Share

Sekretaris CEO

Author: Rose Bloom
last update Last Updated: 2025-04-18 09:05:34

"Segera, dan secepatnya datang ke sini!"

Naren yang mendengar suara tegas dari seberang telepon hanya bisa menganga lebar. Telepon pun diputus secara sepihak, Naren tidak bisa berkutik. Di dalam otaknya berpikir dan mengingat-ingat apa mungkin dia telah membuat kesalahan.

Sayangnya, Naren sangat bersih. Dia mengajukan cuti karena sakit beberapa hari. Sebelum itu pun dia tidak melakukan kesalahan pada pekerjaannya. Namun, suara atasannya barusan seperti dia telah melakukan kesalahan besar.

Naren buru-buru merapikan barang-barang, tak lupa dia merias diri meskipun masih tampak pucat. Ryo yang baru keluar dari kamar mandi pun tertegun karena sang istri terlihat sangat panik.

"Kamu sudah mau masuk kerja?" Naren hanya menganggukkan kepala. Tidak ada waktu untuk berbasa-basi, sang bos bisa memecatnya jika Naren terlambat.

"Bukannya sudah ajukan cuti? Kamu belum pulih."

"Atasanku terdengar sangat marah." Naren menghentikan tangannya yang mengotak-atik tas. "Apa aku melakukan kesalahan?" Naren termenung, degup jantungnya tak bisa ia kondisikan.

Ryo mengusap punggungnya, seketika Naren bersandar lemas. Demi tidak dipecat dari pekerjaannya, Naren harus berangkat dengan kondisinya yang masih tidak stabil.

"Aku antar."

Sesampainya di kantor, Naren disambut dengan tatapan sendu dari rekan-rekannya. Ah sial, pasti ada sesuatu yang membuat mereka semua mengasihani Naren. Naren jadi bertanya-tanya, entah apa yang telah diperbuatnya sehingga atasannya begitu sangat kesal.

Deg deg deg ....

Jantung kian berdetak cepat saat melihat Pak Boni, managernya melangkah tegap kearah Naren. Naren berusaha tersenyum lebar, sembari membungkukkan badannya sebagai penghormatan.

"Ikut saya!" tutur Pak Boni dengan gerakan satu tangan.

"Baik, Pak."

Naren mengikuti ke mana tujuan Pak Boni. Hanya saja yang membuat Naren mengerutkan dahi, mereka berjalan menuju ruang CEO. Apa? Tunggu tidak mungkin, untuk apa mereka pergi kesana? Oh astaga, mungkin Naren akan dipecat karena suatu kesalahan yang Naren sendiri tidak tahu.

Naren banyak spekulasi di otaknya, bisa saja itu kesalahan sang manager, tetapi dilimpahkan kepadanya. Dan Narenlah yang harus menanggung akibatnya. Ya, tidak sedikit kasus seperti ini terjadi. Banyak sekali para atasan yang menyalahgunakan kekuasaannya untuk menumpang tindih kesalahannya terhadap bawahan.

Jika Naren dipecat, sampai kiamat dia tidak akan memaafkan Pak Boni. Dia akan menghantui Pak Boni sampai menjadi gila jika Naren tiada. Ah amit-amit, Naren tidak akan meninggal secepat itu. Baiklah, dia harus menguatkan diri sebelum disembur dengan berbagai hinaan.

"Pak Boni, sebenarnya ada apa? Apa saya telah melakukan kesalahan?"

Senyap.

Naren ingin meninju kepala Pak Boni yang sudah botak tengah itu. Sabar... Hanya itu yang dapat Naren gumamkan di hatinya.

"Masuklah!" Terdengar suara dari dalam ruangan setelah Pak Boni mengetuk pintu.

"Selamat siang, Pak Davin," ucap Pak Boni. Terlihat dari raut wajahnya yang pucat seperti menyimpan ketakutan.

"Bagaimana sudah kamu temukan?"

Apakah dia itu CEO di kantor ini? Naren bertanya-tanya, pasalnya wajah CEO mereka itu selalu disembunyikan dan Naren belum pernah menemuinya. Kalaupun orang di depannya saat ini benar adalah CEO, ini pertama kalinya Naren melihat wajah dari pemilik perusahaan ini.

Tanpa melihat ke arah Naren dan Pak Boni, pria muda yang dipanggil Davin barusan hanya menatap lurus layar tabletnya. Naren tak karuan, dia takut setengah mati. Dia tidak ingin kehilangan pekerjaannya ini.

"Sudah, Pak."

Pria bernama Davin itu mendongakkan kepala. Sorot matanya tajam, dengan garis-garis wajah yang tegas. Naren tercekat sejenak saat beradu pandang dengan sang CEO.

