Share

SECOND CHAPTER

Part sebelumnya 

"AKu mau kita putus!" 

***

Mata Vino membulat tak percaya, ia segera menarik tangan Arra memasuki ruangan gadis itu. "Putus? apa maksudmu?" seru nya sambil menatap tajam gadis di depannya. 

"Lepaskan tanganmu dulu" seru Arra berusaha bersikap tenang meski dalam hati ia sudah merasa was-was. Ia sangat jelas peringatan dari Reza jauh-jauh hari, jika lelaki berada dalam keadaan marah. Maka akan banyak kemungkinan terburuk yang terjadi. 

"Tidak, aku tidak akan melepaskanmu sebelum kau memberitahuku apa masalahnya sehingga kau meminta putus dari ku!" seru Vino masih menatap Arra dengan tajam dan tidak melepas cengkraman di tangan gadis itu. 

'Dan tidak merasa bersalah?' 

"Kau masih bertanya tanpa tau apa yang sudah kau perbuat pada ku Vino?" seru Arra menepis cengkraman tangan Vino yang cukup kuat. 

"Apa? Jelaskan padaku apa salahku Arra, aku sama-sekali tidak tahu mengapa kau tiba-tiba mau memutuskan ku dengan tidak ada alasan. Apa kau sudah punya laki-laki lain?" seru Vino membentak Arra

"Lepaskan!" seru Arra sambil mendorong Vino hingga bahu lelaki itu menabrak ding-ding di belakangnya "Kau masih bersikap seolah tidak terjadi apa-apa,lalu apa kau berpikir bahwa aku tidak melihat apa yang kau lakukan bersama dengan Karin tadi pagi? Kau mengira aku tidak mendengar bahwa kalian berdua hanya ingin memanfaatkan ku?" seru Arra dengan nada tidak kalah tajam dari Vino. Emosinya sudah tak lagi bisa ia tahan. 

Arra segera keluar dari dalam ruangannya dan meninggalkan Vino yang terdiam mematung di dalam ruangan gadis itu. Vino mengepalkan tangannya dan meninju dinding yang berada di depannya. Ia mengaku salah.Tapi pagi itu ia sama-sekali tidak mengira bahwa Arra melihat nya , sungguh ia sama-sekali tidak bermaksud. Hanya saja, tadi malam saat ia bertugas bersama dengan Karin. Gadis itu berusaha menggodanya untuk melakukan hal 'itu' dengannya. 

Vino sama-sekali tidak sadar bahwa Karin memberinya minuman yang berisi obat penguat gairah. Vino merasa gairahnya tidak tertahan lagi dan bersamaan dengan itu Karin malah datang dengan baju minim nya seolah sengaja memancing nya. Alhasil mereka pun melakukannya sampai pagi menjelang. 

Sementara Karin yang  melihat Arra berlari dari ruangannya dengan air mata yang mengalir di wajah nya membuat nya terkekeh senang. Ia memang harus mengakui bahwa ia merasa iri dengan gadis itu, selain genius, Arra juga berpacaran dengan Vino yang dikenal begitu romantis pada nya. Sebenarnya semenjak mereka mulai bersahabat, ia hanya memanfaatkan Arra sebagai alat nya saja karena Arra memang genius.Bbodoh nya gadis itu mau mempercayai nya dan membantunya. 

Dan rasa iri nya semakin menjadi-jadi karena Vino, dokter yang menjadi senior mereka itu malah tertarik dan mengejar Arra. Mereka memang sudah berpacaran cukup lama, dan harus Karin akui bahwa Vino adalah tipikal lelaki yang setia. Oleh sebab itu, saat Karin melihat adanya kesempatan tadi malam. Ia sengaja menaruh obat pada lelaki itu dan menggodanya.Ia paham betul Vino tidak bisa menahan gairah nya terlebih saat melihatnya dengan pakaian minim nya.

Karin langsung memasuki ruangan Arra dan melihat bahwa Vino sedang terjatuh terduduk di lantai dengan kepala yang ia lipat bersama dengan kedua kakinya. Karin mendekati lelaki itu, "Vino? Kau tidak apa-apa?" seru Karin ikut berjongkok di depan lelaki itu. Namun reaksi Vino malah membuat nya terkejut. Lelaki itu mendorongnya hingga ia terjatuh di depanNya. Tatapan mata Vino juga sepertinya dipenuhi oleh amarah 

"Pergilah sialan, ini semua karena kau jalang!" seru Vino sambil mendorong bahu Karin membuat gadis itu terjungkal ke belakang. 

