Share

Mengetahui Kehamilan

🏵️🏵️🏵️

Akhirnya, kami pun tiba di desa orang tua Papa. Kakek dan Nenek terlihat bahagia. Aku langsung memeluk laki-laki dan wanita tua tersebut secara bergantian. Mereka tetap tersenyum walaupun telah mengetahui apa yang terjadi terhadapku saat ini.

Papa dan Mama meminta maaf kepada Kakek dan Nenek atas apa yang telah menimpa hidupku. Hatiku kembali sakit karena membuat keluarga turut bersedih atas perbuatan yang kulakukan. Aku hanya bisa diam mendengar pembicaraan mereka.

“Saya titip Nay, Pak, Buk. Saya ingin agar dia tinggal di sini sampai melahirkan.” Papa kembali menyampaikan niatnya kepada Kakek dan Nenek.

“Ibu ngerti, Nak. Sebelum ke sini, kamu sudah menghubungi Ibu dan Bapak untuk hal ini. Kami suka kalau Nay tinggal di sini.” Aku bahagia mendengar jawaban Nenek.

“Terima kasih, Pak, Buk. Kami tidak tahu harus bagaimana lagi kalau Bapak dan Ibu tidak bersedia memberikan izin Nay tinggal di sini.” Mama turut menimpali.

“Tidak perlu berterima kasih, Nak. Kami orang tua Nay juga. Dia cucu Ibu dan Bapak.” Nenek memegang pundak Mama.

Aku tiba-tiba kembali merasa mual. Aku langsung melangkah menuju kamar mandi rumah Kakek dan Nenek. Semenjak aku mengetahui kehamilan ini, rasa mual itu terus muncul dan membuat tubuhku terasa lemas seperti tidak berdaya.

Ternyata Nenek menghampiriku ke kamar mandi. Beliau menyarankan agar aku istirahat di kamar yang telah disiapkan sebelumnya. Orang tua itu memegang tanganku lalu kami melangkah ke ruangan yang berada di samping kamar beliau dan Kakek.

“Kamu istirahat, ya, Nak.” Aku dan Nenek duduk di tempat tidur.

“Iya, Nek. Terima kasih karena Nenek bersedia menerima Nay tinggal di sini.” Aku memegang tangan Nenek.

“Kamu cucu Nenek. Kamu berhak tinggal di rumah ini. Ini rumah Papa kamu.” Nenek membuatku terharu.

“Ampuni Nay, Nek. Nay udah berbuat jahat dan membuat keluarga sedih.”

“Nay nggak boleh ngomong seperti itu. Nay adalah cucu terbaik Nenek dan Kakek. Kami sayang Nay.”

“Terima kasih, Nek.” Aku pun memeluk Nenek.

Aku merasakan pelukan Nenek yang terasa hangat. Aku sangat terharu karena memiliki keluarga yang memiliki kasih sayang luar biasa. Walapun aku telah melakukan kesalahan yang sangat besar, tetapi Kakek dan Nenek tidak menunjukkan kemarahan sama sekali.

Kami akhirnya melepaskan pelukan. Nenek kembali menemui Kakek, Papa, dan Mama di ruang tamu. Aku berjanji pada diri sendiri akan lebih kuat dan tegar dengan keadaan yang terjadi sekarang. Masih banyak orang-orang tersayang yang berada di dekatku.

Walaupun Mas Yuda dengan tega telah meninggalkan diriku, tetapi aku tidak ingin larut dalam kesedihan. Untuk apa memikirkan seseorang yang tidak peduli sama sekali kepadaku. Perlahan dan pasti, aku pasti bisa melupakan dirinya.

Aku akan menghapus semua kenangan tentang kita, Mas Yuda. Aku yakin kalau suatu saat nanti, kamu akan menyesal karena telah mencampakkan wanita yang telah mengandung darah dagingmu. Kamu bukan ayah yang baik untuk calon anakku.

🏵️🏵️🏵️

Hari sudah gelap, aku memilih istirahat, menghempaskan tubuh ke tempat tidur. Sementara Papa dan Mama telah kembali ke kota. Mama berpesan agar aku tidak terlalu memikirkan hal-hal yang tidak penting dalam keadaan sedang hamil.

Mama juga menyarankan agar aku segera melupakan Mas Yuda yang tidak bertanggung jawab. Wanita itu juga mengatakan kalau Mas Yuda tidak perlu tahu tentang kehamilanku saat ini. Beliau mengaku yakin kalau aku mampu menjadi perempuan kuat dan sabar dalam menghadapi masalah besar ini.

“Kamu harus tetap semangat. Ingat bayi kamu. Jangan sedih. Mama akan tetap menyayangimu.” Mama selalu mampu membuat hatiku merasa tenang.

