Share

MENCURIGAKAN

last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-08 19:25:26

Beberapa Hari Kemudian

Pagi itu, langit cerah untuk pertama kalinya setelah berminggu-minggu hujan. Cahaya matahari menembus jendela paviliun, membingkai siluet Nadine yang tengah menimang Arsa di kursi goyang.

Rayhan berdiri di ambang pintu. Tanpa sadar ia tersenyum melihat pemandangan itu—sebuah ketenangan yang selama ini terasa asing. Nadine tidak menyadari kehadirannya sampai pria itu berdehem pelan.

"Kau tahu,” ujar Rayhan, menyandarkan tubuh di kusen pintu, “aku pernah membayangkan momen seperti ini, saat bersama istriku.”

Nadine terdiam, jadi canggung dan tak tahu harus merespon apa. Matanya hanya tertuju pada Arsa yang telah lelap dalam pelukan.

"Aku tidurkan Arsa dulu," ucap Nadine sambil beranjak menuju ranjang bayi. Setelah menaruh si mungil, ia balik badan. Rayhan masih berdiri mematung di ambang pintu.

Pria tampan ini tersenyum samar dan itu membuat Nadine jadi semakin salah tingkah. Bagaimanapun, dirinya wanita dewasa dan sudah pernah mengarungi hidup berumah tangga.

Ia merasa interaksi Rayhan terhadap dirinya, telah lebih dari seorang sahabat, seperti pengakuan pria itu. Nadine tidak mau dijadikan pelampiasan rasa kesepian Rayhan. Apalagi pria itu masih terbelenggu kisah masa lalu dengan mantan istri.

“Maaf,” kata Nadine akhirnya. “Kalau kehadiranku membuatmu merasa bersalah.”

Rayhan mendekat, duduk di tepi tempat tidur. “Bukan bersalah. Hanya ... aneh. Dulu aku takut membayangkan rumah ini sepi. Namun ternyata, aku lebih takut saat rumah ini mulai terasa hangat kembali.”

Nadine menoleh. Ada sesuatu di mata Rayhan yang membuat jantungnya berdebar lebih cepat.

“Aku tidak ingin menggantikan siapa pun,” bisik Nadine. “Aku hanya ingin berada di sini. Untuk Arsa sampai ...,"

Ucapan Nadine belum selesai, saat Rayhan mendaratkan kecupan lembut pada bibirnya. Jantung Nadine bagai mau terlepas, mendapat serangan mendadak barusan. Kedua pipi merona merah seketika.

Rayhan tersenyum dan sebelum berlalu berucap, “Sudah saatnya kita berdua belajar mencintai sebagai pasangan."

---

Malam Hari

Mereka makan malam di dapur terbuka paviliun, dengan cahaya lampu redup dan suara halus musik klasik dari MP3 player. Nadine tertawa saat Rayhan dengan canggung mencoba membuat mie instan.

“Seorang CEO rumah sakit, tapi tidak bisa memasak bahan instan?” goda Nadine.

"Hey, aku bisa menyelamatkan hidup bayi, bukan merebus mi instan,” sahut Rayhan sambil menyerahkannya ke Nadine yang tertawa geli.

Malam itu terasa ringan. Seperti luka mereka diberi izin untuk bernapas sejenak. Tak ada tangis, tak ada kenangan pahit—hanya dua hati yang mulai saling membuka. Namun, Nadine masih jaga jarak karena tak ingin hubungan asmara dalam bayang-bayang mantan istri Rayhan.

---

Beberapa Minggu Kemudian

Hubungan mereka semakin erat. Rayhan mulai mengantar dan menjemput Nadine ke sesi konseling. Nadine juga sering membawakan makanan kecil ke ruang kerja Rayhan.

Namun, tidak semua berjalan mulus. Suatu hari, Nadine menemukan selembar foto lama di laci kerja Rayhan—foto Rayhan bersama teman-temannya, termasuk almarhumah istrinya dan juga Raline. Di balik foto itu tertulis:

Untuk Rayhan, masih ingat moment ini? Jangan takut mencintai lagi setelah istrimu pergi. With love, Raline.

Nadine terdiam lama. Ia tahu, dalam hatinya sedang tumbuh benih cinta. Dia pun juga tahu bahwa kenangan tentang perempuan itu masih hidup dalam hati Rayhan. Namun, tulisan dari Raline menyiratkan sesuatu.

