Share

Mantan Kekasih

Penulis: Rose Bloom
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-15 16:59:06

"Sudah datang, mereka sudah datang."

Riuh dan bisikan dari beberapa karyawan menggema di telinga Naren. Selama bekerja di Briliant Company, untuk pertama kalinya dia dan seluruh karyawan di perusahaan ini menyambut sang CEO. Selama ini kehidupan di kantor begitu tentram dan damai. Namun, setelah ada isu digantinya CEO baru banyak rumor-rumor yang beredar.

Identitas CEO lama yang selalu disembunyikan tak membuat Naren penasaran. Namun, CEO baru yang akan menjabat saat ini membuat Naren gelisah. Pasalnya Naren akan bekerja langsung di bawah tangan CEO baru itu.

Naren mendengar pintu mobil dibuka oleh seseorang, dia masih tetap menundukkan kepala.

"Selamat datang di Briliant Company. Akhirnya waktu yang ditunggu-tunggu telah tiba. Bagaimana perjalanan anda, Pak?"

Tidak ada sahutan, semua orang hening dan tampak kaku. Benar dugaan Naren bahwa CEO baru itu berhati dingin. Naren masih tidak berani mengangkat kepalanya. Padahal yang berbicara dengan CEO baru itu adalah pejabat tinggi di perusahaan ini, tetapi tampak dari sifat sang CEO yang arogan dan sombong.

"Huft, dia tampan tapi auranya mematikan," bisik Sisilia yang mengagumi sosok pria yang baru saja datang itu.

"Suutttttt."

"Sebelum memulai pertemuan, mari kami antar untuk berkeliling perusahaan ini," ucap petinggi itu tadi.

"Tidak perlu. Kita langsung mulai saja."

"Baik, Pak. Mari kita menuju aula besar." Suara Davin terdengar, Naren mulai hapal dengan pemilik suara berat barusan.

Beberapa langkah setelahnya, orang-orang itu berhenti tepat di depan Naren. "Saya sudah pilihkan sekretaris sesuai dengan permintaan anda." Davin menepuk lengan Naren.

Setelah menyiapkan diri dari beberapa menit lalu, bahkan Naren tidak menyangka bahwa dirinya akan diperkenalkan lebih awal. Dia berpikir akan memperkenalkan diri nanti saat ada di ruangan CEO. Akhirnya... Naren mendongakkan kepala.

"Selamat datang di Briliant Company, Pak-" Bibir Naren tercekat, suaranya mendadak hilang saat dirinya beradu tatap dengan sosok tinggi di depannya.

"D-deo?"

Rupanya Naren masih ingat, terlintas beberapa potongan-potongan kenangan yang dia pikir sudah ia lupakan. Ternyata, tidak sama sekali.

Davin menatap Naren, sebelah alisnya terangkat seolah Davin bisa merasakan ada hal yang aneh dengan Naren.

Sedetik lalu CEO yang memiliki nama Deo itu sama terkejutnya seperti Naren. Sorot matanya bak elang ganas itu berubah lembut seperti kelinci yang kehausan. Namun, setelahnya Deo berubah kembali seperti setelan awal. Deo masih tak beralih dari wajah Naren, raut wajahnya mengisyaratkan banyak hal yang ingin diungkapkan kepada Naren.

Naren mengulurkan tangan kanannya, "Perkenalkan saya Naren, sekretaris Pak Deo. Saya sangat senang bisa mendapat kesempatan untuk melayani anda."

Hening, tak ada sambutan dari tangan Deo untuk menjabat tangan Naren. Naren hanya menghela napas, lalu hendak menarik tangannya kembali karena Deo sepertinya tidak sudi untuk menyentuh tangannya.

Dugaan Naren salah, tiba-tiba Deo menarik tangannya dan menggenggamnya sangat erat. "Saya tidak ingin ada kesalahan," ucap Deo tanpa ada raut wajah yang bersahabat, Naren bersusah payah meneguk ludahnya sendiri.

Naren hanya menganggukkan kepalanya. Dia berjalan mengekori Deo dan beberapa orang-orang penting di perusahaan ini.

