🏵️🏵️🏵️
Sehari berlalu setelah kejadian menyakitkan itu. Sekarang, aku lebih memilih mengurung diri di kamar karena tidak sanggup menunjukkan wajah di depan semua orang. Aku sempat berpikir untuk tetap mengakhiri semua penderitaan ini, tetapi niat itu aku urungkan.
Aku kembali mengingat wajah Papa dan Mama. Jika aku mengakhiri hidup, mungkin bukan jalan keluar yang akan kuberikan kepada mereka, tetapi penyiksaan. Apakah mereka sanggup menyaksikan putri tunggalnya pergi untuk selamanya?
Aku berusaha bangkit dan mencoba untuk menerima kenyataan pahit ini. Namun, pertanyaan terus terlintas dalam pikiranku, apa yang akan aku lakukan selanjutnya? Bagaimana caranya menghadapi orang-orang di sekitarku? Apakah mereka akan mengerti?
“Nay, buka pintunya, Sayang. Kamu nggak boleh seperti ini terus, kamu harus makan.” Terdengar suara Mama dari balik pintu kamarku.
“Nay ingin sendiri, Mah.” Aku tetap dengan jawaban yang sama seperti sebelumnya.
“Dari semalam kamu belum makan. Mama nggak mau kalau kamu sampai sakit. Oh, ya … ada Tasya, nih.” Aku tetap tidak ingin bertemu siapa pun, walau sahabatku sendiri.
“Tapi Nay tetap ingin sendiri, Mah.”
“Tasya ingin menyampaikan sesuatu yang sangat penting padamu, Sayang. Ini tentang laki-laki yang tidak bertanggung jawab itu.” Hatiku makin sakit mendengar penuturan Mama. Akhirnya, aku beranjak dari tempat tidur lalu membukakan pintu. Aku ingin tahu, apa yang ingin Tasya sampaikan.
Ia langsung memelukku setelah pintu terbuka. Kami pun melangkah menuju tempat tidur. Sementara Mama memilih membiarkan aku dan Tasya memasuki kamar. Beliau meninggalkan kami berdua. Rasa bersalah terus menghantuiku melihat kesedihan di wajah Mama tadi.
“Kamu pucat banget, Nay.” Tasya memegang lenganku, setelah kami duduk di tempat tidur.
“Rasanya aku ingin mati aja, Sya.”
“Kamu nggak pantas ngomong seperti itu. Kamu harus bangkit. Perjalanan masih panjang.” Tasya selalu berusaha menenangkanku.
“Apa yang harus aku lakukan sekarang, Sya? Aku merasa kalau hidupku sudah hancur dan tidak berguna lagi.”
“Itu nggak benar. Kamu seharusnya bersyukur telah keluar dari jebakan Yuda.” Aku tidak mengerti apa maksud ucapan Tasya.
“Jebakan? Maksud kamu apa, Sya? Tidak mungkin Mas Yuda menjebakku, kami saling mencintai.”
“Lihat ini baik-baik.” Tasya menunjukkan foto dalam ponselnya.
“Ini Mas Yuda, Sya. Perempuan itu siapa?” Aku tidak percaya melihat Mas Yuda bersama seorang wanita yang sedang berbadan dua.
“Aku nggak tahu siapa cewek yang sedang bersama laki-laki itu. Tapi aku jijik melihat kemesraan yang ditunjukkan olehnya.” Tasya terlihat kesal melihat foto di ponselnya.
“Ternyata ini alasan Mas Yuda meninggalkan aku di hari pernikahan kami? Aku nggak percaya ini. Kenapa cewek yang sedang bersamanya dalam keadaan hamil? Dia siapa? Aku dianggap apa?” Aku tidak kuasa menahan tangis.
“Untuk apa kamu menangisi laki-laki seperti itu? Dia nggak pantas bersanding denganmu, Nay.” Tasya mendekap tubuhku.
Aku tidak pernah menyangka kalau Mas Yuda tega mekakukan semua ini. Ia meninggalkan aku di hari pernikahan dan sekarang ia juga kembali menunjukkan sesuatu di luar dugaan. Ungkapan cinta yang keluar dari mulutnya ternyata hanya tipuan belaka.
Pengorbanan yang kulakukan selama ini, ternyata sia-sia. Mas Yuda mencampakkan aku begitu saja setelah mendapatkan segalanya. Aku tidak sanggup jika mengingat semua kenangan yang telah kami lalui bersama. Ini tidak pernah terbayangkan sama sekali.