"Dia?" Sambil menunjuk Naren.

"Iya, Pak. Dia salah satu karyawan terbaik di divisi kami."

Naren menoleh kearah Pak Boni. Dia masih tidak mengerti, ujung jari telunjuknya mengusik lengan Pak Boni.

"Pak Boni, apa maksud anda?" bisik Naren yang hanya dibalas dengan tatapan tajam dari atasannya itu.

"Sebentar lagi CEO baru kita akan tiba. Jangan sampai membuat ulah dan membuatnya marah. Kondisikan karyawan dan saya sudah mengkonfirmasi dengan eksekutif yang lain."

CEO baru? Lalu dia siapa?

"Tunggu!" Naren menginterupsi. "Maaf saya tidak mengerti mengapa saya dipanggil ke sini. Tolong jelaskan!"

Davin mengangkat sebelah alisnya, sedangkan Pak Boni gelagapan karena telah melakukan suatu kesalahan.

"Maaf Pak Davin saya terburu-buru sehingga tidak bisa menjelaskan padanya."

"So?"

"Saya akan menjelaskan padanya setelah ini. Tidak akan ada masalah, saya pastikan Pak Davin tidak akan kecewa."

Dengan gerakan satu tangan, Davin mengusir Naren dan Pak Boni untuk segera keluar dari ruangan ini.

Keduanya menurut, terlihat Pak Boni juga tidak ingin berlama-lama di ruangan yang terasa mencekam itu.

"Anda berhutang penjelasan dengan saya."

"Naren." Pak Boni menghentikan langkahnya. "Setelah ini kamu tidak perlu lagi bekerja di divisi kami."

"Tunggu! Saya dipecat? Apa kesalahan saya, Pak?"

"Tidak. Kamu tetap akan bekerja, tetapi sebagai sekretaris CEO yang baru."

"APA?"

Mendadak sekali?

Naren masih tidak percaya, tiba-tiba dia diangkat menjadi sekretaris CEO. Dia sudah sangat nyaman dengan pekerjaan sebelumnya. Bahkan katanya... banyak karyawan yang menyerah menjadi sekretaris CEO.

Banyak rumor bahwa CEO mereka sering menindas dan bertindak semena-mena. Namun, mungkin saja CEO baru mereka lebih baik dari sebelumnya.

"Tidak ada penolakan dan ini perintah! Setelah ini kemasi barang-barang kamu dan segera pindah ke ruangan CEO."

"Tapi, anda tidak meminta pendapat saya terlebih dahulu."

"Apa itu penting? Jika kamu menolak semua karyawan akan menjadi taruhannya."

"Pak Boni," mohon Naren agar dia tidak pindah dari pekerjaannya.

"Hanya kamu satu-satunya karyawan yang bisa saya percaya. Tolonglah saya satu kali ini saja!"

Pak Boni lebih memohon, Naren tidak bisa menolaknya dan mau tidak mau dia harus segera pindah. Menjadi sekretaris akan lebih membuatnya sibuk, dia pun harus belajar lagi menjadi sekretaris yang baik untuk CEO baru mereka.

Di sinilah Naren sekarang, duduk di kursi yang terasa asing baginya. Posisi baru ini tidak membuatnya senang, dia harus memaksakan senyum saat beberapa orang datang menemuinya.

["Bersiaplah turun, CEO baru kita akan datang."] Belum sempat Naren menjawab, telepon dari Davin terputus begitu saja. Entah dari mana pria itu mendapatkan nomornya, mungkin saja dari Pak Boni.

Naren menghela napas, dia keluar dari ruangan dan segera turun ke lobi untuk menyambut CEO baru. Yang Naren tahu, Davin adalah asisten pribadi yang ke mana pun berada di sisi CEO baru mereka ini. Davin tak kalah galaknya, raut wajahnya yang selalu tegas mampu membuat Naren mati kutu. 

"Hei selamat ya," ujar Sisilia menggoda Naren ketika mereka bertemu di lorong. Dulu mereka satu divisi, sampai pada akhirnya Naren pindah posisi.

"Ayolah! Aku tidak menginginkan posisi ini."

"Katanya CEO kita yang baru sangat tampan. Jika aku jadi kamu, aku akan menggodanya. Siapa yang tidak mau menjadi pasangan CEO?"

Naren mencebik kesal, dia menunjukkan cicin di jari manisnya. Sisilia pun tertawa kecil, dia hanya bercanda. Sisilia tahu bahwa Naren sudah menikah, hanya saja dia ingin membuat Naren tertawa, tetapi tidak berhasil.