Sedangkan karyawan lain kembali ke tempat mereka masing-masing. Naren duduk di pojok depan di aula yang sangat luas ini. Dia tidak tahu harus berbuat apa lagi, yang bisa dia lakukan hanya menghela napas dan menggerakkan kedua kakinya sesekali.

Naren butuh teman, dia sepertinya butuh buku panduan agar dia tahu apa saja tugas-tugas menjadi sekretaris. Dia tidak mau membuat kesalahan dan berujung diomeli oleh atasan barunya itu.

Terlebih.... atasan barunya saat ini adalah mantan kekasihnya. Mantan kekasih yang dulu menghilang secara tiba-tiba dari hidupnya. Naren tidak menyangka dia akan bertemu kembali dengan Deo.

Naren menghela napas kembali.

"Huh, sesak sekali di sini." Naren mengibaskan kedua tangan di depan wajah.

Dia lelah dan mengantuk. Naren ingin merebahkan punggungnya yang terasa pegal. Namun, dia merasakan ada hawa-hawa mematikan yang menuju ke arah Naren.

Naren mendongak, benar saja tatapan intens itu tengah menyalang kearahnya. Seharusnya Deo fokus saja  melihat layar yang tengah menayangkan beberapa project penting, atau seharusnya Deo memperhatikan seseorang yang kini tengah menjadi pusat perhatian.

Lalu, mengapa Deo lebih fokus menatap Naren? Perlahan-lahan Naren menundukkan kepalanya, dia tidak nyaman dengan tatapan itu.

Naren lebih suka jika mereka berdua pura-pura tidak saling kenal. Lebih baik seperti itu, Naren akan berpura-pura bahwa tidak pernah terjadi hubungan apapun antara dirinya dan Deo.

Sepertinya Deo juga nyaman dengan keadaan seperti ini, buktinya Deo biasa-biasa saja saat bertemu dengan Naren saat perkenalan tadi. 

"Kapan ini berakhir?" Naren mulai menguap, tayangan demi tayangan pada layar tidak membuatnya tertarik. Naren menantikan jam istirahat segera tiba.

Drrrttttt

Ponselnya bergetar, dia segera melangkah keluar dari aula agar tidak mengganggu jalannya rapat. Naren melangkah menuju toilet, hanya di sana Naren bisa berbicara dengan leluasa.

"Halo, Mas?"

["Bagaimana keadaanmu?"]

"Aku baik-baik saja," balas Naren dengan senyum malu-malu karena mendapat perhatian dari suaminya. 

["Syukurlah, aku risau kamu kenapa-kenapa."]

"Aku baik. Kamu bisa melanjutkan pekerjaanmu, Mas."

Setelah berbincang kecil, telepon terputus. Naren merasa lega bisa mendengar suara orang terkasihnya. Sesak di dadanya seketika menguap.

"Aaaaaaa...."

Naren terkejut. SUNGGUH!

Tiba-tiba ada seseorang di belakangnya dan kini tengah menarik lengannya sangat kuat. Ya, Naren hampir saja terpeleset karena terkejut ada Deo di belakangnya. 

"Pak Deo ngapain di toilet wanita?" Pria itu hanya diam, Memandang lebih intens dari sebelumnya. Degup jantung Naren kian meronta, sialnya dia tidak bisa menyembunyikan tubuhnya yang gemetaran saat ini. 

"Maaf toilet pria ada di sebelah kiri, Bapak." Naren menjauhkan diri.

"Apa dia cabul? Mengapa dia mengikutiku ke sini?"

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, pria bernama Deo dan berstatus orang paling penting di perusahaan ini pergi begitu saja meninggalkan Naren yang masih terkejut. Naren menyentuh dadanya, berusaha menormalisasikan degup jantungnya. 

"Apa-apaan dia? Dia sebenarnya masih ingat aku atau tidak ya?" 

Naren menjalankan tugasnya dengan sebaik mungkin. Ah tidak, dia masih berusaha. Dia masih mencari tahu bagaimana menjadi sekretaris yang kompeten melalui situs blog ataupun youtube. Naren masih asing dengan pekerjaannya ini. 

"Huh, mari kita coba." Naren bangkit dengan beberapa lembar kertas berisi jadwal kegiatan yang sudah ia cetak.

Naren mengetuk pintu, tetapi suara detakan jantungnya lebih nyaring daripada ketukan pintu ini. 