“Kamu dapat fotonya dari mana, Sya?” tanyaku kepada Tasya.
“Dari seseorang yang peduli padamu. Saat Yuda meninggalkan kamu, dia secara diam-diam mengikuti laki-laki itu. Dia melihat Yuda menemui cewek ini.” Tasya memberikan penjelasan sambil menunjuk foto dalam ponselnya.
Siapa orang itu?
🏵️🏵️🏵️
Seminggu pun berlalu, hari ini aku kembali terkejut melihat pesan masuk di ponselku. Terdapat nama Mas Yuda di layar. Hatiku kembali tercabik-cabik mengingat apa yang telah ia lakukan kepadaku saat hari pernikahan kami.
[Maafin aku, Sayang. Aku terpaksa pergi meninggalkanmu di hari bahagia kita.] Isi pesan dari Mas Yuda.
Aku jijik dengan panggilan itu. Mas Yuda bilang terpaksa meninggalkan aku? Seenaknya ia memberikan alasan yang tidak masuk akal seperti itu. Apa dirinya tidak merasa bersalah dengan apa yang ia lakukan? Ia benar-benar tidak punya hati.
Ia telah mempermalukan aku dan keluarga di depan orang banyak. Ia telah membuatku tidak sanggup untuk bertemu dengan orang-orang di luar sana. Ia dengan tega telah menghancurkan semua impian dan harapanku.
Setelah melakukan kejahatan, ia dengan mudahnya meminta maaf hanya melalui pesan. Itu juga ia lakukan setelah seminggu kejadian pahit itu berlalu. Laki-laki itu tidak ingat lagi dengan semua janji yang ia ucapkan kepadaku.
[Kamu baik-baik aja, kan, Sayang?] Mas Yuda kembali mengirim pesan yang membuatku makin terluka.
Ia masih bisa berpikir dan mengatakan aku baik-baik saja? Apakah ia tidak punya hati dan nurani? Laki-laki macam apa dirinya? Bisa-bisanya ia berpikir kalau aku dalam keadaan tidak sakit. Ia benar-benar jahat.
[Kenapa kamu ninggalin aku?] Aku mengirimkan balasan dengan emoticon marah.
[Kamu marah, Sayang?]
[Temui aku sekarang juga!] Aku ingin mendengar langsung alasan yang keluar dari mulutnya.
[Untuk sekarang aku nggak bisa, Sayang. Aku sibuk banget.]
[Apa perlu aku menemuimu ke kantor?]
[Aku tidak di kantor sekarang. Aku di luar kota, ada urusan mendadak. Sabar, ya, Sayang. Aku pasti jumpain kamu setelah urusanku selesai.]
Aku berusaha kuat membaca pesan Mas Yuda. Entah apa yang dilakukan laki-laki itu sekarang. Satu hal yang membuatku bingung karena tidak tahu akan berkata apa, saat kami bertemu nanti. Apakah aku meminta berpisah dengannya? Namun, aku tidak kuasa menambah luka di hati Papa dan Mama.
==========
🏵️🏵️🏵️Aku tetap menunggu sampai waktu itu tiba, di mana Mas Yuda akan memberikan diriku kebebasan penuh karena aku tidak ingin terikat lagi dengannya. Status pernikahan yang telah kudapatkan saat ini, tidak berarti lagi.Mas Yuda tidak memiliki tanggung jawab sama sekali. Ia lebih memilih pergi dengan wanita lain saat dirinya akan bersanding di pelaminan denganku. Sungguh, semua ini masih tidak dapat kuterima, terlalu pahit untuk dirasakan.“Kenapa kamu masih kelihatan lemas, Sayang? Kamu udah makan?” Mama selalu memberikan perhatian penuh kepadaku.“Nay udah makan, kok, Mah.” Aku berusaha tersenyum di depan wanita yang telah melahirkanku itu.“Kenapa kamu masih pucat?” tanya Mama sambil mengusap pipiku.“Nay merasa mual, Mah. Mungkin masuk angin karena akhir-akhir ini telat makan.” Rasa mual ini benar-benar menyiksa.“Jangan menyiksa diri seperti ini, Sayang. Untuk apa kamu memikirkan seseorang yang tidak mengingatmu sama sekali? Dia nggak pantas untuk ditangisi.” Aku mengerti ba
