Apakah orang tua Nayla percaya setelah mendengar penjelasan Yuda?
🏵️🏵️🏵️ “Kamu mencoba untuk mencari alasan?” Papa mertua kembali membuka suara dengan nada tinggi. Aku akhirnya menceritakan apa yang terjadi selama ini. Mulai dari awal pertemuan dengan Mira hingga memaksaku meninggalkan Nayla. Aku berharap setelah kedua mertuaku mendengar penjelasan tersebut, mereka akan memberikan maaf kepadaku. “Kamu pikir saya percaya dengan alasan omong kosongmu?” Aku terkejut mendengar ucapan papa mertua setelah mendengar penjelasanku. “Itu kenyataan yang sebenarnya, Pah. Saya tidak mungkin dengan sengaja meninggalkan wanita yang sangat saya cintai.” Aku kembali meyakinkan kedua orang tua tersebut. “Cukup! Tidak perlu basa-basi lagi. Sekarang juga, kamu angkat kaki dari rumah ini!” Papa mertua berdiri sambil menunjuk ke arahku. “Jangan usir saya, Pah. Saya datang untuk menjemput Nayla. Tadi saya dengar dia mual saat kami berbicara di telepon, saya khawatir sama dia.” Aku tetap bersikeras untuk bertemu dengan wanita yang telah resmi kunikahi. “Nayla ngga
🏵️🏵️🏵️“Aku ke kamar, ya, Pih, Mih.” Aku pun beranjak dari ruang keluarga menuju kamar.Aku menghempaskan tubuh ke tempat tidur yang telah sebulan aku tinggalkan. Seandainya Mira tidak mengusik kehidupanku kala itu, mungkin saat ini sang pujaan hati pasti berada di kamar ini. Kami akan mengukir sejarah yang mampu menciptakan keindahan.Aku melihat jam dinding telah menunjukkan angka sebelas. Aku meraih ponsel dari saku celana lalu mengetik pesan untuk dikirimkan kepada Nayla. Mungkin saat ini ia sudah tidur. Semoga besok, ia membaca apa yang telah kukirimkan kepadanya.[Aku sudah ke rumah orang tuamu, Sayang. Aku berharap dapat membawa kamu pulang ke rumah orang tuaku. Tapi mereka bilang kamu nggak ada. Aku sedih karena tidak dapat bertemu dengan istriku. Kamu di mana, Sayang?]Setelah mengirimkan pesan kepada Nayla, aku pun meletakkan ponsel di nakas. Aku tetap memikirkan wanita itu hingga mata ini sulit untuk terpejam. Saat lamunan tetap mengarah kepada Nayla, tiba-tiba terdengar
🏵️🏵️🏵️ Aku tidak berhasil memejamkan mata tadi malam. Hati ini tidak tenang memikirkan Nayla yang belum tahu di mana keberadaannya. Aku segera menuju kamar mandi untuk menyegarkan tubuh. Hari ini, aku akan kembali ke rumah orang tua Nayla untuk mencari informasi. Setelah selesai mandi, aku pun bergegas ke meja makan untuk sarapan. Mami dan Papi telah menunggu kehadiranku. Aku menghempaskan tubuh ke kursi lalu mulai menikmati menu yang dihidangkan oleh asisten rumah tangga di rumah ini. “Apa rencana kamu hari ini, Yud?” Papi membuka pembicaraan. “Aku ingin mencari keberadaan Nayla, Pih.” Aku memberikan jawaban sambil mengunyah makanan. “Wajah kamu, kok, kelihatan nggak bersemangat?” tanya Mami sambil memperhatikan diriku. “Aku belum tidur dari semalam, Mih. Kepikiran Nayla terus. Bagaimana mungkin aku memejamkan mata, sedangkan aku tidak mengetahui di mana keberadaan istriku?” Aku menghentikan makan karena kembali memikirkan Nayla. “Mami ngerti, tapi kamu juga harus jaga keseh
🏵️🏵️🏵️ Waktu menunjukkan pukul 18.15 WIB, saatnya menjalankan kewajiban sebagai umat Islam. Setelah tinggal di rumah ini, aku baru menyadari betapa banyak dosa yang telah tercipta saat menjalin hubungan sebagai kekasih Mas Yuda. Aku terbuai dengan perhatian dan kasih sayang yang Mas Yuda tunjukkan hingga aku khilaf dan bersedia menyerahkan diri kepadanya. Aku dan laki-laki itu akhirnya melakukan hubungan yang belum pantas kami perbuat. Aku beranjak dari tempat tidur lalu membuka pintu dan mendapati Mas Yuda yang sedang duduk di depan pintu. Aku berusaha untuk kembali masuk kamar, tetapi ia meraih tanganku lalu menciumnya. Keadaan ini membuat hatiku sangat bimbang. “Sayang, jangan hindari aku. Aku nggak kuat dengan sikap kamu yang seperti ini. Aku ingin kita kembali bersama lagi.” Mas Yuda masih menggenggam tanganku. “Lepasin, Mas! Aku mau sholat.” Aku berusaha melepaskan diri dari laki-laki itu. “Kita sholat berjamaah, ya, Sayang. Aku imam untukmu dan calon anak kita.” Aku ter