Semua karyawan telah bersiap. Naren berdiri di samping Pak Boni. Entah mengapa degup jantung Naren berdetak kencang. Ini pertama kalinya Naren harus melayani orang besar di kantornya. 

"Pak Boni," cicit Naren.

"Hem?"

"Mengapa CEO kita diganti, Pak? Emm maksud saya, CEO yang dulu dipecat?" Pak Boni menoleh hendak menatap wajah Naren yang penuh ingin tahu.

"CEO yang dulu itu hanya sementara maka dari itu identitasnya disembunyikan. Namun, yang sekarang ini adalah penerus asli dari tetua sebelumnya. Entah bagaimana prosesnya yang jelas CEO sekarang ini punya kuasa penuh."

Naren menganggukkan kepala, walau tidak paham dengan prosedur eksekutif atau orang-orang penting di kantornya. Yang harus Naren lakukan sekarang adalah menjadi karyawan yang baik. 

Mobil-mobil berwarna hitam tiba, berjejeran seolah mobil yang mengangkut rombongan presiden. Naren menundukkan kepala, detak jantungnya semakin tak karuan. Dia memiliki firasat yang buruk, rasanya ingin menyerah dari pekerjaannya ini padahal dia belum memulainya.

"Selamat datang di Briliant Company." Naren mendongakkan kepala sembari tersenyum saat berhadapan dengan CEO barunya. 

Seperti ada sengatan listrik, Naren tak bisa berpaling. Wajah itu...wajah yang dulu pernah ia kagumi. Tak hanya Naren, pria di depannya ini pun tercekat dan membisu seolah Naren adalah orang lama yang selalu ia cari-cari. 

"D-deo?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DUA CINTA DUA SAMUDRA   Sebuah Solusi

    "Lalu apa? Tuan?" Deo memandangnya sinis seolah Naren telah melakukan kesalahan besar. Tidak penting apapun panggilannya terhadap pria itu, Naren tidak salah sama sekali bahkan panggilan bapak itu adalah panggilan wajah dan biasa digunakan oleh semua orang. "Tuan Deo?" Braakkk...Deo tampak kesal, dia bangkit dan tiba-tiba mencengkeram lengan Naren. Semakin lama Deo menyebalkan, Naren menghempas tangan kekar itu dari lengannya. Entah apa mau pria itu, Naren hanya berusaha bekerja dengan baik, tetapi nyatanya dia tidak mendapatkan balasan positif. "Kalau begitu panggil saja seperti barusan."Naren menghela napas berat, "Memang seharusnya seperti itu, Pak." Naren membungkukkan badannya dan hendak pergi dari ruangan ini. "Saya pamit undur diri.""Naren."Naren menghentikan langkahnya, sebelah alisnya terangkat karena Deo memanggil namanya. Ternyata Deo masih ingat dengan nama panggilannya ini. Beberapa menit berlalu Deo masih diam, Naren terus menunggunya. Entah apa yang dipikirkan o

  • DUA CINTA DUA SAMUDRA   Mantan Kekasih

    "Sudah datang, mereka sudah datang."Riuh dan bisikan dari beberapa karyawan menggema di telinga Naren. Selama bekerja di Briliant Company, untuk pertama kalinya dia dan seluruh karyawan di perusahaan ini menyambut sang CEO. Selama ini kehidupan di kantor begitu tentram dan damai. Namun, setelah ada isu digantinya CEO baru banyak rumor-rumor yang beredar. Identitas CEO lama yang selalu disembunyikan tak membuat Naren penasaran. Namun, CEO baru yang akan menjabat saat ini membuat Naren gelisah. Pasalnya Naren akan bekerja langsung di bawah tangan CEO baru itu. Naren mendengar pintu mobil dibuka oleh seseorang, dia masih tetap menundukkan kepala. "Selamat datang di Briliant Company. Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu telah tiba. Bagaimana perjalanan anda, Pak?" Tidak ada sahutan, semua orang hening dan tampak kaku. Benar dugaan Naren bahwa CEO baru itu berhati dingin. Naren masih tidak berani mengangkat kepalanya. Padahal yang berbicara dengan CEO baru itu adalah pejabat tinggi di