"Maaf, Pak Deo, saya ingin menyerahkan beberapa schedule untuk satu minggu ke depan."

"Hem, taruh saja," balas Deo singkat. 

"Jika ada yang Bapak tidak mengerti, tolong hubungi saya."

"Saya bukan bapak kamu."

"Huh?"

Naren mencoba mencerna apa yang dikatakan bosnya.

"Saya tidak suka panggilan dari kamu itu. Bapak? Saya bukan bapak kamu," terangnya lagi. Kini keduanya saling adu tatap, seolah tatapan itu tak bisa Naren hindari. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • DUA CINTA DUA SAMUDRA   Ryo Menghilang Sejenak

    "Wanita ini siapa?" Naren tak bisa membendung rasa penasarannya tentang wanita yang saat ini sedang bersama suaminya. Banyaknya masalah yang terjadi diantara mereka membuat Naren curiga. Dia selalu mempercayai Ryo, tetapi ada kalanya juga dia merasa cemburu disaat Ryo bersama wanita lain. "Dia teman kerjaku. Aku dapat tugas bareng sama dia dari atasan," jawab Ryo berusaha membuat Naren percaya padanya. Naren mengangguk paham, dia memaklumi karena yakin Ryo tidak akan berbohong. "Oh ya sudah lanjutkan." Naren tersenyum kecil, walau masih ada perasaan aneh di hatinya. Mungkin karena cemburu, dia tidak ingin Ryo malu dan merasa tidak nyaman karena sikapnya. "Oh ya kamu baru mau makan siang? Mau aku pesankan sesuatu?""Tidak perlu, Mas. Temanku sudah pesan sebelumnya." Naren menahan lengan Ryo yang hendak mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celana. "Sebaiknya Mas lanjutkan saja diskusinya, aku akan duduk bareng teman-temanku." Naren menunjuk ketiga temannya yang sudah duduk di meja y

  • DUA CINTA DUA SAMUDRA   Dia dengan Wanita Lain

    "Davin, cepat ke ruangan saya!" Davin yang mendapat perintah dari tuannya itu segera menuju ruangan Deo. "Cari tahu masalah yang sedang terjadi dengan Naren dan suaminya." Davin membelalakkan kedua matanya, dia tidak salah dengar dengan apa yang diperintahkan oleh tuannya itu. Mencari tahu tentang Naren dan masalah apa yang tengah terjadi di dalam rumah tangganya, sungguh adalah tugas yang di luar dari prediksinya. Bagi Davin pribadi bukan urusannya penasaran dengan masalah orang lain apalagi tentang masalah rumah tangga. Harusnya juga bukan urusan Deo jika karyawannya sedang dihadapi suatu masalah. Semakin lam Deo semakin aneh dan tidak menjadi dirinya sendiri. Pribadi Deo yang tertutup, pendiam, tegas, dan berwibawa seakan lenyap hanya karena Naren. Davin semakin tidak mengerti jalan pikiran tuannya itu. Selama bertahun-tahun bekerja dengan Deo, baru kali ini Davin merasa kelimpungan dengan tugas yang diberikan oleh Deo. "Untuk apa, Tuan?" Deo menajamkan tatapannya, dia tidak s

  • DUA CINTA DUA SAMUDRA   Mau Aku Peluk?

    "Apa kau sudah mencetak ulang kontraknya? Mengapa tidak segera kau serahkan padaku?" Raut wajah Deo membuat Naren gemetar. Deo terlihat sangat marah, Naren diam saja dan menerima kemarahan Deo padanya. "Maaf, Pak. Akan saya serahkan secepatnya." Naren berlalu meninggalkan ruangan Deo. Dia mengambil dokumen yang sudah ia cetak sebelumnya, dan Naren mengecek kembali agar sesuai dengan yang diminta oleh atasannya.Setelah memastikan bahwa dokumen itu sesuai, Naren segera kembali ke ruangan Deo dan menyerahkan dokumen itu. Deo menatap intens wajah Naren seolah pria itu memberi isyarat agar tidak ada kesalahan lagi."Kontraknya sudah sesuai, dan Bapak bisa tanda tangan di sini." Naren menunjukkan bagian yang harus Deo bubuhi tanda tangannya. Deo menganggukkan kepala pertanda bahwa dokumen yang Naren serahkan tanpa kesalahan. "Setelah ini akan saya copy dan mengirimnya ke pihak client. Sekali lagi saya minta maaf, kalau begitu saya permisi." Naren membungkukkan badan. Setelah kepergian Na

