Isna hamil.Jalan 8 minggu.Itulah yang dikatakan oleh dokter klinik yang memeriksa Isna tadi.Kini, keadaan Isna terlihat kacau.Gadis itu tak henti menangis di dalam mobil Malik, sementara Malik sendiri tidak tahu harus melakukan apa.Rasa bersalahnya semakin besar pada Isna. Sayangnya Malik terlalu pengecut untuk mengakui kesalahannya kepada gadis itu.Gadis yang telah dia rusak masa depannya."Isna, apa sebaiknya kita pulang saja?" Tanya Malik memberanikan diri.Isna tersadar saat mendengar suara Malik menyapanya. Tangisnya perlahan mereda meski rasa sesak di dadanya tak kunjung menghilang.Dia sudah diperkosa dan kini dia harus mendapati dirinya hamil hasil pemerkosaan itu.Isna yang kalut, bingung dan takut hanya bisa menangis dan menangis. Dia bahkan tak tahu kemana dirinya harus mengadu saat ini. Bahkan Isna merasa dirinya kini kehilangan harga diri di hadapan Malik.Pasti lela
"Sekarang, coba jelasin sama Mba, apa yang terjadi sama kamu semalam?" Tanya Isna pada sang adik usai dia mengantar Malik pulang.Kedua kakak beradik itu duduk di depan ruang ICU.Hasna menunduk takut. Titik-titik air matanya mulai kembali berjatuhan."Hasna juga nggak tau Mba. Seingat Hasna, Julian ajak Hasna pergi ke sebuah tempat yang emang pemandangannya indah. Hasna sama Julian ngobrol banyak hal di sana sampai Hasna lupa waktu. Terus, pas Hasna ajakin Julian pulang, Julian tawarin Hasna minuman. Setelah itu Hasna nggak inget apa-apa lagi..." Hasna menghentikan kalimatnya akibat tangisannya yang kian merebak. Dadanya sesak, terlebih ketika ingatannya tertuju pada kejadian yang dia alami tadi pagi.Di mana ketika dirinya terbangun, Hasna sudah berada di dalam sebuah kamar hotel dengan tubuh tanpa busana.Dan...Bersama tiga orang lelaki yang jelas-jelas bukan Julian."Hasna nggak tau apa yang udah mereka lakukan sama
Malik sudah memparkirkan kendaraannya di tepi jalan dekat gang rumah Isna.Itu artinya, kini waktunya dia berpisah dengan Isna yang harus kembali ke rumah."Makasih ya Om," kata Isna tersenyum."Oke, hati-hati,"Isna hendak membuka pintu mobil ketika dia teringat sesuatu. Ditariknya kembali tangannya dari handle pintu dan kembali berbalik menghadap Malik."Hm, mau mampir dulu ke rumah nggak Om? Ada yang mau saya bicarakan," ucap Isna setengah ragu.Kening Malik berkerut samar, dia menoleh jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam."Kayaknya udah terlalu malam. Dan lagi di rumah kamu nggak ada siapa-siapa sekarang. Nggak enak sama tetangga. Bicara di sini saja bisa?" saran Malik.Lelaki itu hanya tak ingin jika dirinya sampai lepas kontrol seperti malam itu. Berada berdekatan dengan Isna bukan hal yang mudah bagi Malik karena lelaki itu harus susah payah mengendalikan perasaannya. Dan...