  • DUA CINTA DUA SAMUDRA   Sekretaris CEO

    "Segera, dan secepatnya datang ke sini!"Naren yang mendengar suara tegas dari seberang telepon hanya bisa menganga lebar. Telepon pun diputus secara sepihak, Naren tidak bisa berkutik. Di dalam otaknya berpikir dan mengingat-ingat apa mungkin dia telah membuat kesalahan.Sayangnya, Naren sangat bersih. Dia mengajukan cuti karena sakit beberapa hari. Sebelum itu pun dia tidak melakukan kesalahan pada pekerjaannya. Namun, suara atasannya barusan seperti dia telah melakukan kesalahan besar. Naren buru-buru merapikan barang-barang, tak lupa dia merias diri meskipun masih tampak pucat. Ryo yang baru keluar dari kamar mandi pun tertegun karena sang istri terlihat sangat panik. "Kamu sudah mau masuk kerja?" Naren hanya menganggukkan kepala. Tidak ada waktu untuk berbasa-basi, sang bos bisa memecatnya jika Naren terlambat. "Bukannya sudah ajukan cuti? Kamu belum pulih.""Atasanku terdengar sangat marah." Naren menghentikan tangannya yang mengotak-atik tas. "Apa aku melakukan kesalahan?" N

  • DUA CINTA DUA SAMUDRA   Percobaab Kesekian Kalinya

    "Aku harus mencobanya lagi," ucap Naren sembari terburu-buru menuju kamar mandi. Di tangan kanannya, dia memegang kantong plastik berwarna putih. Naren baru kembali dari membeli tespek di apotik. Dia membuka bungkusan dan melakukan apa yang harus ia pastikan. Dia menunggu beberapa saat, detak jantungnya semakin tak karuan. Di dalam hatinya berharap apa yang dia inginkan akan terkabul hari ini. Dia ingin memberikan kabar baik untuk Ryo, pasti suaminya itu akan sangat bahagia dan mereka berdua akan hidup damai tanpa ada cacian dari ibu mertuanya. Naren juga ingin melengkapi kodratnya sebagai wanita yang bisa mengandung dan melahirkan. Setidaknya dia ingin memberikan kesempurnaan di dalam keluarga kecilnya. Naren mengangkat tespek dari gelas kecil. Dia memejamkan kedua mata, ada rasa takut saat akan melihatnya. Namun, dia berusaha berpikir positif bahwa hasilnya akan sesuai dengan yang dia inginkan. Sambil menyebut nama Ryo dan dengungan doa, Naren membalik tespek tersebut. "Hah?"Ta

  • DUA CINTA DUA SAMUDRA   Kembalilah Padaku!

    Bulan telah menunjukkan keindahan cahayanya. "Kamu di mana sih, Mas?" Dengan perasaan khawatir karena Ryo tidak kunjung pulang ke rumah, Naren hanya bisa mondar-mandir di depan pintu rumahnya sembari menelepon sang suami. Namun, tidak ada jawaban dari Ryo. Angin malam semakin dingin dan dinginnya serasa menembus ke tulang-tulang. Naren tidak sanggup lagi berdiri di luar, akhirnya dia memilih untuk masuk dan menunggu Ryo di ruang tamu. Sambil memandangi ponselnya yang menyala, rasa sedih semakin mencuat karena Ryo seakan melupakannya. Ryo pergi begitu saja disaat Naren membutuhkannya. Naren tahu bahwa Ryo kesal dengan ucapannya, tetapi kesedihan yang Naren alami juga akibat dari keluarga Ryo sendiri. Naren ingin Ryo memahami dan mengerti apa yang dirasakan hatinya saat ini, bukan malah pergi dan tidak memberi kabar sama sekali."Ayo angkat!" Pandangan Naren tertuju ke depan, dia mendengar suara gesekan sandal dari luar rumah. Cepat-cepat dia berdiri, berharap sang suami pulang ke r

  • DUA CINTA DUA SAMUDRA   Bukan Menantu Sempurna

    "Punya istri kok gak berguna sih, Yo...." Dentingan sendok memekak keras di atas meja kaca. Semua yang ada di meja makan itu menunduk dalam. Ujung kemeja yang dikenakan Naren sampai lusuh karena terus-menerus ia remas kuat. Air mata rasanya sudah beku karena sering ditempa kata-kata menyakitkan dari sosok wanita yang Naren anggap sebagai ibu. Baru kali ini Naren merasa direndahkan oleh orang yang ia sayangi sendiri. Ibu mertua yang selalu baik kepadanya mulai acuh bahkan tega mengucapkan kata-kata menyakitkan kepada Naren. Dua bulan yang lalu sang ibu mertua masih perhatian terhadapnya, entah mengapa setelah itu tidak hanya mertuanya, tetapi seluruh keluarga dari suaminya mulai membencinya. "Harusnya ibu tidak berbicara seperti itu," ucap Ryo, suami Naren. "Dia istriku, Bu. Naren juga anakmu," lanjutnya juga tidak terima dengan perkataan sang ibunda. Naren menarik lengan Ryo karena tidak ingin suaminya bertengkar dengan ibunya. Naren tidak ingin dia yang akan disalahkan dan diang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status