Apakah orang tua Nayla percaya setelah mendengar penjelasan Yuda?
🏵️🏵️🏵️ Aku dan mami mertua memapah Bunda untuk kembali duduk. Sementara Mas Yuda dan papinya juga turut menghempaskan tubuh ke sofa. Aku tidak kuasa melihat air mata Bunda yang masih terjun bebas dari tempatnya. Aku sangat tahu bagaimana perasaan wanita yang melahirkanku itu saat ini. Akhirnya, Bunda pun menceritakan tentang laki-laki yang dulu sangat beliau cintai. Aku tidak pernah menyangka bahwa pertemuan mereka menciptakan hubungan terlarang. Awalnya, Bunda tidak tahu kalau Pak Bagas telah memiliki istri dan dua orang anak. Bunda mengaku dengan polosnya memercayai laki-laki yang baru ia kenal kala itu. Mereka pun akhirnya menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih hingga akhirnya Bunda hamil. Pak Bagas dengan semangat mengatakan akan bertanggung jawab dengan menikahi Bunda. Akan tetapi, janji yang laki-laki itu ucapkan tidak sesuai dengan kenyataan. Beliau dengan tega tidak muncul di hari pernikahan mereka. Hanya penyesalan yang Bunda rasakan saat itu setelah mengetahui stat
🏵️🏵️🏵️ Setelah aku dan Mas Yuda merapikan pakaian dan tempat tidur, kami pun melangkah menuju pintu lalu membukanya. Aku sedikit terkejut melihat wajah mami mertua yang tampak serius. Ada apa dengan wanita itu? Apakah ada sesuatu yang terjadi? Aku dan Mas Yuda saling berpandangan ketika tatapan mami mertua sedikit berbeda dari biasanya kepadaku. Kenapa beliau bersikap seperti itu? Apakah aku melakukan kesalahan? Apa mungkin sesuatu yang aku sembunyikan telah beliau ketahui? Aku tidak boleh menebak-nebak hingga berpikir seolah-olah memberikan tuduhan. Mungkin saja ada hal penting yang ingin mami tanyakan atau bicarakan denganku dan Mas Yuda. Semoga tidak ada sesuatu yang serius. “Papi minta kalian berdua ke ruang keluarga.” Tumben sikap mami mertua tidak seperti biasanya. “Ada apa, Mih?” tanya Mas Yuda. “Nanti Papi yang jelasin ke kalian.” Mami mertua memberikan balasan dengan nada datar. Aku dan Mas Yuda pun mengikuti langkah wanita itu menuju ruang keluarga. Aku kembali hera
🏵️🏵️🏵️ Aku makin mendekatkan diri kepada wanita itu lalu ia langsung mendekapku. Aku tidak berusaha menolak atau mengelak karena entah kenapa aku merasakan sesuatu dalam pelukannya. Apa mungkin ini yang dinamakan kontak batin antara ibu dan anak? Aku yang awalnya berpikir kalau ia tega meninggalkan darah dagingnya, tiba-tiba sirna seketika. Aku justru bahagia dengan pertemuan ini. Setelah berlalu puluhan tahun, aku baru mengetahui siapa wanita yang telah melahirkanku ke dunia ini. Bu Dewi pun melepaskan pelukan lalu mencium keningku. Ia mengeluarkan air mata. Tanpa diminta, aku dengan sadar dan ikhlas langsung mengusap bening kristal yang kini terjun hingga membasahi pipinya. “Maafin Bunda, Sayang.” Ia memegang kedua pipiku setelah aku menghapus air matanya. “Bunda ….” Sekarang, aku yang tidak mampu menahan air mata agar tidak terjun dari tempatnya. Aku pun memanggilnya dengan sebutan yang biasa ia gunakan saat mengirim pesan. “Anakku sayang.” Ia kembali menumpahkan titik-tit