🏵️🏵️🏵️ Aku berusaha kembali melepaskan diri darinya hingga berhasil. “Jangan sok tahu kamu. Aku membencimu!” Aku pun beranjak dari tempat tidur lalu keluar kamar menuju ruang keluarga. Aku mendapati Kakek dan Nenek yang masih menikmati acara televisi. Aku pun menghempaskan tubuh ke sofa cokelat di ruangan itu. Kedua orang tua tersebut secara bersamaan melihat ke arahku. Entah apa yang mereka pikirkan. “Suami kamu mana, Nak?” tanya Nenek kepadaku. “Masih pantaskah dia disebut sebagai suami, Nek?” Aku kesal karena Nenek menyematkan kata suami saat menanyakan Mas Yuda. “Dia tetap suamimu, Nak.” Kakek pun turut membuka suara. “Tapi dia udah meninggalkan Nay saat acara pernikahan kami, Kek.” Aku tidak mengerti dengan jalan pikiran Kakek. “Yuda sudah cerita semuanya pada kami. Dia terpaksa melakukan itu.” Kakek seolah-olah melakukan pembelaan terhadap Mas Yuda. Aku merasa sedih karena orang-orang yang aku sayangi seakan-akan berpihak kepada Mas Yuda. Kakek dan Nenek seharusnya mem
🏵️🏵️🏵️ Pagi kembali menyapa, tetapi aku menyambutnya tidak dengan hati gembira, sebab hati ini sangat sakit mengingat apa yang Papa dan Mama katakan kepadaku melalui telepon tadi malam. Mereka sama sekali tidak merasa kesal atau melarang aku agar tidak kembali lagi menerima Mas Yuda. Kedua orang tua tersebut justru berharap agar aku memberikan maaf kepada Mas Yuda dan menerima dirinya kembali dalam hidupku. Sungguh, aku tidak mengerti kenapa orang-orang yang aku sayangi berpihak kepada laki-laki itu. Rasa kesal ini belum mampu aku tepiskan hingga tadi malam saat Mas Yuda ingin masuk kamar, aku tidak bersedia membukakan pintu untuknya. Ia pun tidur di sofa ruang keluarga. Aku melewatinya saat hendak menuju dapur, tetapi Nenek dengan lembut membangunkannya. “Nak Yuda, bangun. Kenapa tidur di sini?” Aku mendengar suara Nenek meminta Mas Yuda untuk bangun. “Iya, Nek. Maaf, saya ketiduran di sini.” Aku benci mendengar alasannya yang sok bijak, padahal sudah jelas kalau aku tidak ber
🏵️🏵️🏵️ “Kita cek kandungan kamu.” “Nggak perlu karena aku kemarin baru cek sama Mama.” Aku menolak ajakannya. “Tapi aku juga ingin tahu kondisi anakku.” “Aku lebih berhak tahu tentang dia.” “Tapi dia juga anakku. Dia ada karena aku.” “Seenaknya kamu ngomong seperti itu. Ini akan membuatku semakin membencimu! Dasar nggak punya perasaan!” Aku menaikkan suara, Mas Yuda segera menepi lalu menghentikan mobil. “Aku mohon, Sayang, ampuni aku. Apa aku salah karena ingin mengetahui kondisi anakku?” “Aku bilang, diam!” Aku tidak kuasa menahan amarah, aku pun mendaratkan tamparan di pipinya. Entah kenapa aku sangat kesal, juga marah saat Mas Yuda mengatakan bahwa anak dalam kandunganku ini ada karena dirinya. Tanpa ia memberitahukan kebenaran itu, sudah jelas aku sangat tahu. Ia mengingatkan diriku atas perbuatan tidak pantas yang kami lakukan beberapa bulan lalu. Jika saat itu aku mampu menjaga dan menguasai diri, mungkin perbuatan itu tidak akan terjadi. Namun, nasi sudah menjadi b
🏵️🏵️🏵️ “Tapi kamu udah dikhianati Yuda, Sya. Untuk apa kamu tetap bertahan? Kalian juga belum melakukan apa yang sepantasnya suami istri lakukan.” Tasya tidak tahu kalau saat ini aku sedang mengandung anak Mas Yuda. “Kamu salah, Sya. Saat ini aku sedang hamil anak Mas Yuda.” Aku pun memberitahukan yang sebenarnya kepada Tasya. “Apa? Bagaimana mungkin, Nay?” Terdengar kembali suara terkejut Tasya. “Aku udah bilang, ceritanya panjang. Kamu ke sini aja, nanti aku ceritakan semuanya.” Aku tidak mampu berbohong kepada Tasya karena ia sudah kuanggap seperti saudari sendiri. “Nanti tunggu waktu senggang, aku mampir. Bagaimana kalau Wisnu tahu tentang hal ini?” “Untuk sekarang dia nggak perlu tahu, Sya. Cukup kita yang tahu.” Setelah meminta Tasya agar tidak menceritakan tentang kehamilanku kepada Wisnu, kami pun mengakhiri pembicaraan, dan aku mematikan telepon. Aku tidak mengerti kenapa Wisnu masih saja menyimpan rasa terhadap wanita yang telah memiliki suami seperti diriku. Setel