🏵️🏵️🏵️Tiga bulan yang lalu, aku telah menciptakan kesalahan yang sangat besar. Aku dan Mas Yuda telah berbuat sesuatu yang tidak pantas, kami melakukan hubungan terlarang. Saat itu, tidak ada beban sama sekali karena aku yakin kalau Mas Yuda pasti akan bertanggung jawab.“Kamu ikhlas, Sayang?” tanya Mas Yuda kepadaku kala itu.“Iya, Mas. Tapi kamu janji nggak akan ninggalin aku.”“Aku tidak akan pernah meninggalkanmu karena aku mencintaimu. Aku selalu berharap agar kamu menjadi ibu dari anakku.” Mas Yuda mengucapkan janjinya saat itu.Aku tidak sanggup membayangkan jika apa yang dikatakan Mas Yuda akan menjadi kenyataan. Bagaimana caranya aku menjelaskan semuanya kepada Papa dan Mama? Aku sekarang baru ingat, telah tiga bulan lamanya, tidak kedatangan tamu istimewa.Apakah aku hamil? Aku tahu kalau saat ini rasa cinta yang ada dalam hatiku masih ada untuk Mas Yuda. Aku belum mampu mengeluarkannya dari hati dan pikiran. Apalagi setelah aku menyerahkan diri kepada laki-laki itu.“Ki
🏵️🏵️🏵️Aku menyusuri jalan sambil mengingat apa yang telah aku saksikan tadi di depan mata. Aku masih merasa seperti mimpi mengingat datangnya penderitaan bertubi-tubi. Aku tidak mampu membendung air mata yang telah menganak sungai.Aku ingin berteriak dan mengatakan pada dunia kalau saat ini, aku merasa menjadi wanita paling menderita. Laki-laki yang sangat aku cintai ternyata hanya ingin memberikan kehancuran dan penderitaan yang amat mendalam kepadaku.Mas Yuda telah melupakan semua janji yang pernah ia ucapkan. Ia tidak ingat lagi betapa besar pengorbanan yang kulakukan untuknya. Ia sama sekali tidak menghargai penyerahan diriku.Saat ini, aku tidak dapat berbuat apa-apa. Aku hanya berpikir bahwa perpisahan adalah jalan terbaik untukku dan Mas Yuda. Aku akan mencoba menghapus semua kenangan tentangnya. Ia tidak pantas mendapatkan cinta dari wanita yang telah ia campakkan.Kebersamaan yang pernah terjalin selama ini, hanya akan menjadi kenangan semata. Mas Yuda bukan milikku lag
🏵️🏵️🏵️Aku tidak mungkin menyalahkan Papa, walaupun beliau bersikap seperti itu kepadaku. Sangat jelas kalau anaknya ini yang bersalah. Aku telah menghancurkan kepercayaan dan harapannya. Hati Papa dan Mama pasti sangat sakit.Terus terang, aku bingung harus bagaimana melanjutkan hidup. Di satu sisi, aku tidak tahu harus bertindak seperti apa dengan anak yang kini ada dalam rahimku. Namun, di sisi lain, aku juga tidak mungkin membuang bayi yang belum lahir ini.Lamunanku tiba-tiba buyar karena dikagetkan nada panggilan masuk dari ponsel di nakas. Aku pun meraih benda itu, ternyata ada nama Mas Yuda di layar. Entah kenapa, setelah mengetahui laki-laki itu yang menelepon, aku merasa kesal.Aku tidak ingin menerima panggilan masuk tersebut karena tidak sudi berhubungan lagi dengan Mas Yuda. Hatiku makin sakit saat mengingat dirinya bersama wanita lain. Apalagi perempuan itu mengaku akan melahirkan anak dari suamiku.Mas Yuda sudah beberapa kali menelepon, tetapi tidak aku hiraukan. Ak
🏵️🏵️🏵️ Akhirnya, kami pun tiba di desa orang tua Papa. Kakek dan Nenek terlihat bahagia. Aku langsung memeluk laki-laki dan wanita tua tersebut secara bergantian. Mereka tetap tersenyum walaupun telah mengetahui apa yang terjadi terhadapku saat ini. Papa dan Mama meminta maaf kepada Kakek dan Nenek atas apa yang telah menimpa hidupku. Hatiku kembali sakit karena membuat keluarga turut bersedih atas perbuatan yang kulakukan. Aku hanya bisa diam mendengar pembicaraan mereka. “Saya titip Nay, Pak, Buk. Saya ingin agar dia tinggal di sini sampai melahirkan.” Papa kembali menyampaikan niatnya kepada Kakek dan Nenek. “Ibu ngerti, Nak. Sebelum ke sini, kamu sudah menghubungi Ibu dan Bapak untuk hal ini. Kami suka kalau Nay tinggal di sini.” Aku bahagia mendengar jawaban Nenek. “Terima kasih, Pak, Buk. Kami tidak tahu harus bagaimana lagi kalau Bapak dan Ibu tidak bersedia memberikan izin Nay tinggal di sini.” Mama turut menimpali. “Tidak perlu berterima kasih, Nak. Kami orang tua Nay