🏵️🏵️🏵️ Mungkin karena aku tidak memberikan respons, si pengirim pesan menelepon ke ponsel Mas Yuda. Apa benar itu suara Bu Dewi? Beliau wanita yang melahirkanku? Tanpa diminta, air mataku kembali turun membasahi pipi. Aku merasakan sesuatu yang berbeda setelah mendengar suara itu. Apa mungkin karena aku telah mengetahui kebenaran tentang statusku yang bukan anak kandung Papa dan Mama? Apa sebaiknya aku berbincang dengan Bu Dewi? “Maaf, apa benar ini Bu Dewi?” Aku tadi memberikan isyarat kepada Mas Yuda untuk bertanya dan memastikan kebenaran Bu Dewi. “Iya, Nak. Kamu tahu Bunda dari mana?” Bu Dewi bersemangat. Itu bisa aku dengar dari suaranya. “Papa dan Mama udah cerita tentang semuanya.” Aku pun mengeluarkan suara. “Nayla, anak Bunda. Ini benar kamu, Nak?” Bu Dewi tiba-tiba langsung menangis. “Iya. Ini anak yang Anda buang saat masih bayi.” Aku memberikan balasan. “Maafin Bunda, Nak. Bunda terpaksa.” “Kenapa Anda sekarang tiba-tiba muncul? Ke mana aja selama ini? Masih ing
🏵️🏵️🏵️ Wajah Mama menunjukkan perubahan lalu melihat ke arah Papa. Mungkin mereka terkejut mendengar pertanyaanku. Aku sudah tidak sabar ingin mengetahui kebenaran dan tetap berharap kalau aku anak kandung mereka. Reaksi kedua orang tua itu membuat jantungku deg-degan. Apakah mereka akan mengaku kalau aku bukan darah daging mereka? Sudah siapkah aku dengan sebuah kenyataan pahit? Mampukah aku menghadapi perubahan? Tidak! Kenapa aku berpikir seolah-olah benar kalau Papa dan Mama bukan orang tua kandungku? Aku harus segera menepiskan pemikiran menyakitkan itu. Aku harus tetap yakin kalau keajaiban itu pasti ada. “Kenapa Papa dan Mama diam aja?” Aku kembali bertanya. “Pertanyaan apa itu? Mikir, kok, sembarangan.” Akhirnya, Papa memberikan jawaban. “Nay serius, Pah. Nay harus tahu yang sebenarnya.” Aku tetap bersikeras agar Papa atau Mama jujur kepadaku. “Untuk apa kamu melontarkan pertanyaan yang tidak penting?” Papa kembali membuka suara. “Nay hanya butuh jawaban yang pasti, P
🏵️🏵️🏵️ Aku terkejut setelah Mas Yuda membaca pesan masuk tersebut. Apa maksud si pengirim? Kenapa ia mengaku meninggalkan diriku? Ditinggalkan di mana? Kapan? Ini seperti teka-teki yang membingungkan. Aku tidak ingin berlarut-larut berada di dalamnya. Akhirnya, aku pun meraih ponsel itu untuk mencari kontak Nenek. Aku yakin kalau beliau bisa menjelaskan apa yang kurasakan saat ini. Aku segera menekan simbol telepon berwarna hijau dan terdengar nada panggilan tersambung. “Assalamualaikum, Nay.” Aku pun mendengar suara salam dari seberang telepon. “Waalaikumsalam, Nek.” “Cicit Nenek udah bisa apa?” Beliau langsung menanyakan Rizal. “Alhamdulillah udah makin pintar, Nek.” Aku memberikan jawaban. “Maaf, Nay mengganggu Nenek. Tapi ada sesuatu yang ingin Nay tanyakan pada Nenek.” “Ada apa, Nay? Kok, suara kamu terdengar sangat serius? Apa hubungan kamu dan Yuda baik-baik saja?” Sepertinya beliau penasaran dan menyadari suaraku. “Apa Nay anak kandung Papa dan Mama?” Aku pun langsun