“Terima kasih, Mah. Nay benar-benar minta maaf. Nay udah membuat Mama dan Papa sedih. Tapi Mama tetap baik sama Nay.” Aku mencium tangan Mama sebelum mereka meninggalkan desa ini tadi sore.

Aku membuka ponsel dan melihat foto-foto saat bersama dengan Mas Yuda. Saat itu, aku tidak pernah memikirkan hal ini akan terjadi. Aku selalu berpikir bahwa semuanya akan baik-baik saja. Namun, tenyata harapan itu telah sirna tak tersisa.

Aku masih ingat saat hubungan kami memasuki dua bulan kala itu. Mas Yuda memperkenalkan diriku kepada kedua orang tuanya. Ia dengan bangga dan penuh semangat mengatakan kepada Papi dan maminya bahwa aku adalah wanita satu-satunya yang ia cintai.

Mas Yuda berkata bahwa aku adalah perempuan yang akan melahirkan anaknya. Apa yang ia ucapkan kala itu akhirnya menjadi kenyataan karena sekarang aku sedang mengandung anaknya. Namun, ia telah mencampakkan diriku.

Luka yang Mas Yuda torehkan sungguh sangat perih dan susah untuk disembuhkan. Ia pergi meninggalkan diriku sebelum mengetahui keberadaan anaknya dalam rahimku. Laki-laki itu tidak tahu kalau aku sedang mengandung benihnya.

Tiba-tiba getaran pesan masuk aku rasakan di ponsel yang masih dalam genggaman. Aku pun membukanya dan ternyata terdapat nama Mas Yuda di layar. Aku berusaha untuk tidak membacanya karena hatiku pasti akan makin sakit.

Mungkin karena aku tidak membuka pesan tersebut, Mas Yuda pun menghubungiku melalui telepon. Sebenarnya, aku tidak kuasa menerima panggilan masuk darinya, aku merasa tertekan setiap mendengar suara laki-laki itu.

Akan tetapi, aku akhirnya mencoba bersikap tenang lalu menerima panggilan tersebut. Tujuan utamaku adalah untuk mengingatkan Mas Yuda agar tidak menghubungiku lagi. Jika ia makin berusaha mendekat, hatiku akan susah untuk melupakan dirinya.

“Jangan hubungi aku lagi!” Aku dengan tegas mengatakan hal itu kepada Mas Yuda.

“Itu nggak mungkin, Sayang. Aku mencintaimu. Tunggu aku sekarang. Aku akan membuktikan kalau aku sangat menginginkanmu. Aku akan menceritakan kenapa aku harus pergi di acara pernikahan kita. Itu aku lakukan karena terpaksa.” Aku kembali kesal mendengar alasan dan ungkapan cinta itu.

“Kamu tidak akan menemukanku. Aku juga nggak butuh penjelasan darimu. Jangan pernah memberikan alasan yang tidak ingin aku dengarkan!” Aku menaikkan suara. Entah kenapa, tiba-tiba rasa mual itu kembali muncul.

“Kamu kenapa, Sayang?” Aku mendengar suaranya seperti orang yang sedang panik.

“Apa pedulimu? Jangan hadir lagi dalam hidupku. Aku membencimu!”

“Jangan ngomong seperti itu, Sayang. Kamu harus tahu kalau aku sangat mencintaimu.”

“Aku jijik mendengar ocehanmu. Aku muak mengingat janji palsumu!” Aku kembali mual.

“Sayang, jangan pernah menyembunyikan sesuatu dariku. Kenapa kamu mual? Apakah kamu ….” Sebelum ia melanjutkan pembicaraan, aku langsung mengakhiri telepon.

Mas Yuda kembali menghubungiku, tetapi tidak kuhiraukan. Aku memilih keluar kamar menuju kamar mandi yang ada di ruang belakang. Rumah Kakek dan Nenek tidak memiliki toilet di kamar tidur.

Aku mencoba mengeluarkan apa yang membuat diriku selalu merasa mual. Namun, tidak ada yang keluar dari kerongkongan. Aku pun kembali menuju kamar dan berharap kalau Mas Yuda sudah berhenti menghubungiku.

Aku melihat panggilan tidak terjawab yang tidak sedikit dari Mas Yuda. Aku mencoba membuka pesan yang juga dikirimkan olehnya. Aku sangat terkejut setelah membaca apa yang tertulis di layar ponsel tersebut.

[Kamu hamil, Sayang? Kamu mengandung anakku? Aku sangat ingat, sudah tiga bulan lebih lamanya sejak kita melakukannya. Aku yakin kalau benihku sekarang ada dalam rahimmu. Dia penerusku. Tunggu aku sekarang, aku pasti datang.]

==========

Nova Irene Saputra

Apakah Nayla akan jujur tentang kehamilannya kepada Yuda?

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status