Share

AKAL LICIK

last update Last Updated: 2025-06-08 19:26:23

Beberapa Saat Kemudian

Di dalam mobil hitam yang berhenti di ujung jalan menuju paviliun, Raline duduk sambil menatap lurus. Matanya menyipit melihat tampilan Nadine yang terlihat lebih cantik dan bugar dari terakhir kali mereka bertemu.

Wajahnya memerah menahan amarah. Kehidupan Nadine di luar ekspektasinya. Bahkan yang membuat Raline sakit hati, sepupunya itu tinggal di paviliun milik Rayhan.

"Aku pengen kasih kejutan buat Rayhan. Justru aku yang dibuat terkejut sama wanita tak tahu diri ini. Aku gak menyangka, dia tinggal di paviliun. Dasar jalang! Berlagak kayak nyonya besar lagi," gumam Raline geram. Jemarinya mengepal. "Jangan sebut namaku, Raline ... kalo gak bisa bikin hidupmu lebih hancur!"

Ia membuka tas kecil, mengeluarkan sebatang rokok elektronik, mengisapnya dalam-dalam, lalu tertawa sinis.

"Aku akan datang lagi. Saat itu, gak cuma buat ketemu Rayhan. Tapi juga ngasih pelajaran buat kamu, Nadine."

---

Sementara Itu, di Kantor

Rayhan baru saja keluar dari ruang rapat ketika telepon dari Nadine masuk.

"Ya, Sayang?" sapanya dengan nada hangat.

“Ada yang cari kamu di rumah,” kata Nadine langsung, tanpa basa-basi. “Seorang perempuan. Nyaris maksa masuk.”

Rayhan langsung menegang. “Siapa?”

“Aku lihat wajahnya di CCTV. Raline.”

Hening sejenak di sisi Rayhan. Ia menutup pintu ruangannya perlahan.

“Dia sempat bilang sesuatu?” tanya Rayhan, menahan nada khawatir.

“Cuma ketemu sekuriti dan baby sitter. Tapi kamu tahu betul, Raline bukan tipe yang datang bawa bunga. Dia datang bawa masalah,” ucap Nadine dingin.

“Laporkan polisi saja, jika merasa terganggu,” tegas Rayhan.

Nadine mendesah. “Aku gak apa-apa. Kamu yang harus hati-hati. Aku punya firasat buruk. Dan aku tahu betul pola pikir licik dia.”

"Aku akan bereskan ini," ucap Rayhan tegas. “Jangan khawatir! Raline tidak akan bisa menyentuh kita.”

---

Malam Hari

Di sebuah bar mewah di tengah kota, Raline duduk dengan segelas wine. Seorang pria paruh baya dengan jas mahal mendekatinya.

"Kau yakin ini langkahmu?" tanya pria itu. "Aku tak ingin namaku terseret dalam konflik pribadi."

Raline menoleh lambat-lambat, senyum sinis kembali terpampang.

"Rayhan pernah bilang aku bukan siapa-siapa. Aku gak rela pria incaranku jadi milik Nadine."

Pria itu—yang ternyata adalah Leonardo Ananta, paman dari Rayhan—menghela napas.

“Menyentuh Nadine sama artinya kamu nantangin Rayhan. Kau pun siap-siap tenggelam.”

Raline menyeringai. “Lebih baik aku tenggelam, daripada melihat Nadine duduk manis di kursi yang seharusnya jadi milikku.”

---

Beberapa Hari Kemudian

Sebuah dokumen misterius dikirim ke meja rumah sakit, milik Rayhan. Tanpa nama pengirim dan penjelasan.

Saat Rayhan membukanya. Ia mendapati beberapa foto-foto Nadine sedang berada dalam sebuah bar dan kamar hotel. Foto dalam kamar hotel, dalam keadaan bugil bersama seorang pria.

Bukankah ini Arvan, mantan suaminya? Kenapa pula ada lembaran uang dalam genggaman Nadine?

Meski sempat kaget. Bebarapa saat kemudian, alis Rayhan berkerut. Ia merasa ada yang tidak beres.

Pada lembar belakang salah satu foto, ada sebuah catatan tangan: Apakah kamu yakin akan menikah dengan wanita jalang?

Rayhan menatap foto itu satu per satu. Tubuhnya membeku. Ia membaca ulang catatan di belakang foto.

Tangannya sedikit gemetar. Ia menekan interkom.

