Share

SIXTH CHAPTER

Another World 

Arra berjalan di belakang sosok lelaki tua yang mengaku sebagai kakek nya. Sekarang ia benar-benar merasa bahwa semua ini seperti drama saja. Ia menatap Reza yang berada di belakang nya dengan kepala yang terus menunduk dan tidak berani menatap nya sejak tadi. Tepatnya semenjak lelaki paruh baya itu memasuki kamar tempat ia dirawat. 

Arra lalu menatap setiap lorong yang mereka lewati, jam besar yang berada di setiap ding-ding menyadarkan Arra bahwa sekarang sudah hampir pergantian hari. Dan itu sekitar 3 menit lagi dan ia tidak tahu kemana mereka membawanya sekarang. Apa-pun maksud dan tujuan mereka, Arra hanya berdoa dalam hati bahwa ia akan baik-baik saja. 

Langkah Arra terhenti ketika langkah pria tua di depannya juga berhenti tepat di depan sebuah pintu besar dengan ukiran-ukiran aneh yang tidak pernah Arra lihat sebelumnya. Lelaki paruh baya itu membalikkan badannya lalu menatap nya dengan wajah sendu nya. "Kau sudah siap nak?" seru nya sambil menatap Arra sendu. 

"Aku sama-sekali belum paham apa yang kakek bicarakan pada ku. Berubah? Sebenarnya aku akan berubah menjadi apa? Sesuatu yang luar biasa?" ujar Arra dengan sebelah alis yang naik terangkat. Lelaki tua itu tersenyum sambil menatap nya membuat kerutan garis di wajah nya begitu terlihat jelas. Garis wajah yang menandakan bahwa usia lelaki di depannya tidak lagi muda. Warna rambut putih panjang beserta tongkat yang ia pakai untuk membantunya berjalan membuat Arra hanya bisa menggumankan kata 'Beruntung sekali jika ia masih bisa melihat orang-tuanya'.

"Aku berharap bahwa kau bisa menerimanya cepat atau lambat nak, tapi untuk sekarang kita tidak punya banyak waktu karena sebentar lagi usiamu akan bertambah dan itu adalah waktumu untuk mengetahui jati diri mu sendiri!" Seru nya sambil mengulurkan tangannya berharap bisa menggenggam tangan cucunya untuk yang pertama kali dan terakhir kalinya. 

Arra antara ragu dan tidak yakin. 'Ragu' karena ucapan mereka yang terkesan tidak masuk akal dan tidak pernah ia pikirkan sebelumnya dan 'tidak yakin' karena ia sama-sekali belum bisa memastikan keraguan dalam hati nya yang bergemuruh sejak ia sadar dari kecelakaan yang jika ia pikirkan dengan logika. Bisa jadi ia merasa bahwa apa yang mereka katakan memang benar adanya. Karena Arra tidak merasa sedikit pun sakit di badannya. Padahal, ia sendiri adalah dokter. Bisa ia bayangkan jika orang lain yang mengalami kecelakaan itu pasti mereka akan mengalami koma selama beberapa minggu atau bahkan berbulan-bulan. Karena saat itu, Arra masih sadar betul bahwa badannya terlempar dengan kuat ke seberang jalan. 

"Belum yakin nak?" 

Suara itu membuat Arra harus kembali pada kenyataan yang ia hadapi sekarang, dengan perlahan setelah menarik nafas nya dalam dan meyakinkan hati nya. Arra lalu menganggukkan kepalanya dan menerima  uluran tangan lelaki tua itu bersamaan dengan daun pintu yang terbuka secara otomatis. Mata Arra sekarang semakin membelalak tidak percaya, di depannya. Semua orang berambut putih segera berdiri dan membungkuk hormat begitu pintu itu terbuka. 

"Mari Arabella, kakek yakin kau pasti bisa!" ujar nya membuat Arra yang lagi-lagi terhenyak dari lamunan dan rasa terkejutnya. Arra berjalan beriringan di atas karpet merah yang menjulang dari pintu sampai di depan anak tangga yang menjulang tinggi. Dengan genggaman tangan Arra yang semakin mengerat, mereka terus menapakkan kaki nya melewati anak tangga satu-persatu. Hingga Arra dan Kakek nya 'Yang mulia De Bond' sampai di anak tangga paling tinggi. 