Ada hubungan apa antara Rayhan dengan selingkuhan suaminya itu? Tanya Nadine dalam hati.

---

Sore Itu

Di bawah pohon flamboyan di taman rumah sakit, Rayhan datang menghampiri Nadine yang duduk sendiri. Nadine mengembalikan foto itu tanpa berkata apa-apa.

"Dia akan selalu ada dalam hidupku,” ucap Rayhan tenang. “Tapi bukan berarti aku tidak punya ruang untuk cinta yang baru.”

Nadine menatapnya, menunggu.

"Dan kau, Nadine... kau adalah ruang itu.”

Rayhan meraih tangan Nadine dan disingkirkan secara halus oleh Nadine.

"Aku tahu soal itu. Tolong jelaskan maksud dari kata-kata yang tertulis itu? Kayaknya istimewa banget. Perlu kamu tahu, Raline itu sepupu aku, yang sekaligus sebagai wanita ketiga dalam rumah tangga kami."

Rayhan terdiam beberapa saat untuk mencerna penjelasan dari wanita di sebelahnya. Kemudian ia tersenyum tipis lalu berkata, "Raline itu soulmate mendiang istriku. Memang beberapa bulan ini sedang mendekatiku. Aku telah menolaknya."

"Kenapa pula foto itu ada dalam laci kerja kamu?"

"Aku dapat surat dari Raline. Suratnya sudah aku robek. Foto itu, sengaja aku simpan untuk Arsa."

"Ya, sudah kalo gitu. Kirain kamu ada hubungan khusus dengan Raline."

Rayhan tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Nadine. "Mana ada? Aku sudah tahu gimana gaya hidup Raline. Dulu aku berteman dengan dia, demi menghargai persahabatan mereka."

"Aku hanya inginkan kamu, Nadine. Kapan kita bisa menikah?"

"Kita pikirkan sambil jalan, ya," balas Nadine. Wanita ini secara diam-diam akan mengamati perkembangan dari gerakan licik Raline. Dia berpikir, wanita culas itu selalu punya cara buat mencari uang dari para pria tajir.

Arvan mau di kemanain? Nadine hanya bisa geleng-geleng kepala.

---

Beberapa Bulan Kemudian

Arsa tumbuh sehat. Tawa bayi itu memenuhi setiap sudut paviliun. Nadine sudah kembali mengajar paruh waktu di sekolah anak-anak. Rayhan, perlahan, membuka kembali dirinya terhadap dunia.

Suatu sore, Nadine kembali dari mengajar, mendapati ruangan tengah dipenuhi kelopak bunga matahari. Di meja kecil, secarik kertas dengan tulisan tangan Rayhan.

"Untuk Nadine, yang membawa matahari di tengah hujan hidupku. Jika kau bersedia, tetaplah di sini. Bukan hanya sebagai ibu susu. Tapi sebagai ibu—dan cinta—untuk kami berdua."

Nadine menatap Arsa yang tertidur di buaian, lalu tersenyum. Air matanya mengalir. Bukan karena kehilangan. Namun pada akhirnya, ia menemukan rumah.

Dalam euforia hati oleh perilaku manis Rayhan, tanpa disadari oleh Nadine, telah ada seorang baby sitter berdiri di ambang pintu. Saat Nadine memang menuju depan dengan maksud menuju beranda untuk menikmati senja.

"Oh! Sejak kapan di sini?" tanya Nadine dengan ekspresi kaget.

"Maaf, Nyonya Nadine. Dari tadi saya panggil-panggil gak ada sahutan," jawab baby sitter.

"Mbak tadi belum jadi pulang?"

"Saya sudah sampe pos jaga. Dikasih tahu sekuriti, ada yang cari Tuan Rayhan. Barangkali Nyonya kenal."

"Cowok apa cewek?"

"Cewek, Nyonya," balas baby sitter dengan tak enak hati. Ia tahu betul, saat ini Rayhan sedang menjalani hubungan serius dengan Nadine. "Tapi, maaf, Nyonya. Kayak cewek kaga bener. Ini tadi kalo gak dihadang sekuriti, sudah mau nerobos kemari."

Seketika kening Nadine berkerut. "Dia ada sebut nama?"