"Pak, tolong kirimkan rekaman CCTV front office pada saat kurir atau siapa pun yang mengantarkan dokumen saya."

Suara sekuriti menjawab dengan cepat, “Baik, Tuan.”

---

Sementara Itu, di Paviliun

Nadine sedang mengganti popok Arsa ketika telepon dari Rayhan masuk. Ia menjawab cepat, “Halo, Sayang. Mau makan siang di mana?"

Namun, ia mendengar nada suara di ujung sana terdengar dingin dan berat.

“Kita perlu bicara. Sekarang.”

Nadine terdiam, instingnya langsung waspada. “Tentang apa?”

“Kamu dan mantan suami kamu. Kita perlu terbuka soal hubungan kalian."

---

Beberapa Jam Kemudian

Rayhan pulang lebih awal. Nadine sudah menyiapkan teh di ruang tamu, berusaha tetap tenang meski jantungnya berdebar.

Rayhan duduk tanpa bicara. Ia mengeluarkan foto-foto itu dari map.

“Ini dikirim anonim ke meja rumah sakit. Ada hal yang perlu aku tanyakan ke kamu.” Ia meletakkan semua itu di meja.

Nadine seketika syok melihat foto-foto itu. Begitu sampai ke catatan tangan itu, wajahnya langsung pucat.

“Kamu pikir aku wanita gak benar?” Suaranya bergetar, tetapi ia menahan air mata.

“Aku gak sepicik itu mengambil kesimpulan,” balas Rayhan cepat. “Tapi aku perlu tahu lebih banyak tentang rumah tangga kalian, terutama Arvan."

Nadine menarik napas dalam-dalam, lalu duduk perlahan di samping Rayhan. Matanya menatap kosong pada foto-foto di meja. Tangannya menggenggam cangkir teh yang mulai mendingin.

"Terus terang ini membuka lukaku kembali. Saat itu Mas Arvan dalam kondisi mabuk berat. Di saat yang sama, aku dalam keadaan setengah tak sadar, efek dari obat dalam minuman. Raline telah menjebak aku dengan undangan pesta di bar. Mungkin dia pula yang menyuruh orang untuk memasukkan aku ke kamar hotel. Malam sial," gumam Nadine dengan kedua mata berkaca-kaca.

Rayhan masih menatapnya lekat-lekat. Rasa kecewanya atas kiriman foto-foto itu berganti rasa terenyuh dengan nasib yang dialami oleh Nadine.

Wanita itu mulai bicara kembali, setelah mengusap air mata yang menetes. Suaranya pelan dan tegas. “Belakangan kuketahui, yang memberi obat itu Raline. Saat aku periksa kandungan ke rumah sakit, ketahuan oleh kerabat keluarga Mas Arvan. Orang tuanya memaksa kami untuk menikah demi garis keturunan keluarga. Sementara, orang tuaku menganggap itu aib. Sejak itu gak menganggapku anak. Bagi Mas Arvan, aku ini istri sebatas status dalam akte nikah saja."

Nadine semakin berurai air mata. Rayhan memeluk Nadine erat, seolah-olah ingin membalut luka yang selama ini tersembunyi di balik tatapan sendu wanita yang dicintainya itu. Ia tak menyangka, masa lalu Nadine begitu kelam—dan nama Raline ternyata telah lama menodai hidupnya.

“Aku gak pernah ingin, kamu tahu semua dengan cara seperti ini,” bisik Nadine lirih di pelukannya. “Tapi semuanya udah telanjur."

Rayhan mengusap punggungnya pelan. “Kamu gak sendiri sekarang. Aku di sini.”

Beberapa menit berlalu dalam keheningan. Kemudian Rayhan berkata pelan, “Aku akan cari tahu lebih lanjut soal orang yang mengirim foto-foto ini. Jika Arvan tahu ini pun, pasti bereaksi keras. Ini bisa menghancurkan karir dan status sosial dia. Tapi satu hal yang pasti, aku tidak akan melepaskan kamu, Sayang.”

---

Keesokan Harinya

Di balkon sebuah apartemen di tengah kota, Raline duduk di kursi rotan, memandangi foto lama—Amelia, Rayhan, dan dirinya dalam satu bingkai. Ia mengusap wajah Rayhan dalam foto.

"Kamu harus jadi milikku," ucap Raline lalu mengecup foto Rayhan.

