Apakah hati Nayla akan benar-benar terbuka untik Yuda?
🏵️🏵️🏵️ Aku pun mengangguk. Mas Yuda mendekatkan wajahnya ke perutku lalu menciumnya. “Terima kasih, ya, Nak. Kamu pasti yang bujuk Mama supaya bersikap baik ke Papa. Papa sayang kamu.” Ia berbicara kepada bayi kami. “Mas istirahat, ya. Aku tungguin kamu di sini.” Aku membantu Mas Yuda untuk berbaring. Tiba-tiba terdengar nada panggilan masuk dari ponselku di nakas. Aku pun meraih benda tersebut, terdapat nama Wisnu di layar. Aku bingung harus berbuat apa karena Mas Yuda sangat mengenal Wisnu. “Siapa, Sayang? Kenapa nggak diangkat?” tanya Mas Yuda kepadaku. “Wisnu, Mas.” Aku pun menyebutkan nama yang ada di layar. “Untuk apa dia menghubungimu?” Aku melihat perubahan di wajah Mas Yuda. “Aku juga nggak tahu.” “Apa dia ingin sok perhatian pada wanita yang sudah menikah?” “Kenapa kamu berpikiran seperti itu?” “Tapi kenyataannya dia sudah lama menyimpan rasa untukmu.” “Itu, kan, dulu. Sekarang nggak mungkin lagi. Kamu pikir dia akan melirikku dengan perut besar seperti ini?” Ak
🏵️🏵️🏵️“Aku ingin ….” Aku mendorong pelan tubuhnya sebelum ia melanjutkan apa yang hendak ia sampaikan.“Aku mau coba tidur. Kamu juga, Mas.” Aku pun kembali membelakanginya.Akan tetapi, apa yang terjadi? Mas Yuda meraih tubuhku hingga kembali menghadapnya dan aku tidak mampu untuk menolak. Akhirnya, apa yang seharusnya dilakukan oleh sepasang suami istri terjadi malam ini.Ini untuk pertama kalinya, aku menunaikan tugasku sebagai seorang istri sejak kami resmi terikat dalam pernikahan. Entah kenapa hatiku tidak merasakan penyesalan sama sekali, justru perasaan lega itu muncul dengan sendirinya.“Terima kasih, Sayang. Aku sangat mencintaimu.” Mas Yuda mendaratkan kecupan di keningku setelah kami selesai memadu kasih.Perasaan dingin yang tadi sangat mencekam, kini berubah menjadi hangat. Aku dan Mas Yuda mencoba memejamkan mata hingga akhirnya memasuki alam mimpi.🏵️🏵️🏵️“Pagi, Sayang.” Aku terbangun dan mendapati Mas Yuda sudah rapi dan duduk di samping tempat tidur.Aku meman
🏵️🏵️🏵️ Aku tidak pernah menyangka kalau hasil dari perbuatan zina yang kulakukan bersama Mas Yuda, kini sudah tidak ada. Walaupun ia ada karena sebuah kesalahan, tetapi aku tetap sedih dan belum mampu menerima apa yang terjadi. Sudah seminggu berlalu, tetapi hatiku masih sangat sedih menyadari calon anakku sudah tidak berada dalam rahimku. Apa mungkin ini jalan terbaik walaupun sebenarnya aku belum sanggup untuk ikhlas? Saat masih hamil, aku selalu saja memikirkan tentang nasab. Aku tidak kuasa membayangkan sang buah hati tidak masuk dalam nasab ayahnya. Sekarang, ia telah menemukan ketenangan walaupun hatiku masih sakit. Apakah aku harus tetap bertahan mendampingi Maa Yuda yang sudah pernah menyakiti hati dan perasaanku? Beberapa bulan yang lalu, aku bersedia kembali menerimanya demi anak kami. Akan tetapi, saat ini tidak ada lagi alasan untuk tetap bertahan dengannya, meskipun aku masih memiliki cinta untuknya. Masih pantaskah Mas Yuda menjadi imamku? “Kamu yang sabar, ya, S
🏵️🏵️🏵️ Aku heran melihat tatapan Mas Yuda. Ini untuk pertama kali, dirinya memandangku dengan tajam. Selama ini, ia selalu menunjukkan kalau ia sangat mencintaiku. Apakah ia sangat marah mengetahui Wisnu tadi saat melihat ke arahku? “Kamu bahagia dengan tatapan cowok itu?” Mas Yuda langsung melontarkan pertanyaan kepadaku. “Apaan, sih, Mas. Kamu kenapa? Aku baru dilihat cowok lain aja, kamu udah marah banget. Gimana dengan apa yang kamu lakukan terhadap cewek lain?” Aku kembali mengingatkan Mas Yuda bersama wanita lain saat itu. “Aku ingin jelasin semuanya padamu, tapi kamu selalu menolak. Aku udah bilang kalau aku terpaksa. Berbeda denganmu dan Wisnu. Sengaja ingin berpandang-pandangan.” Aku tidak menyangka kalau Mas Yuda tega memberikan tuduhan seperti itu kepadaku. “Maksud kamu apa, Mas?” “Bukannya kamu menikmati pandangan Wisnu tadi?” “Tega kamu, Mas. Kamu menuduhku dengan sesuatu yang tidak kulakukan.” Aku menggeser posisi duduk dari Mas Yuda. “Itu yang kurasakan saat k