  • DUA CINTA DUA SAMUDRA   Secangkir Kopi Pahit

    "Hei Naren."Naren terkejut, lalu bangkit dari tempat duduknya sampai-sampai menatap ujung meja. Naren akhirnya sadar dari lamunannya. Dia mengerjapkan kedua matanya, di depannya saat ini berdiri sosok Davin yang menatapnya penuh tanda tanya. Sebelumnya Davin mengetuk meja Naren beberapa kali, tetapi Naren tetap dalam lamunannya. Akhirnya Davin mengguncang bahu Naren karena ada hal mendesak yang harus mereka bahas. "Kau kenapa? Masih tidak enak badan?" tanya Davin ada sedikit khawatir karena wajah Naren pucat tidak seperti biasanya. Davin takut Naren justru pingsan di kantor yang nantinya akan menambah pekerjaan untuk Davin. Naren menggelengkan kepalanya, "Aku baik-baik saja. Maaf aku melamun barusan," kata Naren sembari mengusap kedua matanya yang berair. "Kalau begitu apa kau bisa mencetak kontrak yang baru saja dikirim oleh Lion Company?" Naren menyanggupi, dia mencari file yang beberapa menit lalu ia unduh di komputernya. "Oh ya, nanti bawa kontrak itu ke ruangan Pak Deo." Da

  • DUA CINTA DUA SAMUDRA   Pergi dari Mereka

    "Kamu dari rumah ibu ya, Mas?"Naren mengikuti langkah Ryo saat pria itu baru saja datang. Dengan wajah kesal dan marah, Naren menodong suaminya dengan berbagai pertanyaan. Namun, sampai kamar mereka, Ryo tetap diam."Ngapain kamu ke sana? Untuk apa?""Mengapa tidak mengajakku?"Naren akhirnya berhenti mengikuti suaminya, dia memilih keluar dari kamar dan menenangkan diri di sofa ruang tamu karena Ryo tetap tidak mau membuka suara. Naren merasa diabaikan, pasti seperti apa yang ia pikirkan. Ibu Ryo pasti menjelek-jelekkan tentang dirinya, atau memaksa Ryo untuk segera berbuat sesuatu agar dirinya cepat hamil. Setelah pulang kerja, Naren mendapatkan pesan dari adik iparnya yang menanyakan keberadaan Naren karena tidak ikut ke rumah mertuanya bersama Ryo. Seketika Naren terkejut, karena Ryo tidak memberi kabar apapun padanya. Naren pun beberapa kali menghubungi Ryo, tetapi tidak mendapat balasan. Naren semakin gelisah, apapun yang berhubungan dengan keluarga Ryo selalu membuatnya takut

  • DUA CINTA DUA SAMUDRA   Aku Telah Menikah

    "Aku kira kamu membenciku."Keduanya saling beradu tatap, hanya saja Deo tetap diam seperti enggan mengeluarkan suara atas pertanyaan Naren barusan. Naren menunggu dengan sabar dan berharap bahwa mantan kekasihnya itu mau menceritakan alasan yang sebenarnya mereka bisa berpisah bahkan menjadi orang yang sangat asing saat ini. Sayangnya Deo tetap bungkam sampai dua waiters pria dan wanita menghampiri meja mereka berdua. Waiters tersebut menaruh makanan yang telah dipesan di hadapan Naren dan juga Deo. Naren memutar bola matanya kesal, disaat yang ia tunggu-tunggu sudah sedikit lagi akan tercapai, tetapi dia harus menundanya lagi entah sampai kapan. Naren turut diam, dia mengambil garpu dan pisau daging. Untuk yang pertama kalinya, Naren masih kesulitan memotong daging steak yang cukup tebal ini. Naren melirik kesekitar dan mempelajari cara memotong daging dengan melihat orang-orang disekitarnya. "Ini."Tiba-tiba Deo menarik paksa piring Naren dan menggantinya dengan milik Deo. Naren

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status