang malam tak kenal lelah demi membuktikan pada calon ibu mertuanya itu."Tapi itu tidak istan, Bi. Semua berproses," jawab Kinarsih. Niah masih menatap buku rekening itu. Perlahan matanya terus menelisik jejak uang yang masuk. "Pakailah, Bi untuk bantu-bantu acara. Arsih gak mau, Bibi dan Rian banyak beban lagi. Setidaknya ada yang Arsih bisa lakukan untuk bantu Bibi."Setelah menatap lamat-lamat buku rekening itu, Niah menoleh kepada Kinarsih. "Sekarang katakan, jika seandainya aku lumpuh seperti uwakmu yang sudah meninggal itu, apakah kamu akan merawatku juga?""Pertanyaan itu sepertinya sangat sudah jelas jawabannya, Bi. Kepada istri dari adik bapak saja, yang pernah membuat luka di hati, Arsih masih mau untuk merawatnya k

  • DITALAK SETELAH AKAD   BAB 64_TERKEJUT

    Badai menyandarkan motornya di bawah pohon mangga. Ia sengaja membawa motor, niatnya mau mengajak Ilham jalan-jalan. Akhir pekan begini, biasanya Kinarsih di rumah Yanto. Mungkin wajah manis mantan istrinya yang dia rindukan sepanjang jalan, bisa sedikit menghilangkan pikirannya yang lelah memulai bisnis dari nol. Bulat tekadnya untuk memperbaiki hidupnya bersama Kinarsih dan anaknya, mungkin Tuhan akan sedikit berbaik hati menyempurnakan hidupnya. Bukankah ada pepatah mengatakan, selama janur kuning belum melengkung, kita boleh menikung? Seharusnya ia masih boleh berharap. Badai tersenyum simpul. Baru saja Badai turun, riuh rendah suara beberapa orang dari dalam terdengar. Dia pun baru sadar, di teras rumah terpasang beberapa bunga hias buatan melingkari sisi-sisi tiang. Di langit-langit teras tergantung hiasan bunga-bunga putih seperti kumpulan melati melambai-lambai jatuh. Cantik.Badai mengernyitkan kening heran.Ia pun masuk, tanpa salam. Didapatinya beberapa orang yang tak dike

  • DITALAK SETELAH AKAD   BAB 63_TERIMAKASIH

    Niah menghela nafasnya berat. Mencoba menenangkan hatinya. Ini demi putranya, dia harus mengalah. Dilihatnya sekeliling, tampak daun mangga kering yang berguguran menutupi halaman. Ia melangkah terus. Keputusan sudah bulat."Assalamualaikum!" salamnya dengan yakin. Tak ada sahutan jawaban. Ia mencoba sekali lagi. Terbukalah pintu rumah yang terasnya berdinding keramik biru."Waalaikumussalam," jawab seorang lelaki tua. Siapa lagi kalau bukan Yanto. Dahinya mengernyit, heran, siapakah wanita berhijab lebar di depannya ini?"Saya Niah, ibunya Rian," tanggap Niah mengerti keheranan pemilik rumah."Ooh ... ayo silakan masuk, Bu. Maaf berantakan," ucap Yanto sedikit kaku. Hatinya penuh tanda tanya, mengapa sampai ibunya Rian datang? Ia was-was, akan ada perdebatan di rumahnya. Yanto mencoba mencair."Terimakasih." Niah masuk dan duduk di sofa merah, "Kinarsih ada di sini kan?" lanjutnya lagi."Nggih, Bu. Kebetulan sudah dua

  • DITALAK SETELAH AKAD   BAB 62_IBU

    Enam bulan kemudian ....Rumah hijau itu lenggang. Tanah kering yang ditiup angin membawa debu masuk sebab jendela-jendela terbuka lebar. Sayup-sayup suara isak wanita terdengar dari dalam bilik kamar."Jangan terlalu keras terhadap keputusan anakmu. Dia sudah dewasa. Usianya bukan remaja lagi. Sudah saatnya dia menikah dengan pilihannya. Apakah kamu bisa menjamin, jika bersama dengan wanita lain, dia akan bahagia? Apa kebahagiaannya tidak menjadi perioritasmu, Niah?" Kamal mendekati istrinya dengan lembut. Dibelainya rambut panjang yang sudah beruban itu. Tangannya yang lain mengusap bahu Niah untuk menyalurkan ketenangan. "Aku tidak memaksa pilihanku, Bang. Aku hanya tidak mau, Kinarsih menjadi menantuku. Masih banyak wanita lain yang jauh lebih baik. Kukira selama ini dia sudah melupakan wanita itu, nyatanya mereka culas! Hiks hiks hiks." Niah sesugukan. Sedari tadi ia tak berhenti menangisi keputusan Rian yang tak masuk di akalnya. Secara tiba-tiba, pemuda itu menyampaikan keing

  • DITALAK SETELAH AKAD   BAB 61_HILANG

    Ana melangsungkan pernikahan dengan sederhana di mushola yang tak jauh dari tempat tinggal mereka. Setelah akad berlangsung, dilanjutkan acara makan bersama. Kinarsih dan Marni sibuk mempersiapkan semuanya. Banyak warga yang membantu juga karena Yanto adalah orang yang sangat dekat dengan masyarakat sebab dia dulu sebagai mantan kepala desa. Meski banyak yang bertanya dan heran mengapa sampai Ana mau menikah dengan pria yang bukan sarjana dan sebagai peternak yang baru merintis, Yanto sama sekali tidak menjadikannya bahan pikiran. Ia hanya meminta doa dari para warga yang masih bertanya-tanya."Namanya jodoh, sudah seperti ini. Doakan saja nanti Ana bisa jadi istri yang baik dan mereka sejahtera," tanggap Yanto tenang. Yang penting baginya, ada yang mau menerima kondisi Ana saat ini. Setidaknya setitik ada cahaya harapan, aib itu tidak terbongkar secara gamblang. Setelah acara selesai, Ana langsung diboyong ke rumah suaminya. Haryanto dan Erni melepas putrinya dengan rasa haru dan ikh

  • DITALAK SETELAH AKAD   BAB 60_MERINTIS

    Ana langsung meraih tubuh Kinarsih. Ia langsung mengangkat wajah kakak sepupunya itu dan memeluknya. "Arsih! Bangun woy!!! Apa yang barusan kamu lakukan?!" teriak Ana. Suara motor berderum kencang meninggalkan mereka. Keempat pria itu sudah tak terlihat. Ana menangis histris karena Kinarsih tak bersuara dan menutup matanya. "Ba-bawa ke puskesmas aja, Mbak! Gak terlalu jauh dari sini.""Ii-iya, Mas." Pria penyabit itu nampak masih muda. Ana menoleh kiri kanan dan melihat motor Kinarsih. "Masnya bisa bantu gonceng?""Iya, bisa Mbak!" jawab pria itu cepat. Mereka langsung mengangkat tubuh Kinarsih, membawanya naik ke motor. Ana memeluk Kinasih dari belakang."Bertahanlah Kinarsih, aku mohon!"Ana memandang wajah Kinasih yang memucat. Rasa bersalah semakin pekat dan bergelayut kuat dari dalam hatinya. Luar biasa pengorbanan Kinasih untuk dirinya, sampai-sampai wanita itu tidak memperdulikan nyawanya sendiri."Mengapa kamu sebodoh ini, hah?! Kinarsih kamu harus bertahan karena aku belum

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status