"Enggak. Cuma bilang kalo dia datang mau kasih surprise buat Tuan," jawab baby sitter. "Lebih baik, bilang Tuan gak ada saja, ya? Kebetulan juga Tuan sedang keluar rapat dengan klien."

"Tadi sekuriti sempat bilang soal saya sama dia?"

"Kayaknya sih, iya. Soalnya cewek itu bilang ke saya, suruh panggil Nyonya."

"Siapa, sih?" tanya Nadine yang gegas melihat rekaman CCTV dari layar ponsel. Saat tahu penampakan wanita itu, Nadine terkejut bukan main.

"Ya, sudah. Tolong bilang ke dia, saya sedang keluar dengan Arsa. Tuan Rayhan sedang rapat."

"Baik, Nyonya. Saya pamit pulang juga."

"Ya, terima kasih, ya. Hati-hati di jalan."

"Sama-sama, Nyonya."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • DONATUR ASI JADI CINTA CEO    P3K UNTUK YAROS

    Yaros tertawa kecil, lalu berkata, “Aku harus ganti baju karena terkena debu. Mau lihat perut sixpack?”Nadine pun tersipu malu, begitu melihat Yaros mulai membuka pakaiannya. Ia buru-buru masuk mobil. Yaros dengan berlari ke balik pohon, lalu gegas berganti pakaian dari paperbag.Setelah berpakaian rapi, ia ulurkan paperbag kepada pria kekar. Ia pun masuk mobil lalu duduk di samping Nadine.Mobil melaju kencang menembus hutan, meninggalkan suara sirene jauh di belakang. Dari jendela gelap, Nadine hanya melihat bayangan pepohonan berkelebat.Sepanjang perjalanan, Nadine bisa merasakan tatapan Yaros. Tidak menekan, dan juga tidak bisa diabaikan. Tatapan yang sama seperti saat ia menahan lorong runtuh dengan tubuhnya—penuh ketegangan, tetapi juga keengganan untuk melepaskan.Setelah hampir satu jam, mobil berhenti di depan sebuah rumah megah bergaya klasik yang tersembunyi di balik pagar besi tinggi. Bukan kastil, melainkan rumah pribadi Yaros. Bangunan tiga lantai dengan jendela-jendel

  • DONATUR ASI JADI CINTA CEO    SOAL RASA

    Yaros melangkah pelan, tidak terlalu dekat, tetapi cukup untuk Nadine merasakan hawa tubuhnya. Pandangan matanya dalam, menelusuri wajah Nadine dengan campuran kagum dan cemas. Sesaat, ia hampir mengulurkan tangan untuk menyentuh pipinya. Namun hal itu berhenti di udara, lalu menurunkan tangannya lagi dengan lirih.Nadine menangkap itu. Tatapan yang tak pernah bohong. Rasa takut kehilangan yang ia lihat di mata Yaros lebih keras berbicara daripada seribu kata.Pria tua itu tiba-tiba berdeham, seolah menyela momen yang terlalu panjang. “Kalian harus sadar, ini bukan waktu untuk terhanyut. Pasukan di luar tidak akan berhenti.”Yaros menarik napas panjang, lalu menoleh pada pria tua itu. “Aku tahu. Tapi ada sesuatu yang harus kau tahu juga.” Ia kembali menatap Nadine, kali ini dengan ketegasan yang nyaris tak bisa disembunyikan. “…ketika aku mulai menyelidiki keberadaanmu, Nadine, tugasku seharusnya hanya membawa pulang seorang calon istri. Tapi ternyata yang kutemukan adalah seseorang p

  • DONATUR ASI JADI CINTA CEO    SEBUAH TANDA

    Nadine merasakan gelombang marah, takut, dan jijik bercampur jadi satu. “Jadi, selama ini aku dalam masa pengejaran? Hidupku hanya eksperimen?”Yaros maju selangkah, suaranya rendah tetapi mantap. “Kau bukan eksperimen, Nadine. Kau adalah kunci. Dan sekarang, kau harus memilih—ikut dengan mereka atau ikut denganku?”Belum sempat Nadine menjawab, dentuman keras menggema dari luar kastil. Jendela bergetar, dan cahaya lampu sorot menembus kabut. Pasukan bersenjata sudah mengepung.Yaros menatap Nadine dalam-dalam. “Mereka sudah datang. Kau putuskan, bebas di dunia luar dalam pengejaran mereka atau tinggal dengan aku dalam kastil sementara waktu, sampai situasi tenang?”Nadine menelan ludah, dadanya sesak oleh pilihan yang mustahil. Napas Cindy tersengal, menggenggam lengannya erat-erat, sementara pria tua itu hanya menunduk, seolah tahu keputusan ini tak bisa ditunda lagi.Di luar, suara perintah militer bergema. Lampu sorot menyorot dinding kastil, menimbulkan bayangan panjang yang men