Karin menatap Vino dengan emosi "Kau yang buta Vino, kau bahkan bisa tergoda oleh jalang seperti Arra? Sadarlah Vino, orang tua mu tidak akan merestui hubunganmu dengan yatim piatu itu. Kau bisa merusak citra keluarga mu!" seru Karin balas berteriak 

"Terserah pada mu jalang!" seru Vino bangkit berdiri dan hendak menuju ke arah pintu keluar. Ia benar-benar tidak tahu lagi apa yang harus ia perbuat sekarang. Arra pasti tidak akan mau menatap nya lagi namun suara Karin tiba-tiba terdengar dan menghentikan langkah nya "Aku memiliki video kita tadi pagi Vino, jika kau berniat untuk tidak bertanggung jawab dan masih mengejar gadis itu maka aku akan membocorkannya dan itu jelas akan mempengaruhi mu karena sebentar lagi kau mau naik jabatan!" seru Karin sambil tersenyum miring menatap punggung Vino yang berhenti di ambang pintu. 

"Terserah mu jalang, ,mereka jelas akan tahu bahwa kau juga menikmati acara itu!"seru Vino membuat Karin mengepalkan tangannya lalu menghentakkan kaki nya merasa kesal. Ia menatap punggung Vino yang sepenuhnya sudah menghilang di balik pintu dan tidak peduli dengan ancamannya tadi "Aku benar-benar akan membunuh jalang itu, Vino. Kau yang memintaku untuk melakukan ini padanya, maka kau yang akan menyesali ini!" seru Karin sambil ikut keluar dari dalam ruangan Arra. 

Mereka bahkan tidak sadar ada sosok lelaki yang memperhatikan mereka sejak tadi. Lelaki itu tidak lama berada di sana, karena ia langsung menghilang. 

***

Arra terduduk lemas di taman rumah sakit, ia kembali menolak panggilan masuk dari Vino yang terus berusaha untuk menghubunginya. Arra akhirnya memilih untuk mematikan ponselnya dan menatap pasien yang berjalan-jalan di taman. Rasanya sakit sekali, Arra memang besar tanpa kasih dan cinta dari orang tua sehingga karena kehadiran Vino membuat Arra sangat berharap pada lelaki itu. Namun ia sama-sekali tidak mengira bahwa Vino akan menghianati nya dengan sahabatnya sendiri. 

Arra tertawa saat melihat beberapa anak-anak yang sedang berlarian dan saling mengejar di taman. Namun sekarang air mata Arra benar-benar tidak bisa ia tahan. Dengan perlahan bulir air mata nya kembali mengalir sambil menatap anak-anak yang sedang tertawa lepas saling berbagi canda tawa. Mereka adalah penyandang tumor otak, dan hidup mereka juga tidak akan bertahan lama lagi. Cepat atau lambat, mereka pasti akan segera berlalu juga. Lalu Arra melihat orang tua mereka dari kejauhan sambil mengawasi mereka, hati Arra semakin sakit ketika melihat bahwa meskipun hidup mereka tidak lama lagi, tapi mereka masih punya orang tua dan setidaknya masih memiliki kasih sayang. 

Ingatan Arra berputar saat ia masih seusia mereka, ia mengingat bahwa di umur 5 tahun. Arra harus bekerja menjadi pengamen untuk memenuhi makananya sehari-hari. Arra jelas mengingat bagimana ia terus-menerus sepanjang malam harus berpindah-pindah tempat tidur untuk menghindari petugas yang ingin menangkap mereka. Kehilangan orang tua di saat usia 5 tahun benar-benar membuat Arra sadar bagaimana kejam nya dunia pada mereka.

Air mata Arra semakin deras keluar saat memori dan kenangan pahit itu berputar di kepalanya bagaikan putaran film. Dan kini, ia juga harus merasakan sakit karena orang yang sudah ia anggap penting dalam hidup nya. 

"Mungkin kau membutuhkannya?" 

Arra mendongak,lalu manik Arra berhenti pada sorot wajah teduh yang menatapnya dengan senyum di wajahnya. Arra menerima sapu tangan yang diberikan Reza padanya, salah-satu dokter yang kerap terus datang pada saat yang tepat dan selalu melindunginya meskipun Arra tidak pernah memintanya. 

Reza duduk di sebelah Arra sambil memperhatikan wajah gadis itu dan wajah yang sembab karena menangis. Menghela nafas nya, Reza mengambil alih sapu tangan yang berada di tangan gadis itu dan mengusap air mata gadis yang kembali terpaku di tempat nya itu. 

"Kau tidak pantas untuk menangisi lelaki itu dokter Arra, dan dia sama-sekali tidak pantas bersamamu!" seru Reza sembari mengusap wajah Arra. 