Mereka lalu membalik badan, dan Arra baru sadar bahwa Reza tidak ikut naik bersamanya. Lelaki itu hanya berdiri di anak tangga pertama sambil menunduk hormat dan sampai sekarang lelaki itu bahkan tidak menatap nya sama-sekali. Namun sebelum Arra mengalihkan perhatiannya, ia sempat melihat Reza menaikkan wajah nya dan mengangguk pada nya membuat Arra sekarang lebih rileks dari beberapa menit sebelumnya. 

"Kau sudah siap?" bisik Kakek Arra sekali lagi untuk meyakinkan cucu satu-satu nya itu. 

"Siap kek!" seru Arra berusaha untuk meyakinkan hatinya dan berusaha percaya dengan penjelasan kakek nya beberapa menit yang lalu. 

"Baiklah, kalau begitu. Ikuti setiap apa yang ku ucapkan nanti nya!" seru nya dan Arra kembali menganggukkan kepala nya 

Yang mulia De Bond langsung melepas pegangan tangannya dari Arra. Dengan gerakan tangan yang memutar, sebuah tongkat berujung runcing langsung berada di tangan lelaki tua itu. Yang mulia De Bond memejamkan mata nya bersamaan dengan angin yang langsung berhembus kencang dan petir yang terasa menyambar bersahutan dan Arra merasa sedikit gugup saat ini. Sejauh matanya memandang, semua orang yang berada di bawah sana juga melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan oleh kakek nya. 

"Saya, Penguasa dari kaum penyihir. Ras yang dulu adalah sebuah anugerah dari MoonGoddess karena atas berkat Nya, hamba diberi keturunan untuk melanjutkan kepemimpinan hamba. Dengan ini, Saya. yang mulia De Bond menyerahkan apa yang seharusnya milik cucu saya, Arabella Switch!" ujar lelaki itu 

Arra mulai merasakan tatapan nya mulai mengabur setelah selesai mengucapkan kata-kata itu. Dengan perlahan, rambut nya juga memutih dan ada sebuah mahkota di atas nya. Suara petir yang tadi sempat reda kini kembali bersahutan dengan begitu kuat. Angin  berhembus dari segala arah, awan hitam dan putih seperti berperang untuk mengisi siapa yang paling dominan. Arra mengeratkan pegangannya pada besi yang berada di sebelah nya karena merasa bahwa angin yang begitu kuat seolah menusuk kulitnya. Arra semakin berpegang kuat, angin, awan abu-abu, dan petir terasa memasuki badannya. 

"Arghhhhhh!" teriak Arra saat semua elemen-elemen itu memasuki tubuh nya. Arra berusaha sekuat mungkin untuk tetap mempertahankan posisi nya. Semua elemen itu memasuki tubuh nya dan membuat Arra merasakan kesakitan yang luar biasa. Dadanya terasa ditusuk, Arra merasa sesak menghimpit paru-paru nya. "A-apa ini? A-aku tidak bisa melihat!" ujar Arra panik karena pandangan nya gelap. Tidak lama kemudian, suara petir kembali terdengar saling bersahutan bersamaan dengan hujan lebat yang turun deras.  Arra merasakan pening yang luar biasa begitu ia sadar bahwa ada sesuatu yang juga memaksa masuk ke dalam diri nya. Kesadaran Arra semakin tipis, namun perlahan pandangan nya sudah mulai kembali. 

Tatapan Arra lalu tertuju pada kakek nya yang jatuh tergeletak di depannya. Dengan badan yang masih lemas, Arra berusaha untuk menggapai lelaki tua itu. Namun awan langsung memasuki tubuh nya dengan paksa membuat Arra kembali berteriak dengan begitu keras. Rasanya begitu sakit, sesak yang tadi membuat nya kesulitan bernafas kini semakin membuat nya merasa bahwa hidupnya tidak akan lama lagi. Arra berusaha tetap berdiri, lalu berusaha meraih lelaki tua itu. 

Namun belum sempat tangan Arra menyentuh nya, lelaki itu sudah sirna begitu saja dan bersamaan dengan sebuah butir kristal yang terbang dan berusaha untuk memasuki tubuh nya lagi. Kali ini rasa sakit nya membuat Arra tidak bisa merasakan tubuh nya lagi, hal terakhir yang ia lihat adalah Reza yang berada di depannya serta bunyi suara pedang yang saling menyahut dari arah bawah. 

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status