  • DONATUR ASI JADI CINTA CEO    NADINE DIBURU

    Pria tua itu menoleh cepat. “Ikuti dia! Jalan ini punya jalur keluar, tapi hanya dia yang tahu kode keamanan.”Tanpa waktu berpikir, pria muda itu menarik lengan Nadine menuju tangga darurat di belakang ruangan. Baru saja mereka melangkah, pintu baja di belakang akhirnya jebol—sekelompok pria bertopeng masuk dengan senjata tajam dan senter.“Cepat!” seru pria muda itu. Ia menendang pintu darurat, lalu mendorong Nadine dan Cindy menuruni tangga berkarat yang berderit tiap pijakan.Suara langkah para pengejar bergema keras dari atas. Nadine nyaris terjatuh karena tumit sepatunya. Akan tetapi pria muda itu dengan cekatan memeluknya erat, menahannya. Sekejap, tubuh Nadine merasakan degupan jantungnya yang kuat, hangat, meski di tengah kepanikan.“Fokus sama aku. Jangan lepasin tanganku,” bisiknya lirih, tepat di telinganya. Suaranya dalam dan lembut, membuat darah Nadine berdesir sesaat.Mereka berlari terus, menuruni lantai demi lantai. Cindy terengah-engah di belakang, hampir kehabisan

  • DONATUR ASI JADI CINTA CEO    BANGSAWAN BELARUS

    Setelah berbincang dengan Cindy, Nadine merasa semakin cemas. Ia tahu bahwa foto dan pesan itu adalah kunci dari masa lalunya yang terpendam. Ia pun memutuskan untuk pergi ke kantor lebih cepat, berharap Cindy bisa membantunya menyelidiki siapa yang mengirimkan amplop itu.Setibanya di kantor, Nadine langsung menghampiri meja Cindy. “Kita harus cari tahu siapa yang mengirim ini, Cin,” katanya dengan nada tegas.Cindy mengangguk dan segera membuka amplop itu lagi, memeriksa setiap detailnya dengan teliti. Tiba-tiba, ia menemukan sebuah alamat lama yang ternyata masih aktif di pusat kota.“Bu, sepertinya kita harus ke alamat ini. Saya yakin ini petunjuk penting,” ujar Cindy.Nadine pun setuju, dan mereka berdua bergegas keluar dari kantor. Di tengah perjalanan, Nadine tak henti-hentinya memikirkan masa lalunya, dan perasaan khawatir semakin mencekik lehernya, hingga rasa sesak penyergap ulu hati.Ketika mereka sampai di alamat tersebut, sebuah bangunan tua yang terlihat sepi menyambut m

  • DONATUR ASI JADI CINTA CEO    RAHASIA MASA LALU

    Pagi itu, matahari baru menyembul dari balik gedung-gedung tinggi. Nadine terbangun dengan kepala berat, sisa alkohol masih berputar dalam pikirannya. Matanya terbuka perlahan, menyadari dirinya terbaring di ranjang hotel mewah dengan selimut putih. Di sisi lain ranjang, Alejandro masih terlelap, napasnya tenang. Pemandangan itu membuat dada Nadine sesak. Bagian dirinya merasa bersalah, tetapi bagian lain … merasakan ketenangan yang sudah lama hilang. Tiba-tiba ponselnya bergetar di atas meja samping ranjang. Nama Shen muncul di layar. Nadine menelan ludah, ragu untuk mengangkat. Jemarinya bergetar, tetapi akhirnya ia menekan tombol decline. Air matanya menetes tanpa sadar. “Kenapa harus dia yang selalu menahanku?” bisiknya lirih. Alejandro terbangun perlahan, lalu duduk sambil merapikan rambutnya. Tatapannya langsung jatuh pada Nadine yang tengah menggenggam ponsel dengan mata merah. “Apa kau menyesal?” tanya Alejandro, suaranya datar dan penuh rasa ingin tahu. Nadine meno

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status