Arra sedikit terkejut ketika Reza lagi-lagi tau alasan ia menangis, meski sejak dulu lelaki itu sudah cukup sering melarang hubungannya dan Vino. Sejak pertama kali Arra memberitahu bahwa ia berpacaran dengan Vino. 

"Kenapa?" seru Arra.  

Bahkan hanya kata 'kenapa' lah satu-satunya kata yang keluar dari mulut Arra setelah mereka terdiam cukup lama dan menatap ke arah anak-anak yang masih terus berkejaran di depan mereka. Reza menaikkan satu alisnya,menunggu lanjutan dari perkataan Arra yang menurut nya cukup ambigu.

"Mengapa kau selalu hadir disaat waktu yang tepat meskipun aku tidak pernah memintamu untuk datang? Dan dari sekian banyak nya orang di rumah sakit, hanya kau seorang yang sejak dulu selalu tidak setuju dengan hubungan ku pada Vino?" seru Arra 

Reza tersenyum lembut, ia menatap wajah Arra sendu. Seandainya Arra tau kebenaranya, maka ia tidak akan sesulit ini dalam menghadapi Arra. Mereka sudah bersama semenjak Arra masih 5 tahun dan terus berpindah tempat tinggal. Reza tau betul seluk-beluk kehidupan Arra, bagaimana sakitnya kehidupan yang gadis itu jalani hingga gadis itu berhasil pada puncak kehidupannya yang sekarang. 

Dan memang karena ia harus menjaga Arra.

"apa kau benar-benar ingin tau Arra?" seru Reza tetap mempertahankan perhatiannya agar tidak menoleh dari taman yang lebih baik ia tatap daripada wajah sendu milik Arra yang membuatnya merasa sedih. Wajah yang ingin sekali ia usap, dan tubuh rapuh Arra yang saat ini sangat ingin ia peluk. Reza akhirnya menatap netra Arra, "Itu,karena aku me---!" 

Brughh-- Reza tiba-tiba terjungkal dari duduk nya. Arra langsung berdiri lalu menatap Vino yang meninju Reza dengan tiba-tiba. Arra menatap Vino dengan tajam lalu segera membantu Reza untuk segera berdiri. Arra semakin merasa benci pada Vino ketika melihat sudut bibir Reza yang berdarah. "Apa yang kau lakukan hah?" teriak Arra membentak Vino membuat mereka bertiga menjadi pusat perhatian. 

"K-kau bahkan tidak mendengar penjelasan ku Arra, tapi kau malah langsung menyimpulkannya sendiri dan kau sama-sekali tidak mengangkat panggilan dari ku. Aku kira kau butuh waktu untuk mendengar alasanku, tapi  kau malah duduk dengan lelaki buaya ini. Aku sudah memberitahumu bahwa kau seharusnya menjauhi lelaki sialan ini, dia bukan manusia Arra!" seru Vino sambil menatap Arra 

"Bukan manusia katamu? Apa kau tidak salah bicara Vino? Kau lah yang bukan manusia, aku kira aku bisa mempercayaimu sepanjang sisa hidup ku. Tapi kau malah menusukku dari belakang!" seru Arra sambil menampar wajah Vino dengan kuat. 

Vino menatap Arra tidak percaya,lalu memegang wajah nya yang baru saja di tampar oleh Arra. "k-kau menampar ku Arra?" seru Vino dengan hati yang seketika merasa sakit. Baru kali ini ia di tampar dan itu adalah tamparan paling menyakitkan sepanjang hidupnya. Vino lalu menatap Reza yang tersenyum mengejek. 

"Percaya pada ku Arra, kau bisa membenciku setelah ini,kau bahkan bisa menjauhi ku. Tapi kau harus percaya pada ku bahwa Reza itu bukan manusia. Aku melihat sendiri, Rezalah yang menghabiskan stok darah di dalam ruang penyimpanan, kumohon Arra kau harus percaya!" seru Vino tidak ingin mencari masalah dengan Reza. 

"Bualanmu begitu bagus Vino, ada apa lagi? Kau mau mengatakan bahwa semua dokter di rumah sakit ini juga bukan manusia? Dengar baik-baik, kau lah yang bukan manusia dan aku menyesal pernah menyukaimu. Mulai saat ini, aku , kau dan Karin tidak punya hubungan apa-apa lagi dan jangan pernah untuk mencampuri urusan ku!" seru Arra menarik tangan Reza dan menjauhi taman. 

Vino tidak berbohong, ia memang melihat bahwa Reza meminum semua darah di ruang penyimpanan dan bahkan tadi ia melihat mata Reza berubah warna. Vino rela jika Arra berakhir dengan membencinya, namun ia tidak bisa membiarkan gadis itu dengan Reza. 

Karena ia yakin bahwa Reza bukannya manusia biasa. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status