Ponselnya berbunyi. Ia mengangkat dengan malas.

“Semua sudah dikirim?” tanyanya dingin.

“Sudah. Tapi Tuan Rayhan tidak bereaksi seperti yang kita perkirakan,” jawab suara pria di seberang. “Malah terlihat makin lengket dengan Nadine.”

Wajah Raline menegang. “Kalau begitu, kita naikkan level permainan. Kirimkan salinan rekaman malam itu.”

Pria itu ragu. “Tapi bukti itu bisa memberatkan kamu sendiri."

Raline mendesis. “Biar. Aku gak peduli. Selama itu bisa menarik Nadine jatuh lagi ke lubang yang dulu dia tinggalkan.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DONATUR ASI JADI CINTA CEO    TITIK TERANG

    Beberapa Jam Kemudian – Di Gudang KosongUdara di dalam gudang tua itu terasa lembap dan dingin. Bau besi karat, oli, dan debu memenuhi hidung. Di tengah ruangan, Nadine duduk di kursi besi, tangannya terikat di belakang. Di depannya ada seorang wanita berambut pirang dan berkacamata hitam. Ia bukan orang asing.Raline.“Apa kabar, Nadine?” tanya Raline dengan senyum sinis. “Kamu terlalu banyak berharap dari posisi yang hanya bersifat kontrak. Kamu pikir kamu siapa? Hanya pendonor. Hanya proyek sosial.”“Proyek?” Suara Nadine serak.“Iya, dong! Emang kamu, kasih ASI gratisan? Selama ini Rayhan membayar mahal setiap tetes susu yang dinikmati anaknya, di luar biaya pelunasan pengobatan kamu.” “Kau ?! Manusia macam apa kamu …?”Raline mendekat, menepuk pipinya pelan. “Aku wanita yang tahu apa yang pantas dimiliki. Dan kamu ... sayangnya bukan bagian dari dunia kami.”Kemudian Raline menyodorkan sebuah laptop. Pada layar tertera aplikasi email.“Buat surat pengunduran diri! Ketik dan kir

  • DONATUR ASI JADI CINTA CEO    KECURIGAAN RAYHAN

    Rayhan mengatupkan rahangnya. Ia menutup laptop dengan kasar, lalu bangkit berdiri."Ke mana kamu pergi, Nadine?” gumamnya penuh frustrasi.Ia berjalan mondar-mandir di ruang kerja seperti orang panik. Tak ada satu pun pesan Nadine masuk ke ponselnya. Ia mencoba menelepon, tetapi nadanya langsung tidak aktif. Bahkan kontak WhatsApp-nya pun hilang—diblokir.“Pak?” Suara Santi, sekretaris pribadi Rayhan, muncul dari balik pintu. “Semua barang Bu Nadine sudah benar-benar diambil. Rumah dinas juga sudah dikembalikan kuncinya pagi tadi.”Rayhan hanya mengangguk pelan. Ia tak sanggup menjawab.Ketika Santi keluar, Rayhan berjalan menuju kamar bayi. Arsa sedang tertidur lelap di dalam boksnya. Pria itu duduk di kursi goyang di samping anak itu, memandangi wajah mungil yang tak tahu apa-apa.“Maafin Papa, Nak,” bisiknya lirih. “Mama Nadine sudah pergi.”Tangannya mengusap lembut kepala Arsa yang penuh rambut halus. Ingatannya kembali ke malam terakhir, ke aroma tubuh Nadine, ke bisikan-bisika

  • DONATUR ASI JADI CINTA CEO    HABISKAN MALAM

    Sebelum pintu kamar tertutup rapat, Nadine yang baru datang, buru-buru masuk. Rayhan tersenyum melihat kehadirannya. Ia menarik tangan wanita itu dengan kasar. Gerakan spontan itu membuat tubuh mereka bersamaan terempas ke atas ranjang empuk hotel bintang lima ini.Nadine meringis sejenak, bukan karena sakit semata, tetapi karena kejutan atas betapa buasnya sisi Rayhan yang baru saja dilihatnya.“Enggak bisakah kau sedikit lebih lembut?” bisik Nadine, setengah protes. Sisi kelakian Rayhan semakin tertantang karenanya.Rahyan tak menjawab. Tatapannya yang gelap penuh nafsu seakan-akan menelan semua protes dari Nadine. Tubuh Nadine dibalik dengan mudah, seolah-olah wanita itu tak lebih dari boneka di tangannya. Helaan napas Nadine tercekat ketika Rayhan membuka pahanya, memperjelas jarak di antara mereka yang semakin menguap—tak ada lagi ruang bagi logika, hanya letupan yang semakin membakar.Rayhan membungkuk, mencengkeram pinggang Nadine dengan kuat. Mata pria itu menatap wanitanya da