🏵️🏵️🏵️“Yud, Papi udah nungguin kamu dari tadi. Mau pergi bareng, nggak?” Terdengar suara mami mertua dari balik pintu.Aku pun beranjak untuk membuka pintu. Aku meminta wanita paruh baya itu masuk ke kamar, tetapi beliau menolak. “Mami hanya mau manggil Yuda aja, Sayang.” Mami mertua memperhatikan diriku dari bawah hingga ke atas.Aku merasa malu menyadari rambutku masih basah. Aku tidak dapat membayangkan apa yang mami mertua pikirkan. Beliau melihat ke arah tempat tidur sambil teesenyum, setelah itu beranjak dari tempatku berdiri.Aku kembali menutup pintu kamar lalu melangkah menghampiri Mas Yuda. Aku masih tidak mengerti kenapa mami mertua bersikap aneh pagi ini. Ia hanya mengembangkan senyuman yang tidak kupahami.“Mami bilang mau manggil kamu aja, Mas, tapi nggak bilang hal lain lagi. Beliau justru tersenyum. Aku nggak ngerti.” Aku memberikan penjelasan kepada Mas Yuda.“Mungkin bahagia melihat rambut kamu yang masih basah.” Jawaban Mas Yuda membuatku malu.“Nggak mungkin, M
🏵️🏵️🏵️ Kami pun akhirnya tiba di rumah orang tua Mas Yuda. Ia segera menghentikan mobil di depan teras. Ia langsung turun, kemudian memapahku berjalan memasuki istana orang tuanya. “Mami!” Mas Yuda berteriak setelah kami berada di dalam rumah. “Ada apa, Nak?” Maminya Mas Yuda memberikan sahutan. Ternyata beliau sedang duduk di ruang keluarga. Kami pun melangkah menghampiri wanita paruh baya tersebut. “Aku bawa berita gembira, Mih.” Mas Yuda tampak serius. Ia pun memintaku duduk di samping maminya. “Berita apa? Jangan bikin Mami penasaran.” Mas Yuda pun meraih tangan maminya lalu menempelkannya ke perutku. “Ada cucu Mami di dalam.” Mami mertua spontan langsung memelukku. Wanita itu kemudian melepas dekapannya lalu mengusap kedua pipiku. “Kamu hamil, Sayang?” tanya beliau kepadaku. “Iya, Mih.” Aku pun mengembangkan senyuman. “Terima kasih, Sayang. Akhirnya harapan Mami dan Papi akan segera terwujud. Jaga cucu Mami baik-baik, ya, Sayang. Jangan banyak gerak. Mami akan selalu a
🏵️🏵️🏵️ “Aku khilaf, Nay. Saat itu aku bingung harus gimana. Aku hamil, tapi tiba-tiba ditinggal pergi oleh ayah dari anakku.” Ia menatapku dengan sendu. “Terus, kamu nggak mikirin nasibku? Aku juga harus berpisah dengan suamiku saat aku mengandung anaknya.” Mas Yuda menenangkanku. Ia mengajakku duduk. “Kendalikan dirimu, Sayang. Kamu lupa kalau saat ini ada anak kita di dalam?” Ia mengusap perutku. “Aku kesal, Mas.” “Yang lalu biarlah berlalu. Aku sekarang ada di sini untukmu dan anak kita. Cobalah untuk memaafkan kesalahan orang yang dulu menyakitimu. Dia tulus meminta maaf padamu.” Mas Yuda membuatku luluh. Aku pun tidak tega melihat wanita itu beserta anaknya yang datang menemuiku. Aku akhirnya memintanya untuk duduk, ia mengucapkan terima kasih. Aku berusaha membuka hati untuk memberikan maaf kepadanya, sebab yang terpenting saat ini adalah keberadaan Mas Yuda yang makin menunjukkan rasa cinta dan kasih sayang kepadaku. Kami akhirnya berbincang dan berjanji akan menjadi t
🏵️🏵️🏵️Hari ini, Rizal memasuki usia dua bulan. Ia benar-benar sangat menggemaskan. Ia mampu menghilangkan rasa penat Mas Yuda setelah seharian berkutat dengan kegiatan di kantor. Ia juga selalu berhasil membuat wajah kedua mertuaku tampak ceria karena telah memilki cucu.Apalagi aku sebagai mamanya yang selalu menyaksikan tumbuh kembangnya. Anak mungil itu sudah mulai mengerti jika diajak berbicara. Ia akan mengeluarkan suara ketawanya. Sungguh, aku benar-benar sangat bersyukur menjadi wanita yang melahirkannya.Seperti biasa, rutinitas yang aku lakukan setiap pagi setelah memandikan Rizal, aku pun memberikan ASI hingga ia tertidur. Setelah ia pulas, aku memilih mandi lalu membereskan kamar. Namun, saat aku hendak merapikan tempat tidur, terdengar getaran pesan masuk dari ponselku di nakas.Aku pun segera meraih benda itu. Ternyata nomor yang mengirim pesan tidak tersimpan dalam daftar kontak. Walaupun nomor baru, aku tetap membukanya karena ingin tahu isinya. Mungkin saja seseora