"Wildan sudah menghancurkan kepercayaan saya. Dia sudah mengkhianati saya. Itulah mengapa saya memutuskan untuk memilih Om Malik, pada akhirnya...."Malik tercenung.Dia tidak bisa menebak perasaan apa yang lebih mendominasi hatinya saat ini.Apa itu perasaan senang, cemas atau takut?Semua perasaan itu bercampur menjadi satu dalam benak Malik. Lelaki itu membalas genggaman tangan Isna. Ditatapnya lekat manik mata Isna yang hitam."Sebelumnya, saya nggak pernah merasa seyakin ini dengan seorang perempuan. Tapi dengan kamu, saya yakin jika penantian saya untuk mendapatkan pasangan yang memang benar-benar cocok untuk saya telah berakhir. Sesungguhnya kamu adalah perempuan yang saya cari selama ini. Saya harap, kamu bisa menerima segala kekurangan yang saya miliki Isna..." Ungkap Malik menjelaskan.Cukup bagi Malik merahasiakan soal malam di mana terjadinya kekhilafan itu, dan Malik tidak ingin menutupi apapun tentang kisah masa lal
"Saya lelaki normal, ya wajar kalau berdekatan dengan lawan jenis pusaka saya bereaksi, iyakan?"Kening Isna berkerut. Dia benar-benar bingung.Hingga setelahnya, satu kalimat yang terucap dari bibir Isna membuat Malik kembali terkejut."Bukannya Om itu impoten?" Tanya Isna to the point. Baru melihat milik Malik dari luar saja Isna sudah ngeri karena ukurannya yang cukup besar dan... Panjang...Isna buru-buru menggeleng.Kenapa otaknya jadi kotor? Pikir Isna membatin. Sekujur tubuhnya tiba-tiba merinding.Isna menelan salivanya sendiri sebelum dia kembali menatap Malik."Jadi Om sudah sembuh?" Tanya Isna lagi dengan wajah super polos."Dari mana kamu tahu soal ini?" Tanya Malik yang benar-benar bingung.Jika memang Isna mengetahui semua rahasia Malik dari orang lain, sudah Malik pastikan tersangka utamanya hanya Emir karena sejauh ini yang Malik tahu, orang terdekat Malik yang menjalin hubungan baik den
"Kinara?" Pekik Malik kaget saat dia tak sengaja membuka mata sewaktu berciuman dengan Isna.Reflek Malik menjauhi Isna. Wajah lelaki itu memucat.Hal itu jelas membuat Isna terheran-heran."Ke-kenapa Om?" Tanya Isna saat itu ketika Malik menatapnya dengan sorot wajah ketakutan.Malik masih berada pada fase peralihan dalam alam bawah sadarnya. Seketika siluet kejadian belasan tahun silam kembali merasuk dalam ingatannya. Detik-detik di mana dirinya melihat sebuah pemandangan yang begitu mengerikan di depan matanya.Tatapan sendu Kinara saat wanita itu meregang nyawa.Darah yang mengalir deras dari kepala Kinara berlumuran di kedua tangan Malik.Dan... Satu kalimat terakhir yang berhasil diucapkan Kinara sebelum menjemput ajal justru semakin membuat Malik terpukul.*"Aku mencintaimu Mas... Aku sudah memenuhi janjiku untuk selalu mencintaimu, bahkan sampai aku mati...""KINARAAAA... JANGAN PERGI
Seharian ini Malik benar-benar membuktikan kata-katanya dengan mengajak Isna jalan-jalan.Awalnya Malik mengajak Isna jalan-jalan ke Dufan.Mereka berdua layaknya ABG yang baru melihat dunia luar. Semua wahana permainan dicoba terkecuali yang memang dilarang untuk ibu hamil. Meski Isna mengatakan dirinya berani, tapi Malik melarang karena tak mau mengambil resiko.Siang hari mereka membeli makanan di restoran cepat saji. Malik sengaja mencari lokasi sepi untuk mereka makan karena tak mungkin Malik membuka masker wajah yang dia gunakan di tempat umum, bisa bahaya jika sampai ada wartawan infotainment yang memergoki mereka.Setelah mendapat tempat yang aman dan nyaman untuk makan, Malik menyuapi Isna seperti biasa agar Isna makan banyak."Berasa jadi seleb, mau makan aja harus ngumpet-ngumpet," celetuk Isna sambil cekikikan."Ya beginilah nasib orang terkenal," Malik jadi terkekeh."Ihhh sombong! Hahaah..."Mereka
Malik baru saja kembali dari kantor polisi setelah pihak kepolisian memberi kabar bahwa pelaku atas pelecehan seksual terhadap Hasna berhasil ditangkap.Lelaki itu berjalan linglung ke arah mobil. Menghempaskan tubuhnya di jok mobil seraya menghembuskan napas berat melalui mulut.Dia memijit pangkal hidungnya saat rasa nyeri perlahan merambat di area kepalanya.Pertemuannya dengan lelaki bernama Julian yang merupakan tersangka atas kasus pelecehan seksual terhadap Hasna tadi membuat Malik merasakan kecemasan berlebih di benaknya.Meski saat ini pihak kepolisian berjanji untuk segera menindak tegas Julian dengan memberinya hukuman sesuai dengan kejahatan dan undang-undang yang berlaku, tapi tetap saja hal itu tak mampu membuat Malik tenang*"Jadi, anda bukan anggota kepolisian? Cih! Sialan!" Maki Julian saat dirinya diberi kesempatan bertatap muka dengan Malik di dalam ruang interogasi tadi.Julian yang memang baru kemba