  • DONATUR ASI JADI CINTA CEO    SAAT BERSAMA

    Sore itu, setelah memastikan baby sitter pergi, Nadine berdiri di balik jendela sambil menatap wanita yang masih mondar-mandir di gerbang paviliun. Meski penampilannya lebih glamor dari terakhir kali mereka bertemu, Nadine sangat mengenali wanita itu—Raline.Matanya membulat penuh emosi. Wajah yang sama yang pernah merenggut suaminya, yang bahkan berkonspirasi dalam kematian Elio. Nadine menutup tirai perlahan, berusaha mengatur napas yang mulai memburu.Ponselnya bergetar. Panggilan dari Rayhan.“Sayang, aku baru selesai rapat. Mau kutemani pemeriksaan Arsa di rumah sakit?” tanya Rayhan.Nadine menjawab dengan nada datar, “Nggak usah, Arsa lagi tidur. Aku ada hal penting yang harus kubereskan di rumah. Nanti aku kabari.”“Ada masalah?” Rayhan bertanya pelan, tanggap pada nada Nadine.“Belum tentu … tapi kemungkinan iya.”Selesai menutup telepon, Nadine langsung menghubungi security paviliun.“Pak, minta tolong. Jangan sampai perempuan di depan gerbang itu masuk! Saya tidak izinkan di

  • DONATUR ASI JADI CINTA CEO    RALINE SAKIT

    “Ini cukup untuk memutarbalikkan kenyataan,” gumamnya sambil tersenyum sinis.Tak lama, ponselnya berdering. Tampak Leonardo sedang menghubunginya.“Sudah siap untuk konferensi pers?” tanya suara di seberang.Raline mengangguk, meski ia tahu Leonardo tak melihat itu. “Setelah ini, Nadine akan terlihat seperti wanita yang menjebak dua pria demi harta. Kita hanya perlu satu ledakan terakhir.” Leonardo tertawa pelan. “Dan saat ledakan itu terjadi, tak ada yang bisa menyelamatkannya. Apalagi ketika polisi menemukan ‘barang bukti’ di tempatnya.” **Sejak Rayhan merasa keselamatan Nadine dan Arsa terancam, ia mengajak mereka pindah ke rumah mewahnya. Keamanan mereka lebih terjamin di rumah pribadi dengan pengawasan ekstra.Nadine baru akan menyusui Arsa, ketika terdengar suara mobil berhenti di luar pagar. Interkom dari pos jaga menghubunginya."Ada kurir mencari Anda, Nyonya."Nadine segera menatap layar pengawas. Seorang kurir berdiri di depan gerbang."Amati dia! Benar kurir atau bukan

  • DONATUR ASI JADI CINTA CEO    KELUARGA TOXIC

    Rayhan menerima kiriman email dari pengirim anonim. Kali ini, bukan dokumen medis—melainkan sebuah rekaman CCTV buram, dari lorong hotel di malam yang sama yang diceritakan Nadine.Dalam rekaman itu, terlihat Arvan yang setengah mabuk berjalan sempoyongan ke sebuah kamar hotel. Tak lama, seorang wanita muncul—bergaun gelap, membawa gelas minuman. Wajahnya hanya terlihat sebagian, tetapi Rayhan mengenali gaya berjalan dan siluet rambutnya, Raline.Ia menonton video itu dengan pandangan tajam. Kemudian di video kedua, yang membuat kedua matanya hampir terlepas, tampak seorang wanita dengan penampilan berantakan keluar dari kamar yang dimasuki oleh Arvan semalam.Detik demi detik terasa menusuk hati Rayhan. Tidak hanya karena kemungkinan jebakan itu nyata—tetapi juga karena bagaimana kehidupan Nadine telah dihancurkan oleh orang yang mengaku “keluarga”.***Beberapa Hari KemudianDi ruang kerjanya, Rayhan menatap layar komputer dengan tatapan kosong. Video dari email anonim itu terus ber

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status