POV YUDA 🏵️🏵️🏵️ Aku telah melakukan kesalahan yang sangat sulit untuk diterima, meninggalkan wanita yang sangat aku cintai di acara pernikahan kami setelah ijab kabul selesai. Ia tidak percaya kalau semua itu terpaksa aku lakukan. Lima bulan yang lalu, Om Heru—kakak kandung Mami, memintaku bertanggung jawab atas sesuatu yang tidak kulakukan. Mira—keponakan laki-laki paruh baya tersebut telah hamil tiga bulan dengan pria yang tidak bertanggung jawab. Saat pertama kali bertemu Mira di rumah Om Heru, wanita itu mengaku tertarik kepadaku. Walaupun aku telah mengaku memiliki kekasih dan akan segera menikah, ia tidak peduli. Ia tetap bersikeras agar aku bersedia menjadi orang istimewa dalam hidupnya. Om Heru meminta tolong agar aku bersedia memenuhi permintaan keponakannya. Beliau bercerita bahwa saham terbesar dalam perusahaannya berasal dari orang tua Mira. Melihat sikap Om Heru yang memohon kepadaku, aku pun bersedia berpura-pura menjadi kekasih Mira. Akan tetapi, Mira ternyata b
🏵️🏵️🏵️ “Kamu mencoba untuk mencari alasan?” Papa mertua kembali membuka suara dengan nada tinggi. Aku akhirnya menceritakan apa yang terjadi selama ini. Mulai dari awal pertemuan dengan Mira hingga memaksaku meninggalkan Nayla. Aku berharap setelah kedua mertuaku mendengar penjelasan tersebut, mereka akan memberikan maaf kepadaku. “Kamu pikir saya percaya dengan alasan omong kosongmu?” Aku terkejut mendengar ucapan papa mertua setelah mendengar penjelasanku. “Itu kenyataan yang sebenarnya, Pah. Saya tidak mungkin dengan sengaja meninggalkan wanita yang sangat saya cintai.” Aku kembali meyakinkan kedua orang tua tersebut. “Cukup! Tidak perlu basa-basi lagi. Sekarang juga, kamu angkat kaki dari rumah ini!” Papa mertua berdiri sambil menunjuk ke arahku. “Jangan usir saya, Pah. Saya datang untuk menjemput Nayla. Tadi saya dengar dia mual saat kami berbicara di telepon, saya khawatir sama dia.” Aku tetap bersikeras untuk bertemu dengan wanita yang telah resmi kunikahi. “Nayla ngga
🏵️🏵️🏵️“Aku ke kamar, ya, Pih, Mih.” Aku pun beranjak dari ruang keluarga menuju kamar.Aku menghempaskan tubuh ke tempat tidur yang telah sebulan aku tinggalkan. Seandainya Mira tidak mengusik kehidupanku kala itu, mungkin saat ini sang pujaan hati pasti berada di kamar ini. Kami akan mengukir sejarah yang mampu menciptakan keindahan.Aku melihat jam dinding telah menunjukkan angka sebelas. Aku meraih ponsel dari saku celana lalu mengetik pesan untuk dikirimkan kepada Nayla. Mungkin saat ini ia sudah tidur. Semoga besok, ia membaca apa yang telah kukirimkan kepadanya.[Aku sudah ke rumah orang tuamu, Sayang. Aku berharap dapat membawa kamu pulang ke rumah orang tuaku. Tapi mereka bilang kamu nggak ada. Aku sedih karena tidak dapat bertemu dengan istriku. Kamu di mana, Sayang?]Setelah mengirimkan pesan kepada Nayla, aku pun meletakkan ponsel di nakas. Aku tetap memikirkan wanita itu hingga mata ini sulit untuk terpejam. Saat lamunan tetap mengarah kepada Nayla, tiba-tiba terdengar